Rabu, 18 April 2012

RUKUN IMAN part2

Posted by Nis |


PASAL KEDUA
IMAN KEPADA PARA MALAIKAT

Maknanya:
“Meyakini secara benar-benar bahwa malaikat itu ada dan diciptakan oleh Allah SWT dari nur (cahaya). Mereka pantang dalam menentang perintah Allah, dan mereka senantiasa istiqamah terhadap jabatan/tugas yang telah mereka terima dari Allah SWT, sehingga sikap-sikapnya sesuai benar dengan apa yang diharapkan-Nya dan mereka”.
Jadi malaikat itu termasuk salah satu jenis makhluk yang diciptakan Allah SWT. Belumlah sah iman seorang hamba, jika dia tidak mengimani eksistensi mereka (malaikat), dan mengimani apa saja tentang mereka seperti yang tertuang di dalam Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah SAW, (tentang hak-hak mereka, sifat-sifat mereka, dan aktivitas-aktivitas mereka), dengan tanpa mengubah, mengurangi, atau membelokkannya.
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (An-Nisaa’: 136)


SIFAT PENCIPTAAN MALAIKAT
Perihal penciptaan malaikat, Allah SWT tidak banyak bercerita kecuali hanya dalam ukuran terbatas. Bahwa Allah SWT telah menciptakan malaikat-Nya sebelum Adam AS, tercipta.
“Ingatlah ketika Rabbmu berfirman kepada para Malaikat: ‘Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi’. Mereka berkata: ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Allah berfirman: ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’”. (Al-Baqarah: 30)
Adapun materi(bahan) yang dipergunakan oleh Allah SWT dalam menciptakan mereka (malaikat), Rasulullah SAW telah memberitakan kepada kita bahwa maliakat itu diciptakan-Nya dari cahaya (nur).
“Malaikat telah diciptakan dari nur (cahaya), jin diciptakan dari api yang membakar dan Adam diciptakan dari unsur yang mensifati kalian”. (Mukhtashar Shahih Muslim, jilid II halaman 238)
         Makhluk Cahaya
Nash-nash umum menggolongkan malaikat kepada makhluk nuraniyyah, bukan mahluk yang tersusun dari materi sebagaimana halnya manusia, dan keseharian mereka juga tidak seperti manusia. Mereka tidak makan, tidak mimun, tidak tidur, dan tidak menikah. Mereka suci dari nafsu syahwat sebagaimana yang lazim ada pada binatang dan manusia. Mereka bersih dari kesalahan dan dosa, dan sama sekali mereka tidak disifati dengan suatu apa pun yang merupakan sifat-sifat jasadi (yang lazim ada pada keturunan Adam). (Lihat Aqidah Islamiyah, Sayyid Sabiq, halaman 111)
         Mereka Diberi Kemampuan untuk Berganti Bentuk
Malaikat diberi kemampuan oleh Allah SWT untuk tampil dalam ujud manusia, atas izin-Nya.
“Dan ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam Al-Qur’an, yaitu ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur. Maka ia mengadakan tabir (untuk melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya (dalam bentuk) manusia yang sempurna)” (Maryam: 16-17)
Selain itu, di dalam sebuah hadits masyhur yang ernah di uraikan sebelumnya juga disebutkan, bahwa ketika Jibril As, datang kepada Rasulullah SAW dalam rangka memberi pelajaran kepada para sahabat, perihal makna Islam, iman, ihsan, dan tanda-tanda hari kiamat, Umar menyebutkan bahwa ia(Jibril) datang dalam bentuk seorang laki-laki yang sempurna. Tubuhnya tegap, berbaju putih, berambut hitam kelam, tidak jelas bekas(jejak) datang dan perginya.
         Mereka Mempunyai Sayap
Termasuk ciri penciptaan mereka yang diturunkan Allah SWT adalah mereka dilengkapi dengan sayap-sayap, yang jumlahnya berbeda-beda satu dengan yang lain.
“Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (Faathir: 1)
Sebuah hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abdullah bin Mas’ud ra, menerangkan bahwa Rasulullah SAW melihat Jibril mempunyai 600 sayap. (Lihat Shahih Bukhari, Fathul Barii, Jilid VI halaman 242)
Berita-berita yang demikian itu (yang tidak bisa dibuktikan dengan indra manusia), karena datagnya dari Allah dan Rasul-Nya maka harus kita imani dan tidak perlu menanyakan hal-hal yang tidak terjangkau serta tidak bermanfaat. Walaupun uraian secara tafsili (rinci) itu mungkin bermanfaat bagi hamba Allah, tetapi pengetahuan hamba tentang mereka (malaikat) tetap terhalang oleh keghaiban mereka. Maka hanya Dialah yang Maha Lathif(mengetahui segala halnya) lagi Maha Pengasih. Dan hanya Dia-lah yang mengajarkan kepada mereka kebenaran dan kebaikan.
         Sebagai Hamba yang Mulia
Adapun kaitan Malikat dengan Allah, adalah semata-mata dalam hubungan ubudiyyah yang ikhlas. Mereka mentaati dan mengikuti apa saja yang diperintahkan-nya (patuh secara mutlak terhadap perintah-perintah-Nya), tidak ada nisbat apapun di antara mereka dan Dia. Mereka juga bukan tuhan-tuhan lain di sisi Allah SWT, mereka bukan bagian dari Zat Allah, dan merea tidak mempunyai keturunan sebagaimana yang sering dituduhkan oleh kaum musyrik.
“Tiada seorangpun di antara kami (malaikat) melainkan mempunyai kedudukan tertentu. Dan sesungguhnya kami benar-benar bershaf-shaf (dalam menunaikan perintah Allah). Dan sesungguhnya kami benar-benar bertasbih (kepada Allah)”. (As-Shaffat: 164-166)


HUBUNGAN MALAIKAT DENGAN ALAM DAN MANUSIA
Jika tadi sudah diterangkan bahwa hubungan mereka dengan Allah SWT adalah untuk beribadah secara sempurna kepada-Nya SWT serta taat secara sempurna kepada perintah-perintah-Nya, maka begitu juga hubungan mereka dengan alam dan manusia. Semuanya terjalin dalam rangka mewujudkan ubudiyyah dan ketaatan mereka kepada Allah SWT.
Yang demikian itu untuk semakin memperjelas bukti bahwa ibadah mereka hanya kepada Allah, sebagaimana yang telah diberitakan-nya, bahwa mereka tidak pernah menunda-nunda waktu untuk bertasbih dan memuji Allah. Dan sesungguhnya apa-apa yang mereka lakukan adalah untuk melaksanakan iradat Allah SWT yang di dalamnya mencakup kajian tentang persoalan alam, kepemimpinan-Nya, dan segala yang ada di dalamnya (alam) termasuk mahluk-mahluk hidupnya, tak terkecuali segala gerak-gerik dan aktivitas yang berada di dalamnya, dan undang-undang alam (sunatullah).
“Dan (malaikat-malaikat) yang mengatur urusan (dunia)”.
(An-Nazi’aat: 5)
“Dan (malaikat-malaikat) yang membagi-bagi urusan”. (Adz-Dzaariyaat: 4)

         Seluruh Kehidupan Manusia Tidak Terlepas dari Malaikat
Mereka, para malaikat itu senantiasa menyertai manusia sepanjang hidupnya dan bahkan juga setelah wafatnya.
Persahabatan mereka dengan manusia seluruhnya adalah semata-mata dalam rangka memberikan pertolongan kepadanya, menyampaikan petunjuk (dari Allah) kepadanya, dan membimbing kepada kedua jalan tersebut, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda;
“Setan itu dapat menggerakkan hati (mempengaruhi hati) anak Adam (manusia) dan malaikatpun dapat menggerakkan hati (mempengaruhi hati) mereka. Ada pun ajakan setan itu ialah untuk menjanjikan manusia kepada kejahatan dan mendustakan kebenaran, sedangkan ajakan malaikat ialah menjanjikan manusia kepada kebaikan dan memimpin mereka menuju kebenaran. Maka barangsiapa yang menerima ajakan malaikat, hendaknya ia mengerti bahwa yang demikian itu adalah karunia Allah, serta hendaknya mereka berpuji syukur kepada-Nya. Tetapi barangsiapa menemui seruan dari lainnya (dari setan), hendaklah mereka bermohon kepada Allah SWT dari godaan setan”, dan selanjutnya beliau SAW membacakan ayat yang artinya: “Setan menjanjikan untukmu kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (Al-Baqarah: 268),
(HR Turmidzi, Nasa’i, Ibnu Hibban dari Ibnu Mas’ud ra; lihat Fathul Qadiir, jilid II halaman 449)
Dalam kesempatan lain Rasulullah SAW bersabda;
“Sesungguhnya ada mahluk yang senantiasa menyertai kamu semua dan mereka tidak pernah memisahkan diri dari padamu kecuali di waktu kamu sedang buang air kecil atau besar dan ketika kamu bersetubuh. Maka dari itu bersikap malulah kepada mereka itu, dan muliakanlah mereka (maksudnya malaikat)”.
Mereka para malaikat itu juga senantiasa memberikan semangat keberanian kepada hamba (manusia) dalam ketaatan kepada Rabb-nya, dalam beribadah kepada-Nya, dan mereka juga memdatangi manusia yang sedang shalat dan bahkan menemaninya ketika dia membaca Al-Qur’an. Ini semua disebutkan di dalam hadits shahih seperti yang diriwauatkan oleh Imam Bukhari-Muslim berikut ini:
“Shalat seseorang dengan berjama’ah, lebih besar nilainya daripada shalatnya di rumah dan shalatnya di pasar, dengan selisih dua puluh derajat lebih. Demikian juga terhadap seseorang yang telah bersuci (berwudlu) dengan sebaik-baiknya bersuci, dan kemudian mendatangi masjid hanya untuk kepentingan shalat. Terhadap mereka ini, tidak lain bahwa setiap langkahnya (dari rumah sampai masuk masjid) meningkatkan derajatnya satu derajat, serta menghapus satu dosa daripadanya. Setelah berada di dalam masjid dalam rangka menunggu waktu shalat tiba, maka selama itu pahala baginya seperti pahala waktu mengerjakan shalat. Dan sementara itu, selama wudlunya belum batal, malaikat senantiasa mendo’akannya. Katanya; ‘Ya Allah! Berikanlah dia rahmat, ampunilah dia, dan terimalah taubatnya’”.
(HR Muslim; Syarah Nawawi, jilid V halaman 165)
         Malaikat Selalu Mendatangi Majlis Dzikir
Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya Allah itu mempunyai malaikat yang menyebar di jalan untuk mencari kumpulan orang-orang ahli dzikir. Jika mereka telah menemukan sekelompok orang yang berdzikir kepada Allah, maka mereka berseru: ‘Marilah, di sini dapat terpenuhi semua hajatmu’. Mereka itu kemudian mengibas-ngibaskan sayap-sayap mereka sehingga mereka sampai di langit dunia. Rasulullah SAW meneruskan sabdanya: ‘Allah SWT lalu bertanya –tetapi Dia adalah lebih mengetahui keadaan hamba-hamba-Nya-;
Allah        :  Apakah yang diucapkan oleh hamba-hamba-Ku itu?
Malaikat : Mereka itu semua me-Maha Suci-kan, me-Maha Besar-kan, memuji, serta me-Maha Agungkan Engkau.
Allah        :  Apakah mereka pernah melihat Aku.?
Malaikat :  Tidak, Demi Allah mereka belum pernah melihat-Mu
Allah       :  Bagaimana sekiranya mereka dapat melihat Aku.?
Malaikat : Seandainya mereka dapat melihat-Mu, sudah tentu mereka akan lebih sangat beribadahnya, lebih lagi dalam mengagungkan-Mu, dan lebih banyak lagi me-Maha Suci-kan Mu.
Allah       :  Apakah mereka minta kepada-Ku?
Malaikat : Mereka meminta surga daripada-Mu.
Allah             : Apakah mereka pernah melihat surga-Ku?
Malaikat      : Tidak, demi Allah mereka belum pernah melihatnya.
Allah             : bagaimana sekiranya mereka sudah melihatnya?
Malaikat      : Andaikata mereka telah melihatnya, tentulah mereka lebih tertarik untuk memperolehnya dan lebih sungguh-sungguh mencarinya; dan lebih sangat pula untuk mencarinya; dan lebih sangat pula keinginannya untuk mencapainya.
Allah             : dari apakah mereka meminta perlindungan?
Malaikat      : mereka minta perlindungan dari azab neraka.
Allah             : Apakah mereka sudah pernah melihat neraka itu?
Malaikat      : Tidak, demi Allah mereka tidak pernah melihatnya.
Allah             : Bagaimana sekiranya mereka pernah melihatnya?
Malaikat      : andaikata mereka telah melihatnya, tentulah mereka akan lebih cepat untuk menjauhinya, dan lebih sangat takutnya terhadap azab neraka itu.
Allah             : Aku persaksikan padamu semua, bahwa Aku telah mengampuni hamba-hamba-Ku.
Salah satu di antara para malaikat ada yang berkata:
‘Di antara mereka ada seorang yang sebenarnya bukan termasuk golongan ahli dzikir itu. Dia hadir di situ hanya karena ada suatu keperluan lain’.
Allah berfirman : “Mereka itu (para ahli dzikir) adalah sekelompok kaum yang siapa saja menemani meeka tentu tidak akan menjadi orang celaka”.
(HR Muttafaq’alaih, lihat Fathul Barii, jilid XI halaman 175-176)
Allah SWT berfirman:
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qaaf: 16-18)

JUMLAH MALAIKAT
Jumlah mereka itu banyak sekali, bahkan tidak ada satu mahluk lainpun yang bisa menghitungnya (secara tepat) kecuali Allah SWT sendiri.
Allah SWT berfirman:
“Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat; dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al Kitab menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya dan supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab dan orang-orang mukmin itu tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan): "Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?" Demikianlah Allah menyesatkan orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. Dan Saqar itu tiada lain hanyalah peringatan bagi manusia.” (Al-Muddatsir: 31)
Dalam hadits yang dikeluarkan oleh Imam Turmidzi dan Ibnu Majah dan Al-Bazzar yang diterima dari Abu Dzar (hadits marfu’), menerangkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Dalam hadits “mi’raj”, Rasulullah SAW bersabda: ‘... maka ditinggikanlah untukku (derajat) Baitul Makmur, maka aku bertanya kepada Jibril dan Jibril menjawab: Di Baitul Makmur inilah yang setiap hari sebanyak 70.000 malaikat mengerjakan shalat di dalamnya”. (Fathul Barii, jilid VI halaman 233)
         Kewajiban Beriman Kepada Malaikat Secara Global dan Rinci
Bahasan tentang kewajiban untuk beriman kepada malaikat yang nama-namanya telah tertera di dalam Kitabullah dan sunnah rasul-Nya, adalah cukup rinci (detail), di antara mereka yang paling menonjol adalah Jibril, Mikail, dan Israfil. (Lihat Ighatsatul Luhfan, jilid II halaman 122)
Jibril adalah malaikat yang bertugas menyampaikan wahyu-Nya, yang mana dengan wahyu itu hati dan ruh (manusia) menjadi hidup. Disebutkan di dalam Al-Qur’an bahwa Allah SWT memuji Jibril dengan pujian yang sebaik-baiknya, dan mensifatinya dengan sifat-sifat yang indah. Ayat yang menyebutkannya antara lain adalah:
“Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang, yang beredar dan terbenam, demi malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya, dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing, sesungguhnya Al Qur'an itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai Arasy, yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya.” (At Takwiir 15-21)
Tak terkecuali terhadap malaikat-malaikat yang namanya belum (tidak) disebutkan di dalam Al-Qur’an maupun hadits, dan terhadap mereka ini kiata diwajibkan untuk mengimaninya secara ijmali (global).

KESAN BERIMAN KEPADA MALAIKAT DALAM KEHIDUPAN UMMAT MANUSIA
Allah SWT tidak mengungkap rahasia kepada kita sedikitpun perihal keghaiban-Nya kecuali sekedar yang mengandung kenikmatan besar bagi mahluk ciptaan-nya. Dab merupakan anugerah Allah yang Maha Agung lagi Maha Tinggi kepada kita, bahwa kita telah dibimbing untuk mengetahui perihal mahluk-mahluk yang mulia itu (malaikat-malaikat). Beriman kepadanya adalah termasuk beriman kepada yang ghaib, yang mensifati (merupakan tanda) dari orang-orang yang bertakwa.
Beriman kepada malaikat akan melahirkan kesan-kesan keagungan bagi pengamalnya. Antara lain, bahwa Allah SWT telah menjauhkan kita dari apa-apa yang menyingkap perkara ruh-ruh orang beriman dan aktivitas-aktivitasnya. Dan Allah SWT juga telah menjaga kita, sehingga tidak terjerumus ke dalam khurafat dan lamunan (angan-angan) seperti halnya orang-orang yang tidak beriman kepada yang ghaib dan yang pengetahuannya tidak bertumpu pada wahyu ilahi.
Kesan yang lainnya lagi adalah menimbulkan sifat sabar, mengilangkan keputusasaan, dan melahirkan rasa iman, yang mana ketiganya sangat berperan dalam memelihara kesinambungan jihad di jalan Allah.
Itulah makna-makna yang seharusnya lahir dari beriman kepada malaikat dan apa-apa yang telah diberitakan Allah SWT perihal aktivitas dan keadaannya (malaikat).
Sebenarnya keimanan itu belum dapat dianggpa keimanan yang hakiki, kecuali jika seseorang juga telah beriman terhadap alam rohani (malaikat) itu dengan keyakinan yang tidak dicampuri oleh keragu-raguan, angan-angan, dan persangkaa-persangkaan buruk yang menyesatkan. Sesungguhnya alam ghaib sebagaimana alam malaikat itu tidak dapat dicapai oleh rasa atau akal manusia, bahkan setan sendiripun tidak dapat mencapainya.
Allah SWT berfirman:
“Setan-setan itu tidak dapat mendengar-dengarkan (pembicaraan) para malaikat dan mereka dilempari dari segala penjuru”. (Ash-Shaffat 8)
Jika demikian, maka satu-satunya jalan untuk mengenali alam malaikat itu hanyalah melalui wahyu yang diturunkan Allah SWT kepada Rasulullah SAW. Dan hal lain yang harus diperhatikan, penting bagi kita (orang beriman) untuk selalu menjalin hubungan yang erat dengan mereka, sebab mereka itu selalu menyertai kita.



­_____________

0 komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger