PASAL KEDUA
IMAN KEPADA PARA MALAIKAT
Maknanya:
“Meyakini
secara benar-benar bahwa malaikat itu ada dan diciptakan oleh Allah SWT dari
nur (cahaya). Mereka pantang dalam menentang perintah Allah, dan mereka
senantiasa istiqamah terhadap jabatan/tugas yang telah mereka terima dari Allah
SWT, sehingga sikap-sikapnya sesuai benar dengan apa yang diharapkan-Nya dan
mereka”.
Jadi
malaikat itu termasuk salah satu jenis makhluk yang diciptakan Allah SWT.
Belumlah sah iman seorang hamba, jika dia tidak mengimani eksistensi mereka
(malaikat), dan mengimani apa saja tentang mereka seperti yang tertuang di
dalam Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah SAW, (tentang hak-hak mereka,
sifat-sifat mereka, dan aktivitas-aktivitas mereka), dengan tanpa mengubah,
mengurangi, atau membelokkannya.
“Wahai
orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan
kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah
turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian,
maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (An-Nisaa’:
136)
SIFAT
PENCIPTAAN MALAIKAT
Perihal
penciptaan malaikat, Allah SWT tidak banyak bercerita kecuali hanya dalam
ukuran terbatas. Bahwa Allah SWT telah menciptakan malaikat-Nya sebelum Adam
AS, tercipta.
“Ingatlah
ketika Rabbmu berfirman kepada para Malaikat: ‘Sesungguhnya aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi’. Mereka berkata: ‘Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan Engkau?’ Allah berfirman: ‘Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui’”. (Al-Baqarah: 30)
Adapun
materi(bahan) yang dipergunakan oleh Allah SWT dalam menciptakan mereka
(malaikat), Rasulullah SAW telah memberitakan kepada kita bahwa maliakat itu
diciptakan-Nya dari cahaya (nur).
“Malaikat telah diciptakan dari nur (cahaya),
jin diciptakan dari api yang membakar dan Adam diciptakan dari unsur yang
mensifati kalian”. (Mukhtashar Shahih Muslim, jilid II halaman 238)
¶
Makhluk Cahaya
Nash-nash umum menggolongkan malaikat kepada
makhluk nuraniyyah, bukan mahluk yang tersusun dari materi sebagaimana halnya
manusia, dan keseharian mereka juga tidak seperti manusia. Mereka tidak makan,
tidak mimun, tidak tidur, dan tidak menikah. Mereka suci dari nafsu syahwat
sebagaimana yang lazim ada pada binatang dan manusia. Mereka bersih dari
kesalahan dan dosa, dan sama sekali mereka tidak disifati dengan suatu apa pun
yang merupakan sifat-sifat jasadi (yang lazim ada pada keturunan Adam). (Lihat
Aqidah Islamiyah, Sayyid Sabiq, halaman 111)
¶
Mereka Diberi Kemampuan untuk Berganti Bentuk
Malaikat diberi kemampuan oleh Allah SWT
untuk tampil dalam ujud manusia, atas izin-Nya.
“Dan ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam
Al-Qur’an, yaitu ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di
sebelah timur. Maka ia mengadakan tabir (untuk melindunginya) dari mereka; lalu
Kami mengutus roh Kami kepadanya (dalam bentuk) manusia yang sempurna)” (Maryam:
16-17)
Selain itu, di dalam sebuah hadits masyhur
yang ernah di uraikan sebelumnya juga disebutkan, bahwa ketika Jibril As,
datang kepada Rasulullah SAW dalam rangka memberi pelajaran kepada para
sahabat, perihal makna Islam, iman, ihsan, dan tanda-tanda hari kiamat, Umar
menyebutkan bahwa ia(Jibril) datang dalam bentuk seorang laki-laki yang
sempurna. Tubuhnya tegap, berbaju putih, berambut hitam kelam, tidak jelas
bekas(jejak) datang dan perginya.
¶
Mereka Mempunyai Sayap
Termasuk ciri penciptaan mereka yang
diturunkan Allah SWT adalah mereka dilengkapi dengan sayap-sayap, yang
jumlahnya berbeda-beda satu dengan yang lain.
“Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan
bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai
macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan
empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (Faathir: 1)
Sebuah hadits Rasulullah SAW yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abdullah bin Mas’ud ra, menerangkan bahwa
Rasulullah SAW melihat Jibril mempunyai 600 sayap. (Lihat Shahih Bukhari,
Fathul Barii, Jilid VI halaman 242)
Berita-berita yang demikian itu (yang tidak
bisa dibuktikan dengan indra manusia), karena datagnya dari Allah dan Rasul-Nya
maka harus kita imani dan tidak perlu menanyakan hal-hal yang tidak terjangkau
serta tidak bermanfaat. Walaupun uraian secara tafsili (rinci) itu mungkin
bermanfaat bagi hamba Allah, tetapi pengetahuan hamba tentang mereka (malaikat)
tetap terhalang oleh keghaiban mereka. Maka hanya Dialah yang Maha
Lathif(mengetahui segala halnya) lagi Maha Pengasih. Dan hanya Dia-lah yang
mengajarkan kepada mereka kebenaran dan kebaikan.
¶
Sebagai Hamba yang Mulia
Adapun kaitan Malikat dengan Allah, adalah
semata-mata dalam hubungan ubudiyyah yang ikhlas. Mereka mentaati dan mengikuti
apa saja yang diperintahkan-nya (patuh secara mutlak terhadap
perintah-perintah-Nya), tidak ada nisbat apapun di antara mereka dan Dia.
Mereka juga bukan tuhan-tuhan lain di sisi Allah SWT, mereka bukan bagian dari
Zat Allah, dan merea tidak mempunyai keturunan sebagaimana yang sering
dituduhkan oleh kaum musyrik.
“Tiada seorangpun di antara kami (malaikat)
melainkan mempunyai kedudukan tertentu. Dan sesungguhnya kami benar-benar
bershaf-shaf (dalam menunaikan perintah Allah). Dan sesungguhnya kami
benar-benar bertasbih (kepada Allah)”. (As-Shaffat: 164-166)
HUBUNGAN
MALAIKAT DENGAN ALAM DAN MANUSIA
Jika tadi
sudah diterangkan bahwa hubungan mereka dengan Allah SWT adalah untuk beribadah
secara sempurna kepada-Nya SWT serta taat secara sempurna kepada
perintah-perintah-Nya, maka begitu juga hubungan mereka dengan alam dan
manusia. Semuanya terjalin dalam rangka mewujudkan ubudiyyah dan ketaatan
mereka kepada Allah SWT.
Yang
demikian itu untuk semakin memperjelas bukti bahwa ibadah mereka hanya kepada
Allah, sebagaimana yang telah diberitakan-nya, bahwa mereka tidak pernah
menunda-nunda waktu untuk bertasbih dan memuji Allah. Dan sesungguhnya apa-apa
yang mereka lakukan adalah untuk melaksanakan iradat Allah SWT yang di dalamnya
mencakup kajian tentang persoalan alam, kepemimpinan-Nya, dan segala yang ada di
dalamnya (alam) termasuk mahluk-mahluk hidupnya, tak terkecuali segala
gerak-gerik dan aktivitas yang berada di dalamnya, dan undang-undang alam
(sunatullah).
“Dan
(malaikat-malaikat) yang mengatur urusan (dunia)”.
(An-Nazi’aat: 5)
“Dan
(malaikat-malaikat) yang membagi-bagi urusan”. (Adz-Dzaariyaat:
4)
¶
Seluruh Kehidupan Manusia Tidak Terlepas dari
Malaikat
Mereka, para malaikat itu senantiasa
menyertai manusia sepanjang hidupnya dan bahkan juga setelah wafatnya.
Persahabatan mereka dengan manusia seluruhnya
adalah semata-mata dalam rangka memberikan pertolongan kepadanya, menyampaikan
petunjuk (dari Allah) kepadanya, dan membimbing kepada kedua jalan tersebut,
sebagaimana Rasulullah SAW bersabda;
“Setan itu dapat menggerakkan hati
(mempengaruhi hati) anak Adam (manusia) dan malaikatpun dapat menggerakkan hati
(mempengaruhi hati) mereka. Ada pun ajakan setan itu ialah untuk menjanjikan
manusia kepada kejahatan dan mendustakan kebenaran, sedangkan ajakan malaikat
ialah menjanjikan manusia kepada kebaikan dan memimpin mereka menuju kebenaran.
Maka barangsiapa yang menerima ajakan malaikat, hendaknya ia mengerti bahwa
yang demikian itu adalah karunia Allah, serta hendaknya mereka berpuji syukur
kepada-Nya. Tetapi barangsiapa menemui seruan dari lainnya (dari setan),
hendaklah mereka bermohon kepada Allah SWT dari godaan setan”, dan selanjutnya
beliau SAW membacakan ayat yang artinya: “Setan menjanjikan untukmu kejahatan
(kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan
Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (Al-Baqarah: 268),
(HR
Turmidzi, Nasa’i, Ibnu Hibban dari Ibnu Mas’ud ra; lihat Fathul Qadiir, jilid
II halaman 449)
Dalam kesempatan lain Rasulullah SAW
bersabda;
“Sesungguhnya ada mahluk yang senantiasa menyertai
kamu semua dan mereka tidak pernah memisahkan diri dari padamu kecuali di waktu
kamu sedang buang air kecil atau besar dan ketika kamu bersetubuh. Maka dari
itu bersikap malulah kepada mereka itu, dan muliakanlah mereka (maksudnya
malaikat)”.
Mereka para malaikat itu juga senantiasa
memberikan semangat keberanian kepada hamba (manusia) dalam ketaatan kepada
Rabb-nya, dalam beribadah kepada-Nya, dan mereka juga memdatangi manusia yang
sedang shalat dan bahkan menemaninya ketika dia membaca Al-Qur’an. Ini semua
disebutkan di dalam hadits shahih seperti yang diriwauatkan oleh Imam
Bukhari-Muslim berikut ini:
“Shalat seseorang dengan berjama’ah, lebih
besar nilainya daripada shalatnya di rumah dan shalatnya di pasar, dengan
selisih dua puluh derajat lebih. Demikian juga terhadap seseorang yang telah
bersuci (berwudlu) dengan sebaik-baiknya bersuci, dan kemudian mendatangi
masjid hanya untuk kepentingan shalat. Terhadap mereka ini, tidak lain bahwa
setiap langkahnya (dari rumah sampai masuk masjid) meningkatkan derajatnya satu
derajat, serta menghapus satu dosa daripadanya. Setelah berada di dalam masjid
dalam rangka menunggu waktu shalat tiba, maka selama itu pahala baginya seperti
pahala waktu mengerjakan shalat. Dan sementara itu, selama wudlunya belum batal,
malaikat senantiasa mendo’akannya. Katanya; ‘Ya Allah! Berikanlah dia rahmat,
ampunilah dia, dan terimalah taubatnya’”.
(HR Muslim;
Syarah Nawawi, jilid V halaman 165)
¶
Malaikat Selalu Mendatangi Majlis Dzikir
Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya Allah itu mempunyai malaikat
yang menyebar di jalan untuk mencari kumpulan orang-orang ahli dzikir. Jika
mereka telah menemukan sekelompok orang yang berdzikir kepada Allah, maka
mereka berseru: ‘Marilah, di sini dapat terpenuhi semua hajatmu’. Mereka itu kemudian
mengibas-ngibaskan sayap-sayap mereka sehingga mereka sampai di langit dunia.
Rasulullah SAW meneruskan sabdanya: ‘Allah SWT lalu bertanya –tetapi Dia adalah
lebih mengetahui keadaan hamba-hamba-Nya-;
Allah : Apakah
yang diucapkan oleh hamba-hamba-Ku itu?
Malaikat : Mereka itu semua me-Maha Suci-kan,
me-Maha Besar-kan, memuji, serta me-Maha Agungkan Engkau.
Allah : Apakah mereka pernah melihat Aku.?
Malaikat : Tidak, Demi Allah mereka belum pernah
melihat-Mu
Allah
: Bagaimana sekiranya mereka dapat melihat Aku.?
Malaikat : Seandainya mereka dapat
melihat-Mu, sudah tentu mereka akan lebih sangat beribadahnya, lebih lagi dalam
mengagungkan-Mu, dan lebih banyak lagi me-Maha Suci-kan Mu.
Allah
: Apakah mereka minta kepada-Ku?
Malaikat : Mereka meminta surga daripada-Mu.
Allah :
Apakah mereka pernah melihat surga-Ku?
Malaikat :
Tidak, demi Allah mereka belum pernah melihatnya.
Allah :
bagaimana sekiranya mereka sudah melihatnya?
Malaikat :
Andaikata mereka telah melihatnya, tentulah mereka lebih tertarik untuk
memperolehnya dan lebih sungguh-sungguh mencarinya; dan lebih sangat pula untuk
mencarinya; dan lebih sangat pula keinginannya untuk mencapainya.
Allah :
dari apakah mereka meminta perlindungan?
Malaikat :
mereka minta perlindungan dari azab neraka.
Allah :
Apakah mereka sudah pernah melihat neraka itu?
Malaikat :
Tidak, demi Allah mereka tidak pernah melihatnya.
Allah :
Bagaimana sekiranya mereka pernah melihatnya?
Malaikat :
andaikata mereka telah melihatnya, tentulah mereka akan lebih cepat untuk
menjauhinya, dan lebih sangat takutnya terhadap azab neraka itu.
Allah :
Aku persaksikan padamu semua, bahwa Aku telah mengampuni hamba-hamba-Ku.
Salah satu di antara para malaikat ada yang
berkata:
‘Di antara mereka ada seorang yang sebenarnya
bukan termasuk golongan ahli dzikir itu. Dia hadir di situ hanya karena ada
suatu keperluan lain’.
Allah berfirman : “Mereka itu (para ahli
dzikir) adalah sekelompok kaum yang siapa saja menemani meeka tentu tidak akan
menjadi orang celaka”.
(HR Muttafaq’alaih, lihat Fathul Barii, jilid
XI halaman 175-176)
Allah SWT berfirman:
“Dan sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami
lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang
malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang
lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan
ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qaaf: 16-18)
JUMLAH
MALAIKAT
Jumlah
mereka itu banyak sekali, bahkan tidak ada satu mahluk lainpun yang bisa
menghitungnya (secara tepat) kecuali Allah SWT sendiri.
Allah
SWT berfirman:
“Dan
tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat; dan tidaklah
Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi
orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al Kitab menjadi yakin dan
supaya orang yang beriman bertambah imannya dan supaya orang-orang yang diberi
Al-Kitab dan orang-orang mukmin itu tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang
di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan): "Apakah
yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?"
Demikianlah Allah menyesatkan orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi
petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui
tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. Dan Saqar itu tiada lain hanyalah
peringatan bagi manusia.” (Al-Muddatsir: 31)
Dalam
hadits yang dikeluarkan oleh Imam Turmidzi dan Ibnu Majah dan Al-Bazzar yang
diterima dari Abu Dzar (hadits marfu’), menerangkan bahwa Rasulullah SAW
bersabda:
“Dalam
hadits “mi’raj”, Rasulullah SAW bersabda: ‘... maka ditinggikanlah untukku
(derajat) Baitul Makmur, maka aku bertanya kepada Jibril dan Jibril menjawab:
Di Baitul Makmur inilah yang setiap hari sebanyak 70.000 malaikat mengerjakan
shalat di dalamnya”. (Fathul Barii, jilid VI halaman
233)
¶
Kewajiban Beriman Kepada Malaikat Secara
Global dan Rinci
Bahasan tentang kewajiban untuk beriman
kepada malaikat yang nama-namanya telah tertera di dalam Kitabullah dan sunnah
rasul-Nya, adalah cukup rinci (detail), di antara mereka yang paling menonjol
adalah Jibril, Mikail, dan Israfil. (Lihat Ighatsatul Luhfan, jilid II halaman
122)
Jibril adalah malaikat yang bertugas
menyampaikan wahyu-Nya, yang mana dengan wahyu itu hati dan ruh (manusia)
menjadi hidup. Disebutkan di dalam Al-Qur’an bahwa Allah SWT memuji Jibril
dengan pujian yang sebaik-baiknya, dan mensifatinya dengan sifat-sifat yang
indah. Ayat yang menyebutkannya antara lain adalah:
“Sungguh, Aku bersumpah dengan
bintang-bintang, yang beredar dan terbenam, demi malam apabila telah hampir
meninggalkan gelapnya, dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing,
sesungguhnya Al Qur'an itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan
yang mulia (Jibril), yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi
di sisi Allah yang mempunyai Arasy, yang ditaati di sana (di alam malaikat)
lagi dipercaya.” (At Takwiir 15-21)
Tak terkecuali terhadap
malaikat-malaikat yang namanya belum (tidak) disebutkan di dalam Al-Qur’an
maupun hadits, dan terhadap mereka ini kiata diwajibkan untuk mengimaninya
secara ijmali (global).
KESAN
BERIMAN KEPADA MALAIKAT DALAM KEHIDUPAN UMMAT MANUSIA
Allah SWT
tidak mengungkap rahasia kepada kita sedikitpun perihal keghaiban-Nya kecuali
sekedar yang mengandung kenikmatan besar bagi mahluk ciptaan-nya. Dab merupakan
anugerah Allah yang Maha Agung lagi Maha Tinggi kepada kita, bahwa kita telah
dibimbing untuk mengetahui perihal mahluk-mahluk yang mulia itu
(malaikat-malaikat). Beriman kepadanya adalah termasuk beriman kepada yang ghaib,
yang mensifati (merupakan tanda) dari orang-orang yang bertakwa.
Beriman
kepada malaikat akan melahirkan kesan-kesan keagungan bagi pengamalnya. Antara
lain, bahwa Allah SWT telah menjauhkan kita dari apa-apa yang menyingkap
perkara ruh-ruh orang beriman dan aktivitas-aktivitasnya. Dan Allah SWT juga
telah menjaga kita, sehingga tidak terjerumus ke dalam khurafat dan lamunan
(angan-angan) seperti halnya orang-orang yang tidak beriman kepada yang ghaib
dan yang pengetahuannya tidak bertumpu pada wahyu ilahi.
Kesan yang
lainnya lagi adalah menimbulkan sifat sabar, mengilangkan keputusasaan, dan
melahirkan rasa iman, yang mana ketiganya sangat berperan dalam memelihara
kesinambungan jihad di jalan Allah.
Itulah
makna-makna yang seharusnya lahir dari beriman kepada malaikat dan apa-apa yang
telah diberitakan Allah SWT perihal aktivitas dan keadaannya (malaikat).
Sebenarnya
keimanan itu belum dapat dianggpa keimanan yang hakiki, kecuali jika seseorang
juga telah beriman terhadap alam rohani (malaikat) itu dengan keyakinan yang
tidak dicampuri oleh keragu-raguan, angan-angan, dan persangkaa-persangkaan
buruk yang menyesatkan. Sesungguhnya alam ghaib sebagaimana alam malaikat itu
tidak dapat dicapai oleh rasa atau akal manusia, bahkan setan sendiripun tidak
dapat mencapainya.
Allah SWT
berfirman:
“Setan-setan
itu tidak dapat mendengar-dengarkan (pembicaraan) para malaikat dan mereka
dilempari dari segala penjuru”. (Ash-Shaffat 8)
Jika
demikian, maka satu-satunya jalan untuk mengenali alam malaikat itu hanyalah
melalui wahyu yang diturunkan Allah SWT kepada Rasulullah SAW. Dan hal lain
yang harus diperhatikan, penting bagi kita (orang beriman) untuk selalu
menjalin hubungan yang erat dengan mereka, sebab mereka itu selalu menyertai
kita.
_____________
0 komentar:
Posting Komentar