KAPAN SEORANG KAFIR ITU MENJADI MUKMIN
(Tata Cara Memasuki Dinullah ‘Azza wa Jalla)
Pembahasan sebelumnya sudah kita fahami
menganai Rukun-Rukun Iman. Maka barangsiap yang telah memahami rukun2 tersebut
dan membenarkannya, serta mngamalkan apa-apa yang menjadi ketentuan (kewajiban)
darinya dalam bentuk amal perbuatan, maka ia termasuk dari mereka yang oleh
Allah SWT diabadikan dalam ayat berikut:
“Itulah orang-orang yang beriman dengan
sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi
Rabb-nya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia”. (Al-Anfaal:
4)
Akan tetapi telah menjadi kehendak dan
kebijaksanaan Allah SWT, dimana untuk memberi kemudahan kepada hamba-hamba-Nya
dan memuliakan mereka, Dia telah menjadikan suatu kalimat (kalimat Tayyibah)
yang mana apabila kalimat tersebut teah diikrarkan oleh seorang hamba, maka
hamba tersebut terlindungi dalam iman walau pengikrarannya tanpa disertai
dengan pemahaman yang rinci (cukup pemahaman secara global tetapi
berangsur-angsur akan sampai kepada yang rinci). Jadi untuk sampai kepada iman,
terlebih dahulu seorang hamba harus menyatakan (ikrar) dengan hati dan lisan
mereka bahwa Allah SWT adalah Rabb mereka, sasaran pengabdian mereka (sebagai
Zat yang layak diibadahi dan hanya Dia yang berhak), dan mengakui bahwa tidak
ada satupun yang menyamai-Nya. Selain itu seorang hamba tersebut juga harus
mengakui bahwa Muhammad SAW adalah Rasul-Nya serta meyakini bahwa segala hal
yang datang kepadanya dari sisi Rabb-nya itu adalah benar dan haq, dan baginya
berkewajiban untuk beramal dengannya. Ya, itulah manifestasi dari Kalimat
Tayyibah (Laa ilaaha illallah, Muhammad Rasulullah). Tidak ada Ilah kecuali
Allah, dan Muhammad adalah Rasulullah.
Lalu apa alasannya seseorang bisa
dikategorikan beriman hanya dengan dua kalimat syahadah.?
Jawabannya adalah: iman itu ada dua macam,
yaitu iman mujmal (secara global)
dan iman mufassol (secara rinci).
Yang pertama adalah iman kepada Allah dan kepada segala hal yang datang kepada
Rasulullah SAW (dari-Nya) tanpa mengupas lebih dalam lagi tentang isi kandungan
dari hal-hal yang datang kepada Rasulullah tersebut. Jadi dia itu bersaksi
bahwa tidak ada ilah kecuali Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya,
dan persaksiannya ini cukup membenarkan segala hal yang datang kepada
Rasulullah SAW dan apa-apa yang menerangkan tentang rukun-rukun iman dan
rukun-rukun Islam, walaupun dia tidak memahaminya secara rinci.
Namun apabila seorang hamba telah menjalankan
kewajiban-kewajiban iman sebagai konsekuensi dari dua kalimat syahadat, atau
dengan kata lain beriman dan membenarkan segala apa yang datang kepada
Rasulullah SAW disertai dengan pemahaman rinci dalam bentuk amal perbuatan,
artinya dia telah mengimani dan mengamalkannya, maka dapatlah dikatakan iman
hamba tersebut lebih kuat dari yang pertama dan derajat keutamaannya pun lebih
agung di sisi Allah SWT. Itulah cerminan dari iman secara mufshil (rinci).
POKOK YANG MENENTUKAN
Yang menentukan kapan seorang hamba dikatakan
Muslim adalah ikrarnya (pernyataannya) secara ijmali terhadap perkara-perkara
iman, yang tak lain adalah “Mengikrarkan dua kalimat syahadat”; dan bukan ikrar
secara rinci pada setiap cabang-cabang iman dan Islam. Pernyataan ini telah
didukung oleh sejumlah hadits shahih yang menguatkan pengkategorian kepada iman
dan Islam bagi siapa yang telah menyatakan: Tiada ilah kecuali Allah dan
Muhammad itu utusan Allah”.
Peristiwa-peristiwa dan hadits2 terkait:
1.
Rasulullah
SAW bersabda;
“Aku
bersaksi bahwa tidak ada ilah kecuali Allah, dan bahwa aku adalah utusan Allah.
Dengan dua kalimat syahadat itu seorang hamba tidak dapat diragukan lagi bahwa
kelak (akan) menjumpai Allah dan tidak akan dihalangi untuk masuk surga”. (Shahih Muslim, syarah Nawawi, jilid I
halaman 226).
2.
Rasulullah
SAW bersabda;
“Barangsiapa
mati sedang dia dalam keyakinan bahwa tidak ada ilah selain Allah, maka dia
masuk surga”. (Shahih
Muslim, syarah Nawawi, jilid I halaman 218).
3.
Dari ‘Ubadah
bin Shamit ra., berkata; aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda:
“barangsiapa
yang bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah dan Muhammad utusan Allah, maka
Allah mengharamkan baginya masuk neraka”.
(Shahih Muslim, syarah Nawawi, jilid I halaman 229)
4.
Dan masih
banyak lagi hadits-hadits shahih, yang semuanya menunjukkan bahwa barang siapa
yang mati dalam keadaan bertauhid dan menjumpai Allah dengan membawa dua
kalimat syahadat, maka dia akan masuk surga, walaupun pada awalnya harus masuk
neraka terlebih dahulu untuk mempertanggungjawabkan kesalahan dan dosa karena
kemaksiatannya. Dia tidak kekal di dalamnya, dan pada akhirnya dia akan masuk
surga. (Lihat Shahih Muslim, syarah nawawi, jilid I halaman 218-240)
SUNNAH AMALIYAH DAN SIRAH YANG TELAH TERJADI
Di dalam sunnah amalliyah sirah
al-muthahharah, kita dapatkan bahwa Rasulullah SAW telah bersaksi dengan
ke-Islaman dan keimanan, bagi siapa yang menyatakan dua kalimat syahadat. Di
antara manusia yang mendapat kesaksian itu adalah:
1.
Sebagaimana
diriwayatkan oleh Muslim dan Malik di dalam kitabnya Al-Muwaththo’, dan Abu Daud serta Nasa’i dari Hadits Muawiyah bin
Hakam Assilmiy, bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada Jariyah ketika Mu’awiyah
bin hakam Assilmyi hendak melepaskannya dari kekufurannya. Sabdanya: “Di
manakah Allah’? jariyah menjawab: ‘Di langit’. Rasulullah bertanya lagi:
‘Siapakah aku ini’? Ia menjawab: ‘Engkau adalah Rasulullah’. Kemudian
Rasulullah bersabda: ‘Lepaskan kekufuranmu’”. (Al-Muwaththo’, halaman 485;
Nailul Author, jilid VII halaman 208)
2.
Diriwayatkan
oleh Abu Daud dan Nasa’i dari hadits Asy Syarid bin Suwaid Atstsaqafie, bahwa
Nabi SAW bersabda kepada Jariyah:
“Siapakah Rabb-mu?’ Ia menjawab:
‘Allah’. Kemudian Rasulullah bertanya lagi: ‘Siapakah aku ini?’ Ia menjawab:
‘Rasulullah’. Kemudian Rasulullah bersabda: ‘Lepaslah kekufuranmu dan engkau
(kini) adalah seorang Mukmin”. (Nailul Author, jilid VII halaman 208)
3.
Tentang
kisah Islamnya Abu Bakar ra., tersebut di dalam sirah bahwa (ketika itu) Abu
Bakar bertemu dengan Raulullah SAW seraya berkata kepada beliau:
“Apa yang lebih berhak bagi kaum
Quraisy katakan hai Muhammad? Siapa yang memperdayamu sehingga engkau
meninggalkan tuhan-tuhan kami, yang membuatmu bidih terhadap pikiran2 kami dan
nenek2 moyang kami, dan membuatmu ingkar kepada mereka?’ Rasulullah SAW
bersabda: “Betul, sesungguhnya aku ini Rasulullah dan nabi-Nya, dan menyeru
engkau hai Abu Bakar ke jalan Allah, satu-satunya ilah yang tiada sekutu
bagi-Nya, dan agar kamu tidak menyembah selain Dia, dan berlindung dengan
ketaatan kepada-Nya’. Kemudian beliau membacakan ayat Al-Qur’an untuknya. Maka
Islamlah Abu Bakar, kafirlah dia terhadap berhala2, dan baginya lepaslah
tandingan2 di sisi-Nya. Abu Bakar menyatakan ke-Islamannya dengan
sebenar-benarnya, ia meniti jalan yang lurus, dan sejak saat itu ia mulai
menjadi Mukmin yang benar dan jujur”. (Sirah Nabawiyyah, Ibnu Katsir, jilid I
halaman 433; Sirah Halawiyyah, jilid I halaman 444).
-
Perlu
dicatat bahwa apa yang diserukan oleh Rasulullah SAW kepada Abu bakar itu, pada
hakekatnya tiada lain kecuali dua kalimat syahadat.
4.
Dalam kisah
Islamnya Khalid bin Sa’id ra., disebutkan dalam sirah bahwa dia bertemu dengan
Rasulullah SAW dan bertanya:
“Hai Rasulullah, hai Muhammad,
apa gerangan yang kamu serukan?’ Rasulullah menjawab: ‘Aku menyeru engkau
kepada Allah satu-satunya, tak ada sekutu bagi-Nya, dan Muhammad itu hamba-Nya
dan utusan-nya. Lepaslah apa yang menjadi kebiasaanmu yaitu menyembah batu yang
tidak dapat memberi manfaat dan bahkan tidak mengetahui siapa yang menyembahnya
itu’!
Khalid berkata: ‘Maka sungguh aku
bersaksi bahwa engkau Rasulullah’. Rasulullah pun gembira dengan ke-islamannya
itu”. (Lihat Sirah Nabawiyyah, Ibnu Katsir, jilid I halaman 445)
5.
Dalam kisah
Islamnya Abu Dzar Al-Ghiffari, diceritakan bahwasanya ia berkata:
“Aku adalah
seperempat dari Islam, sebab sebelumku telah Islam tiga kelompok, dan akulah
yang termasuk kelompok ke empat. Aku mendatangi Rasulullah SAW, aku mengucapkan
Assalamu’alaika ya Rasulullah, aku bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah
dan Muhammad utusan Allah, dan seraya aku melihat senyum kegembiraan di wajah
beliau”. (Sirah Nabawiyyah, Ibnu Katsir, jilid I halaman 447).
Kisah Abu
Dzar yang barusan dipaparkan adalah sekedar cuplikan riwayat singkat. Kisah
yang lebih lengkap dapat disimak dari apa yang diriwayatkan Bukhari. Dalam
riwayat Al-Bukhari ini diceritakan bahwa setelah Abu Dzar menyatakan
ke-Islamannya, Rasulullah SAW berkata:
“Pulanglah
engkau ke kaummu, beritakan kepada mereka bagaimana kisahnya, sehingga
persoalanku datang kepadamu’, maka iapun berkata: ‘Demi yang mengutus engkau
dengan haq, pasti aku akan mengajak mereka dengan syahadah itu. Ia pun keluar
mendatangi masjid seraya menyeru dengan suara lantang: ‘Aku bersaksi bahwa
tidak ada ilah kecuali Allah dan bahwa Muhammad itu Rasulullah’. Kemudian kaum
itu bangkit seraya melempari Abu Dzar sehingga ia mengalami cedera pada tulang
rusuknya”. (Shahih Bukhari, Fathul Barii, jilid VII halaman 139; Hayatus
Shahabah, jilid I halaman 290).
Dari kisah
ini, semakin jelas dan gamblanglah bagi kita bahwa para sahabat masuk Islam
dengan mengucapkan dua kalimat syahadat.
6.
Tentang
kisah Islamnya Thufai bin ‘Amru Ad-Dausy ra., sirah telah menceritakan kepada
kita bahwa dia itu merupakan seorang yang terpandang (bangsawan) di wilayah
Daus. Dia seorang penyair yang berbakat di bidangnya dan namanya tidak asing
lagi di kalangan suku-suku. Suatu ketika dia berkeunjung ke Mekkah, dimana
Rasulullah SAW telah memulai dakwahnya. Kunjungannya kali ini sangat
dikhawatirkan oleh kaum Quraisy, kalau-kalau Thufail menemui beliau (Rasulullah
SAW) sehingga dapat mendengarkan ucapan-ucapan beliau dengan leluasa. Kemudian
Thufail berkata:
“Demi Allah, mereka selalu
menakut-nakuti aku dengan urusanmu, sehingga kututupi telingaku dengan kapas
agar tidak mendengar perkataanmu. Tetapi iradah Allah-lah yang menghendaki agar
aku mendengarnya, dan ternyata terdengarlah apa yang menjadi urusanmu itu
kepadaku dan aku berdiri di dekatnya.
Thufail berkata: ‘Aku telah
mendengarkan perkataan yang baik, dan dalam hatiku berbisik betapa malang nasib
ibuku kehilangan daku; Demi Allah, sesungguhnya aku ini orang yang cerdas dan
penyair, dan tentu saja mampu membedakan mana yang benar dan mana yang bathil.
Maka apa salahnya jika aku mau mendengarkan apa yang diucapkan laki-laki itu?
Jika yang dikemukakannya sesuatu yang baik tentu aku akan menerianya, dan jika
yang dikatakannya itu kejelekan tentu akan kutinggalkan’. Ia berkata lagi:
“Kutunggu sampai ia berpaling hendak ke rumahnya, lalu kuikuti dari belakang
hingga ia masuk rumah, dan setelah aku berdekatan dengannya kukatakan
kepadanya: “Hai Muhammad, kaummu telah menceritakan kepadaku berbagai hal
tentang dirimu! Demi Allah, mereka selau menakut-nakutiku terhadap urusanmu
hingga kututupi telingaku dengan kapas agar tidak mendengarkan perkataan2mu.
Kemudian hanya iradat Allah-lah sehingga aku berkeinginan untuk mendengar
perkataanmu, dan terdengarlah olehku ucapan yang baik, maka jika begitu
ucapkanlah apa yang menjadi urusanmu itu!’ Rasulpun lalu mengemukakan padaku
secara rinci perihal Dinul Islam dan dibacakannya beberapa ayat Al-Qur’an kepadaku.
Sungguh! Demi Allah, tak pernah kudengar satu ucapanpun yang lebih baik dari
itu, atau urusan yang lebih benar dari itu!’ Dan Thufail berkata lagi: ‘Lalu
masuklah aku ke dalam Islam, dan kuucapkan syahadat yang haq”. (Lihat Sirah
Ibnu Hisyam, jilid I halaman 408)
-
Syahadat
yang haq itu, tiada lain adalah kesaksian tidak ada ilah kecuali Allah dan
Muhammad itu utusan Allah, sebagaimana ahli tafsir menjelaskannya.
7.
Tentang
kisah Islamnya Khalid bin Walid, sirah telah menceritakan kepada kita bahwa
pada mulanya dia datang menemui Rasulullah SAW di madinah. Dia menginginkan ada
seseorang yang menemaninya dalam perjalanannya itu, lalu dia menjumpai Utsman
bin Thalhah. Khalid berkisah:
-
“Aku
ceritakan maksudku kepadanya dan iapun menyetujuinya. Kemudian kami berangkat
bersama-sama menuju Madinah di awal hari bulan Syafar tahun 8 H’. kemudian
Khalid melanjutkan kisahnya: ‘Ketika aku telah dekat dengan Nabi SAW, aku
segera ucapkan salam kenabiannya, dan nabi pun menjawab salamku dengan muka
ceria. Dan selanjutnya aku pun masuk Islam dengan mengucapkan syahadatul haq:
Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah kecuali Allah dan Muhammad utusan Allah’.
-
Kemudian
Rasulullah SAW bersabda: ‘Segala puji hanyalah untuk Allah, yang telah memberi
petunjuk kepadamu, sungguh aku telah mengetahui bahwa anda mempunyai akal yang
brilian, dan aku berharap kelebihan anda itu hanya akan menuntun anda kepada
jalan kebenaran”. (Lihat Sirah Nabawiyyah, Ibnu Katsir, jilid II halaman 520).
Tidak ada perbedaan di antara ulama bahwa
mengucapkan dua kalimat syahadat dan membenarkannyapun tidak menjamin seseorang
luput dari siksa api neraka walau ia tidak kekal di dalamnya, karena kalau
tindakan hanya sebatas ikrar itu saja berarti dia hanya sampai kepada pintu
gerbang Islam dan Iman. Jika seseorang tidak
menjauhkan dirinya dari hal-hal yang membatalkan kedua-duanya atau
membatalkan salah satu dari kalimat tersebut maka seseorang itu belum bisa dihukumkan sebagai beriman.
Contoh-contoh dari orang yang diklarifikasi dalam golongan ini adalah:
-
Orang yang
menyatakan bahwasanya tidak ada ilah kecuali Allah dan bahwa Muhammad itu
utusan Allah, akan tetapi dia tidak mengenal kewajiban zakat dan haji, atau
tidak mengenal haramnya zina atau riba atau pembunuhan dan lain2 hukum Islam
yang telah diberitakan dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW.
-
Orang yang
mengakui kebenaran risalah Muhammad SAW, tetapi dia meyakini bahwa risalah itu
hanya berlaku untuk kaum tertentu, atau untuk bangsa tertentu, dan bukan untuk
seluruh ummat manusia.
-
Orang yang
mengikatkan pernyataan syahadatainnya dengan tafsir khusus yang pada hakekatnya
mengingkari tauhidullah dalam hal sebagian sifat dan asma-Nya.
-
Orang yang
mengikrarkan dua kalimat syahadat, akan tetapi bersamaan dengan itu dia
mengingkari sebagian ayat Al-Qur’an, sekalipun hanya terhadap satu ayat, satu
kata, atau satu huruf.
Dapat dipastikan bahwa syahadatain orang2
macam ini sama sekali tidak ada manfaatnya, karena bersamaan dengan pernyataan
syahadatainnya itu dia telah mendustakan Al-Qur’an (Allah) atau As-Sunnah
(Rasulullah). (Lihat Risalah Kasyfu Asy’Ilmiyyah As-Sa’udiyah, halaman 141-142)
Walaupun seseorang itu mentauhidkan Allah dan
mengakui kerasulan Muhammad SAW, bisa saja syahadatainnya tidak membawa arti
apa-apa baginya atau tidak sah, apabila di lain fihak dia meyakini bahwa
kerasulan itu hanya berlaku untuk ummat (kaum) atau zaman saja. Syahadat
seperti ini tidak cukup untuk menentukan identitas kemuslimannya, karena
keyakinannya bahwa kerasulan Muhammad SAW itu bukan untuk ummat manusia
seluruhnya. (Lihat Shahih Muslim, syarah Nawawi, Jilid I halaman 149; Syarah
Sirul Kabir, jilid I halaman 150; Al-Mughni oleh Ibnu Qudamah, jilid IX halaman
223).
Para ulama sepakat bahwa orang yang
mengucapkan dua kalimat syahadat sudah cukup untuk memberikan kejelasan secara
lahiriyah baginya sebagai Muslim, dan baginya berlaku hukum dunia yang
berkaitan dengan seorang Muslim. Dan juga baginya cukup alasan untuk dimasukkan
ke dalam neraka secara kekal. Yang termasuk hukum dunia sebagai Muslim tersebut
misalnya dalam masalah perkawinan, shalat, dishalatkan apabila wafat, dan juga
dimakamkan di pemakaman Islam (tentunya selama dia tidak melakukan
perkara-perkara yang membatalkan iman).
Jika seseorang nifak (berlaku munafik), yaitu
beramal dan berperilaku sebagai seorang Muslim hanya secara lahiriyah saja, sedangkan pada hakekatnya apa yang ada
dalam hatinya tidaklah demikian, maka apabila yang tersembunyi dalam hatinya
itu bukanlah perasaan yang menafikan iman maka tidaklah dia menjadi kafir.
Namun sekiranya yang terdapat dalam hatinya adalah menafikan iman walaupun lidahnya mengikrarkannya, maka dia itu
tidak beriman di sisi Allah SWT, tetapi di tengah-tengah kaum Muslimin dia
tetap sebagai orang Islam, dan hendaknya kita tetap bermu’amalah dengannya
selama dia tidak menampakkan kekufurannya. Masalah isi hati hanya Allah saja
yang mengetahui. Tentang masalah ini Rasulullah SAW pernah berpaling dari
Usamah bin Zaid ketika dia membunuh seseorang yang mengucapkan “Laa ilaaha
ilallah”, karena mengabaikan ucapan lahiriyah itu.
Terhadap seseorang yang murtad dari Islam,
maka baginya tidak patut lagi dihukumkan sebagai Muslim, kecuali jika ia
membatalkan/membuangnya kembali apa-apa yang telah disangkalnya dari
perkara-perkara iman dan bersyahadat lagi. Pendek kata murtad adalah kembali
kafir setelah Islam. Ijma’ ulama
menyatakan bahwa seseorang Muslim yang ingkar kepada apa-apa yang telah
ditetapkan oleh Allah SWT berarti dia telah menjadi murtad; yaitu kufur setelah
Islam, kecuali jika dia benar-benar jahil (bodoh). Namun jika sekiranya sudah
diluruskan dan diberi argumen (hujjah) masih tetap saja ingkar, maka baginya
patut dihukumkan kufur dan murtad.
Jika
murtadnya dengan sebab menyangkal iman kepada ke-Esa-an Allah dan atau risalah,
maka berarti secara jelas dia telah mengingkari syahadatnya. Barangsiapa yang
mengingkari kewajiban zakat misalnya, atau haramnya riba dan zina, maka dia itu
tidak bisa lagi kembali kepada Islam kecualli jika dia mengikrarkan kembali
syahadatnya dengan mengucapkan: Asyhadu an laa ilaaha illallah wa asyhadu anna
muhammadar rasulullah, dan mengakui wajibnya suatu perintah atau haramnya suatu
larangan Allah yang dilanggarnya tadi.
____________________
YANG MENGUATKAN
YANG MEMBATALKAN IMAN
KAJIAN RINCI DUA KALIMAH SYAHADAH
Dr.
Muhammad Na’im Yasin
-----Perpus Pusat UII, 23 April 2012-----
10.30 WIB
0 komentar:
Posting Komentar