Senin, 23 April 2012

MENJADI MUKMIN _ber*ISLAM

Posted by Nis |


KAPAN SEORANG KAFIR ITU MENJADI MUKMIN





(Tata Cara Memasuki Dinullah ‘Azza wa Jalla)

Pembahasan sebelumnya sudah kita fahami menganai Rukun-Rukun Iman. Maka barangsiap yang telah memahami rukun2 tersebut dan membenarkannya, serta mngamalkan apa-apa yang menjadi ketentuan (kewajiban) darinya dalam bentuk amal perbuatan, maka ia termasuk dari mereka yang oleh Allah SWT diabadikan dalam ayat berikut:
“Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Rabb-nya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia”. (Al-Anfaal: 4)
Akan tetapi telah menjadi kehendak dan kebijaksanaan Allah SWT, dimana untuk memberi kemudahan kepada hamba-hamba-Nya dan memuliakan mereka, Dia telah menjadikan suatu kalimat (kalimat Tayyibah) yang mana apabila kalimat tersebut teah diikrarkan oleh seorang hamba, maka hamba tersebut terlindungi dalam iman walau pengikrarannya tanpa disertai dengan pemahaman yang rinci (cukup pemahaman secara global tetapi berangsur-angsur akan sampai kepada yang rinci). Jadi untuk sampai kepada iman, terlebih dahulu seorang hamba harus menyatakan (ikrar) dengan hati dan lisan mereka bahwa Allah SWT adalah Rabb mereka, sasaran pengabdian mereka (sebagai Zat yang layak diibadahi dan hanya Dia yang berhak), dan mengakui bahwa tidak ada satupun yang menyamai-Nya. Selain itu seorang hamba tersebut juga harus mengakui bahwa Muhammad SAW adalah Rasul-Nya serta meyakini bahwa segala hal yang datang kepadanya dari sisi Rabb-nya itu adalah benar dan haq, dan baginya berkewajiban untuk beramal dengannya. Ya, itulah manifestasi dari Kalimat Tayyibah (Laa ilaaha illallah, Muhammad Rasulullah). Tidak ada Ilah kecuali Allah, dan Muhammad adalah Rasulullah.
Lalu apa alasannya seseorang bisa dikategorikan beriman hanya dengan dua kalimat syahadah.?
Jawabannya adalah: iman itu ada dua macam, yaitu iman mujmal (secara global) dan iman mufassol (secara rinci). Yang pertama adalah iman kepada Allah dan kepada segala hal yang datang kepada Rasulullah SAW (dari-Nya) tanpa mengupas lebih dalam lagi tentang isi kandungan dari hal-hal yang datang kepada Rasulullah tersebut. Jadi dia itu bersaksi bahwa tidak ada ilah kecuali Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, dan persaksiannya ini cukup membenarkan segala hal yang datang kepada Rasulullah SAW dan apa-apa yang menerangkan tentang rukun-rukun iman dan rukun-rukun Islam, walaupun dia tidak memahaminya secara rinci.
Namun apabila seorang hamba telah menjalankan kewajiban-kewajiban iman sebagai konsekuensi dari dua kalimat syahadat, atau dengan kata lain beriman dan membenarkan segala apa yang datang kepada Rasulullah SAW disertai dengan pemahaman rinci dalam bentuk amal perbuatan, artinya dia telah mengimani dan mengamalkannya, maka dapatlah dikatakan iman hamba tersebut lebih kuat dari yang pertama dan derajat keutamaannya pun lebih agung di sisi Allah SWT. Itulah cerminan dari iman secara mufshil (rinci).

POKOK YANG MENENTUKAN
Yang menentukan kapan seorang hamba dikatakan Muslim adalah ikrarnya (pernyataannya) secara ijmali terhadap perkara-perkara iman, yang tak lain adalah “Mengikrarkan dua kalimat syahadat”; dan bukan ikrar secara rinci pada setiap cabang-cabang iman dan Islam. Pernyataan ini telah didukung oleh sejumlah hadits shahih yang menguatkan pengkategorian kepada iman dan Islam bagi siapa yang telah menyatakan: Tiada ilah kecuali Allah dan Muhammad itu utusan Allah”.

Peristiwa-peristiwa dan hadits2 terkait:
1.             Rasulullah SAW bersabda;
“Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah kecuali Allah, dan bahwa aku adalah utusan Allah. Dengan dua kalimat syahadat itu seorang hamba tidak dapat diragukan lagi bahwa kelak (akan) menjumpai Allah dan tidak akan dihalangi untuk masuk surga”. (Shahih Muslim, syarah Nawawi, jilid I halaman 226).
2.             Rasulullah SAW bersabda;
“Barangsiapa mati sedang dia dalam keyakinan bahwa tidak ada ilah selain Allah, maka dia masuk surga”. (Shahih Muslim, syarah Nawawi, jilid I halaman 218).
3.             Dari ‘Ubadah bin Shamit ra., berkata; aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda:
“barangsiapa yang bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah dan Muhammad utusan Allah, maka Allah mengharamkan baginya masuk neraka”. (Shahih Muslim, syarah Nawawi, jilid I halaman 229)
4.             Dan masih banyak lagi hadits-hadits shahih, yang semuanya menunjukkan bahwa barang siapa yang mati dalam keadaan bertauhid dan menjumpai Allah dengan membawa dua kalimat syahadat, maka dia akan masuk surga, walaupun pada awalnya harus masuk neraka terlebih dahulu untuk mempertanggungjawabkan kesalahan dan dosa karena kemaksiatannya. Dia tidak kekal di dalamnya, dan pada akhirnya dia akan masuk surga. (Lihat Shahih Muslim, syarah nawawi, jilid I halaman 218-240)

SUNNAH AMALIYAH DAN SIRAH YANG TELAH TERJADI
Di dalam sunnah amalliyah sirah al-muthahharah, kita dapatkan bahwa Rasulullah SAW telah bersaksi dengan ke-Islaman dan keimanan, bagi siapa yang menyatakan dua kalimat syahadat. Di antara manusia yang mendapat kesaksian itu adalah:
1.             Sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dan Malik di dalam kitabnya Al-Muwaththo’, dan Abu Daud serta Nasa’i dari Hadits Muawiyah bin Hakam Assilmiy, bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada Jariyah ketika Mu’awiyah bin hakam Assilmyi hendak melepaskannya dari kekufurannya. Sabdanya: “Di manakah Allah’? jariyah menjawab: ‘Di langit’. Rasulullah bertanya lagi: ‘Siapakah aku ini’? Ia menjawab: ‘Engkau adalah Rasulullah’. Kemudian Rasulullah bersabda: ‘Lepaskan kekufuranmu’”. (Al-Muwaththo’, halaman 485; Nailul Author, jilid VII halaman 208)
2.             Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Nasa’i dari hadits Asy Syarid bin Suwaid Atstsaqafie, bahwa Nabi SAW bersabda kepada Jariyah:
“Siapakah Rabb-mu?’ Ia menjawab: ‘Allah’. Kemudian Rasulullah bertanya lagi: ‘Siapakah aku ini?’ Ia menjawab: ‘Rasulullah’. Kemudian Rasulullah bersabda: ‘Lepaslah kekufuranmu dan engkau (kini) adalah seorang Mukmin”. (Nailul Author, jilid VII halaman 208)
3.             Tentang kisah Islamnya Abu Bakar ra., tersebut di dalam sirah bahwa (ketika itu) Abu Bakar bertemu dengan Raulullah SAW seraya berkata kepada beliau:
“Apa yang lebih berhak bagi kaum Quraisy katakan hai Muhammad? Siapa yang memperdayamu sehingga engkau meninggalkan tuhan-tuhan kami, yang membuatmu bidih terhadap pikiran2 kami dan nenek2 moyang kami, dan membuatmu ingkar kepada mereka?’ Rasulullah SAW bersabda: “Betul, sesungguhnya aku ini Rasulullah dan nabi-Nya, dan menyeru engkau hai Abu Bakar ke jalan Allah, satu-satunya ilah yang tiada sekutu bagi-Nya, dan agar kamu tidak menyembah selain Dia, dan berlindung dengan ketaatan kepada-Nya’. Kemudian beliau membacakan ayat Al-Qur’an untuknya. Maka Islamlah Abu Bakar, kafirlah dia terhadap berhala2, dan baginya lepaslah tandingan2 di sisi-Nya. Abu Bakar menyatakan ke-Islamannya dengan sebenar-benarnya, ia meniti jalan yang lurus, dan sejak saat itu ia mulai menjadi Mukmin yang benar dan jujur”. (Sirah Nabawiyyah, Ibnu Katsir, jilid I halaman 433; Sirah Halawiyyah, jilid I halaman 444).
-          Perlu dicatat bahwa apa yang diserukan oleh Rasulullah SAW kepada Abu bakar itu, pada hakekatnya tiada lain kecuali dua kalimat syahadat.
4.             Dalam kisah Islamnya Khalid bin Sa’id ra., disebutkan dalam sirah bahwa dia bertemu dengan Rasulullah SAW dan bertanya:
“Hai Rasulullah, hai Muhammad, apa gerangan yang kamu serukan?’ Rasulullah menjawab: ‘Aku menyeru engkau kepada Allah satu-satunya, tak ada sekutu bagi-Nya, dan Muhammad itu hamba-Nya dan utusan-nya. Lepaslah apa yang menjadi kebiasaanmu yaitu menyembah batu yang tidak dapat memberi manfaat dan bahkan tidak mengetahui siapa yang menyembahnya itu’!
Khalid berkata: ‘Maka sungguh aku bersaksi bahwa engkau Rasulullah’. Rasulullah pun gembira dengan ke-islamannya itu”. (Lihat Sirah Nabawiyyah, Ibnu Katsir, jilid I halaman 445)
5.             Dalam kisah Islamnya Abu Dzar Al-Ghiffari, diceritakan bahwasanya ia berkata:
“Aku adalah seperempat dari Islam, sebab sebelumku telah Islam tiga kelompok, dan akulah yang termasuk kelompok ke empat. Aku mendatangi Rasulullah SAW, aku mengucapkan Assalamu’alaika ya Rasulullah, aku bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah dan Muhammad utusan Allah, dan seraya aku melihat senyum kegembiraan di wajah beliau”. (Sirah Nabawiyyah, Ibnu Katsir, jilid I halaman 447).
Kisah Abu Dzar yang barusan dipaparkan adalah sekedar cuplikan riwayat singkat. Kisah yang lebih lengkap dapat disimak dari apa yang diriwayatkan Bukhari. Dalam riwayat Al-Bukhari ini diceritakan bahwa setelah Abu Dzar menyatakan ke-Islamannya, Rasulullah SAW berkata:
“Pulanglah engkau ke kaummu, beritakan kepada mereka bagaimana kisahnya, sehingga persoalanku datang kepadamu’, maka iapun berkata: ‘Demi yang mengutus engkau dengan haq, pasti aku akan mengajak mereka dengan syahadah itu. Ia pun keluar mendatangi masjid seraya menyeru dengan suara lantang: ‘Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah kecuali Allah dan bahwa Muhammad itu Rasulullah’. Kemudian kaum itu bangkit seraya melempari Abu Dzar sehingga ia mengalami cedera pada tulang rusuknya”. (Shahih Bukhari, Fathul Barii, jilid VII halaman 139; Hayatus Shahabah, jilid I halaman 290).
Dari kisah ini, semakin jelas dan gamblanglah bagi kita bahwa para sahabat masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat.
6.             Tentang kisah Islamnya Thufai bin ‘Amru Ad-Dausy ra., sirah telah menceritakan kepada kita bahwa dia itu merupakan seorang yang terpandang (bangsawan) di wilayah Daus. Dia seorang penyair yang berbakat di bidangnya dan namanya tidak asing lagi di kalangan suku-suku. Suatu ketika dia berkeunjung ke Mekkah, dimana Rasulullah SAW telah memulai dakwahnya. Kunjungannya kali ini sangat dikhawatirkan oleh kaum Quraisy, kalau-kalau Thufail menemui beliau (Rasulullah SAW) sehingga dapat mendengarkan ucapan-ucapan beliau dengan leluasa. Kemudian Thufail berkata:
“Demi Allah, mereka selalu menakut-nakuti aku dengan urusanmu, sehingga kututupi telingaku dengan kapas agar tidak mendengar perkataanmu. Tetapi iradah Allah-lah yang menghendaki agar aku mendengarnya, dan ternyata terdengarlah apa yang menjadi urusanmu itu kepadaku dan aku berdiri di dekatnya.
Thufail berkata: ‘Aku telah mendengarkan perkataan yang baik, dan dalam hatiku berbisik betapa malang nasib ibuku kehilangan daku; Demi Allah, sesungguhnya aku ini orang yang cerdas dan penyair, dan tentu saja mampu membedakan mana yang benar dan mana yang bathil. Maka apa salahnya jika aku mau mendengarkan apa yang diucapkan laki-laki itu? Jika yang dikemukakannya sesuatu yang baik tentu aku akan menerianya, dan jika yang dikatakannya itu kejelekan tentu akan kutinggalkan’. Ia berkata lagi: “Kutunggu sampai ia berpaling hendak ke rumahnya, lalu kuikuti dari belakang hingga ia masuk rumah, dan setelah aku berdekatan dengannya kukatakan kepadanya: “Hai Muhammad, kaummu telah menceritakan kepadaku berbagai hal tentang dirimu! Demi Allah, mereka selau menakut-nakutiku terhadap urusanmu hingga kututupi telingaku dengan kapas agar tidak mendengarkan perkataan2mu. Kemudian hanya iradat Allah-lah sehingga aku berkeinginan untuk mendengar perkataanmu, dan terdengarlah olehku ucapan yang baik, maka jika begitu ucapkanlah apa yang menjadi urusanmu itu!’ Rasulpun lalu mengemukakan padaku secara rinci perihal Dinul Islam dan dibacakannya beberapa ayat Al-Qur’an kepadaku. Sungguh! Demi Allah, tak pernah kudengar satu ucapanpun yang lebih baik dari itu, atau urusan yang lebih benar dari itu!’ Dan Thufail berkata lagi: ‘Lalu masuklah aku ke dalam Islam, dan kuucapkan syahadat yang haq”. (Lihat Sirah Ibnu Hisyam, jilid I halaman 408)
-          Syahadat yang haq itu, tiada lain adalah kesaksian tidak ada ilah kecuali Allah dan Muhammad itu utusan Allah, sebagaimana ahli tafsir menjelaskannya.
7.             Tentang kisah Islamnya Khalid bin Walid, sirah telah menceritakan kepada kita bahwa pada mulanya dia datang menemui Rasulullah SAW di madinah. Dia menginginkan ada seseorang yang menemaninya dalam perjalanannya itu, lalu dia menjumpai Utsman bin Thalhah. Khalid berkisah:
-          “Aku ceritakan maksudku kepadanya dan iapun menyetujuinya. Kemudian kami berangkat bersama-sama menuju Madinah di awal hari bulan Syafar tahun 8 H’. kemudian Khalid melanjutkan kisahnya: ‘Ketika aku telah dekat dengan Nabi SAW, aku segera ucapkan salam kenabiannya, dan nabi pun menjawab salamku dengan muka ceria. Dan selanjutnya aku pun masuk Islam dengan mengucapkan syahadatul haq: Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah kecuali Allah dan Muhammad utusan Allah’.
-          Kemudian Rasulullah SAW bersabda: ‘Segala puji hanyalah untuk Allah, yang telah memberi petunjuk kepadamu, sungguh aku telah mengetahui bahwa anda mempunyai akal yang brilian, dan aku berharap kelebihan anda itu hanya akan menuntun anda kepada jalan kebenaran”. (Lihat Sirah Nabawiyyah, Ibnu Katsir, jilid II halaman 520).
Tidak ada perbedaan di antara ulama bahwa mengucapkan dua kalimat syahadat dan membenarkannyapun tidak menjamin seseorang luput dari siksa api neraka walau ia tidak kekal di dalamnya, karena kalau tindakan hanya sebatas ikrar itu saja berarti dia hanya sampai kepada pintu gerbang Islam dan Iman. Jika seseorang tidak menjauhkan dirinya dari hal-hal yang membatalkan kedua-duanya atau membatalkan salah satu dari kalimat tersebut maka seseorang itu belum bisa dihukumkan sebagai beriman. Contoh-contoh dari orang yang diklarifikasi dalam golongan ini adalah:
-          Orang yang menyatakan bahwasanya tidak ada ilah kecuali Allah dan bahwa Muhammad itu utusan Allah, akan tetapi dia tidak mengenal kewajiban zakat dan haji, atau tidak mengenal haramnya zina atau riba atau pembunuhan dan lain2 hukum Islam yang telah diberitakan dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW.
-          Orang yang mengakui kebenaran risalah Muhammad SAW, tetapi dia meyakini bahwa risalah itu hanya berlaku untuk kaum tertentu, atau untuk bangsa tertentu, dan bukan untuk seluruh ummat manusia.
-          Orang yang mengikatkan pernyataan syahadatainnya dengan tafsir khusus yang pada hakekatnya mengingkari tauhidullah dalam hal sebagian sifat dan asma-Nya.
-          Orang yang mengikrarkan dua kalimat syahadat, akan tetapi bersamaan dengan itu dia mengingkari sebagian ayat Al-Qur’an, sekalipun hanya terhadap satu ayat, satu kata, atau satu huruf.
Dapat dipastikan bahwa syahadatain orang2 macam ini sama sekali tidak ada manfaatnya, karena bersamaan dengan pernyataan syahadatainnya itu dia telah mendustakan Al-Qur’an (Allah) atau As-Sunnah (Rasulullah). (Lihat Risalah Kasyfu Asy’Ilmiyyah As-Sa’udiyah, halaman 141-142)
 
Walaupun seseorang itu mentauhidkan Allah dan mengakui kerasulan Muhammad SAW, bisa saja syahadatainnya tidak membawa arti apa-apa baginya atau tidak sah, apabila di lain fihak dia meyakini bahwa kerasulan itu hanya berlaku untuk ummat (kaum) atau zaman saja. Syahadat seperti ini tidak cukup untuk menentukan identitas kemuslimannya, karena keyakinannya bahwa kerasulan Muhammad SAW itu bukan untuk ummat manusia seluruhnya. (Lihat Shahih Muslim, syarah Nawawi, Jilid I halaman 149; Syarah Sirul Kabir, jilid I halaman 150; Al-Mughni oleh Ibnu Qudamah, jilid IX halaman 223).
Para ulama sepakat bahwa orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat sudah cukup untuk memberikan kejelasan secara lahiriyah baginya sebagai Muslim, dan baginya berlaku hukum dunia yang berkaitan dengan seorang Muslim. Dan juga baginya cukup alasan untuk dimasukkan ke dalam neraka secara kekal. Yang termasuk hukum dunia sebagai Muslim tersebut misalnya dalam masalah perkawinan, shalat, dishalatkan apabila wafat, dan juga dimakamkan di pemakaman Islam (tentunya selama dia tidak melakukan perkara-perkara yang membatalkan iman).
Jika seseorang nifak (berlaku munafik), yaitu beramal dan berperilaku sebagai seorang Muslim hanya secara lahiriyah saja, sedangkan pada hakekatnya apa yang ada dalam hatinya tidaklah demikian, maka apabila yang tersembunyi dalam hatinya itu bukanlah perasaan yang menafikan iman maka tidaklah dia menjadi kafir. Namun sekiranya yang terdapat dalam hatinya adalah menafikan iman walaupun lidahnya mengikrarkannya, maka dia itu tidak beriman di sisi Allah SWT, tetapi di tengah-tengah kaum Muslimin dia tetap sebagai orang Islam, dan hendaknya kita tetap bermu’amalah dengannya selama dia tidak menampakkan kekufurannya. Masalah isi hati hanya Allah saja yang mengetahui. Tentang masalah ini Rasulullah SAW pernah berpaling dari Usamah bin Zaid ketika dia membunuh seseorang yang mengucapkan “Laa ilaaha ilallah”, karena mengabaikan ucapan lahiriyah itu.
Terhadap seseorang yang murtad dari Islam, maka baginya tidak patut lagi dihukumkan sebagai Muslim, kecuali jika ia membatalkan/membuangnya kembali apa-apa yang telah disangkalnya dari perkara-perkara iman dan bersyahadat lagi. Pendek kata murtad adalah kembali kafir setelah Islam. Ijma’  ulama menyatakan bahwa seseorang Muslim yang ingkar kepada apa-apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT berarti dia telah menjadi murtad; yaitu kufur setelah Islam, kecuali jika dia benar-benar jahil (bodoh). Namun jika sekiranya sudah diluruskan dan diberi argumen (hujjah) masih tetap saja ingkar, maka baginya patut dihukumkan kufur dan murtad.
 Jika murtadnya dengan sebab menyangkal iman kepada ke-Esa-an Allah dan atau risalah, maka berarti secara jelas dia telah mengingkari syahadatnya. Barangsiapa yang mengingkari kewajiban zakat misalnya, atau haramnya riba dan zina, maka dia itu tidak bisa lagi kembali kepada Islam kecualli jika dia mengikrarkan kembali syahadatnya dengan mengucapkan: Asyhadu an laa ilaaha illallah wa asyhadu anna muhammadar rasulullah, dan mengakui wajibnya suatu perintah atau haramnya suatu larangan Allah yang dilanggarnya tadi.
____________________




YANG MENGUATKAN
YANG MEMBATALKAN IMAN
KAJIAN RINCI DUA KALIMAH SYAHADAH
Dr. Muhammad Na’im Yasin






-----Perpus Pusat UII,  23 April 2012-----
10.30 WIB 

0 komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger