Rabu, 18 April 2012

RUKUN IMAN part3

Posted by Nis |


PASAL KETIGA
IMAN KEPADA PARA NABI DAN RASUL


Maknanya:
Beriman kepada semua Rasulullah dan nabi-Nya yang disebutkan dalam Kitab Allah SWT, dan beriman bahwa Allah telah mengutus para rasul dengan tugas yang sama, dan para nabi yang tidak diketahui jumlahnya serta nama-namanya secara pasti, kecuali oleh Allah sendiri yang mengutus mereka itu.
Allah SWT berfirman:
Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak dapat bagi seorang rasul membawa suatu mukjizat, melainkan dengan seizin Allah; maka apabila telah datang perintah Allah, diputuskan (semua perkara) dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil (Al-Mu’min: 78)


PARA NABI DAN RASUL YANG TERSEBUT DALAM AL-QUR’AN
Jumlah nabi dan rasul yang tersebut dalam Kitabullah sebanyak 25 orang, dan mereka itu adalah: Adam, Nuh, Idris, Shalih, Ibrahim, Hud, Luth, Yunus, Ismail, Ishaq, Ya’kub, Yusuf, Ayyub, Ilyas, Yahya, Isa, dan Muhammad.. semoga Allah memberikan shalawat dan keselamatan kepada mereka semua.
Di dalam suatu ayat Al-Qur’an telah disebutkan nama-nama dari 18 Nabi dan Rasul, sebagaimana yang difirmankan dalam ayat berikut:
Dan itulah hujah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. Dan Kami telah menganugerahkan Ishak dan Yakub kepadanya. Kepada keduanya masing-masing telah Kami beri petunjuk; dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk, dan kepada sebahagian dari keturunannya (Nuh) yaitu Daud, Sulaiman, Ayub, Yusuf, Musa dan Harun. Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik, dan Zakaria, Yahya, Isa dan Ilyas. Semuanya termasuk orang-orang yang saleh. dan Ismail, Alyasa, Yunus dan Lut. Masing-masingnya Kami lebihkan derajatnya di atas umat (di masanya),”. (Al-An’am: 83-86)
Kemudian di dalam ayat-ayat yang lain disebutkan nama-nama nabi dan rasul lainnya, seperti yang tersebut dalam ayat-ayat berikut:
“Dan kepada kaum Ad (Kami utus) saudara mereka, Hud.” (Al-A’raaf 65; Hud 50)
“Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Saleh.” (Al-A’raaf 73; Huud 61)
“Dan kepada (penduduk) Mad-yan (Kami utus) saudara mereka, Syuaib.” (Al-A’raaf 85; Huud 84)
“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing),” (Al-‘Imran 33)
Adapun terhadap nabi-nabi dan rasul-rasul yang belum diceritakan Al-Qur’an kepada kita, kita diperintahkan (diwajibkan) untuk mengimaninya secara ijmali (global). Bukan hak kita untuk memberikan risalah atau nubuwwah kepada salah seorang dari ummat manusia selama Al-Qur’an tidak menyebutkan orang tersebut di dalam hitungan para nabi dan rasul, dan Rasulullah SAW pun tidak mengabarkan kepada kita.
         Ulul Azmi Minarrusul
‘Ulul ‘Azmi minarrusul, sebagaimana disebutkan oleh sebagian besar ulama, ada lima, yaitu: Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad. Bagi mereka itulah sebaik-baik (seutama-utamanya) shalawat dan salam. (Lihat Syarah Aqidah Thahawiyah, halaman 349)
Allah SWT berfirman:
Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri), dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putera Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh,” (Al-Ahzaab 7)

KEWAJIBAN KITA SEHUBUNGAN DENGAN IMAN PADA RASUL
1.       Wajib bagi kita untuk membenarkan (tashdiq) semua rasul-rasul Allah dengan tidak membeda-bedakan satu dengan lainnya, setelah kita beriman kepada mereka dan kepada risalah mereka. Dan barangsiapa yang membedakan dalam bersikap terhadap rasul-rasul Allah, misalnya dengan mengingkari sebagian dan mengimani sebagian lainnya, atau mendustakan sebagian dan membenarkan sebagian lainnya, maka dia itu termasuk dalam golongan orang-orang kafir.
2.       Kita juga diwajibkan untuk meyakini (mengimani) bahwa seluruh rasul diutus oleh Allah untuk melaksanakan amanat-Nya, yakni untuk menyampaikan risalah-Nya dalam ujudnya yang sempurna (tidak ditambah, dikurangi, atau dirubah), dan mereka itu menyampaikan dengan penjelasan yang tegas, gamblang, dan menyeluruh.
3.       Diwajibkan juga atas kita untuk mengimani bahwa semua rasul-rasul Allah berjenis kelamin laki-laki dan berasal dari mahluk manusia sendiri. Mereka bukan dari golongan malaikat, dan sama sekali Allah tidak pernah mengutus seorang rasul dari jenis perempuan.
Kita harus beriman bahwa para rasul tidak mempunyai kekuasaan sedikitpun terhadap kekhususan-kekhususan uluhiyyah, ilmunya tidak mampu untuk menguasai alam, sama sekali tidak berkuasa untuk mendatangkan manfaat atau mudharat, dan sama sekali tidak kuasa mengetahui hal-hal ghaib kecuali jika Allah SWT (yang dari Allah SWT tentang mereka) telah memberitakan kepadanya.
Kita juga wajib mengimani bahwa seutama-seutamanya kelebihan dan seutama-seutamanya akhlak dari sebagian mereka terhadap sebagian yang lain adalah menunjukkan kemutlakan bagi nabi kita Muhammad bin Abdullah SAW. Hal ini sesuai dengan pendapat para ulama salaf, yang telah menafsirkan bahwa yang dimaksudkan oleh firman Allah SWT: “dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat” adalah Muhammad SAW. (Lihat Tafsir Ath-Thabari, jilid V, hal 378)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Aku adalah penghulu (sayyid) anak cucu Adam di hari kiamat, dan yang paling pertama keluar dari kubur, pertama yang memberi syafaat, dan orang pertama yang diterima syafaatnya”. (HR Muslim, Syarah Nawawi, jilid XV, hal. 37-38)

IMAN KEPADA MUHAMMAD SAW
Wajib bagi kita untuk mendahulukan cinta kepada Rasulullah SAW dari pada cinta kita kepada orang tua, anak, dan nafsu.
Dari Anas ra., Rasulullah SAW bersabda:
“Tidaklah (sempurna) iman seseorang di antara kalian hingga menjadikan cinta kepadaku melebihi cinta-nya kepada orang tuanya, anaknya, dan seluruh manusia.” (HR Bukhari, Shahih Bukhari, jilid I, hal.39; Shahih Muslim, Syarah nawawi jilid II, hal.15)
Kita juga wajib mengimani bahwa Allah SWT telah memberi kekuatan kepada beliau dalam bentuk mukjizat-mukjizat indrawi (yang bersifat ilmiah), sebagaimana tersebut dalam hadits-hadits shahih. Contoh mukjizat seperti ini antara lain: terbelahnya bulan, tunduknya batu kepada beliau, memancarnya air dari sela-sela jari beliau, membuat makanan yang sedikit dapat mencukupi hajat orang banyak dan mengenyangkan mereka, bisa terhindar dari batu besar yang hendak dijatuhkan tepat di atas beliau oleh Abu Jahal, beliau taburi wajah kaum kafir musyrik tanpa mereka sadar (ketika merka mengepung Rasulullah SAW disekeliling kediaman beliau pada saat menjelang hijrah), diijabahi (dikabul) do’anya oleh Allah SWT, terlindung dari bahaya pembunuhan, dan lain-lain.
Allah SWT telah menaungi diri beliau dengan sifat-sifat mulia dan akhlak yang rabbani (akhlaq rabbaniyyah) sejak usia muda hingga akhir hayatnya. Beliau senantiasa istiqamah dalam sifat dan akhlak tersebut, tidak pernah bergeser atau berubah.
Banyak pakar, baik dari kalangan mukmin maupun kafir, semuanya menunjukkan sikap membenarkan kerasulan beliau; karena mereka mengenali benar akhlak, kejujuran, serta keharuman perlaku beliau. Sebagai contoh; sikap raja Romawi, Heraclius, ketika dia mendapat surat dari beliau untuk masuk Islam. Peristiwa tersebut terjadi pada saat dilangsungkannya perjanjian Hudaibiyyah antara pihak Muhammad dengan Quraisy pimpinan Abu Sofyan bin Harb (tahun 6 H), sehingga utusan Nabi dapat dengan aman mengadakan perjalanan. Surat Rasulullah SAW tersebut dibawa oleh Dihyah Alkalbi, diberikan kepada Gubernur Bashra, untuk selanjutnya diasmpaikan kepada Kaisar Heraclius.
Sesampainya surat tersebut, Heraclius bertanya kepada ajudannya: “Apakah di eilayan ini ada kaum dari orang yang menjadi nabi ini?”
Jawab ajudannya : “ya, ada”.
Pada saat itu Abu Sofyan sedang berada di sana juga untuk menghadap Kaisar Heraclius dalam rangka meng”counter” surat-surat yang dikirim Rasulullah SAW. Lalu Abu Sofyan dan rombongannya dipanggil menghadap Kaisar Heracius. Serita Abu Sofyan:
Heraclius berkata: “Siapakah di antara Anda yang terdekat nasabnya dengan orang yang mengaku sebagai nabi.?
Abu Sofyan menjawab : “Saya”.
Lalu dia didudukkan di muka dan anggota rombongan lainnya di belakangnya.
Kemudian Heraclius memanggil juru bahasanya seraya bertanya: “Berkatalah kepada mereka bahwa aku akan bertanya pada orang ini tentang orang yang mengaku sebagai nabi itu, maka jika dia berdista dalam jawabannya hendaklah kalian (anggota rombongan lainnya) mendustakannya”.
Abu Sofyan berkata: “Demi Allah, seandainya tidak khawatir kedustaanku terceritakan, niscaya aku akan berdusta”.
Ia (Heraclius) berkata kepada juru bahasanya: “Tanyakan kepada orang ini tentang kebangsawanannya (Muhammad)”.
Abu Sofyan menjawab: “Beliau seorang bangsawan”.
Lalu ditanya : “Apakah ada dari kakek-kakeknya yang menjadi raja?.
Jawab Abu Sofyan : “Tidak”.
Ditanya : “Apakah Anda dulu menganggap dia sebagai seorang pendusta sebelum dia mengaku sebagai nabi?”.
Jawab : “Tidak”.
Tanya : “Para pengikutnya terdiri dari orang-orang terkemuka ataukah hanya terdiri dari orang-orang awam./”
Jawab : “Orang-orang awam (biasa)”.
Tanya : “Apakah pengikutnya setiap hari bertambah atau justru malah berkurang?”
Jawab : “Bertambah”.
Tanya : “Di antara pengikutnya, apakah ada yang murtad, yang kemurtadannya itu disebabkan karena kebenciannya kepada sang nabi?”
Jawab : “Tidak ada”.
Tanya : “Apakah Anda pernah memeranginya ?”
Jawab : “Ya”.
Lalu bagaimana hasilnya?
Jawab : “Di antara kami dan pihak dia silih berganti dalam merebut kemenangan dan menerima kekalahan”.
Lalu apakah dia mengalami cedera ?
Jawab “Tidak. Tetapi kini kami belum tahu apa yang akan dilakukannya”.
Cerita Abu Sofyan : “Demi Allah. Aku tidak dapat memasukkah kalimat untuk meragukan raja kecuali ini”.
Lalu ditanya : “Apakah ada seorang yang mengaku menjadi nabi sebelumnya ?”
Jawabnya : “Tidak”.
Kemudian Kaisar berkata kepada juru bahasanya: “Katakan kepadanya! ‘Aku tanyakan padamu perihal nasab Muhammad’, maka jawab Anda: “Ia adalah dari turunan bangsawan’. Memang begitulah rasul-rasul dahulu yang pernah diutus Allah. Mereka juga dari turunan bangsawan dari kaumnya”.
“Aku tanyakan pada Anda perihal pernah ada dan tidak adanya seseorang dari kaum Anda yang mengaku sebagai nabi sebelumnya, maka jawab Anda: ‘Tidak’. Jika ada, pasti Muhammad itu hanya meniru perkataan mereka saja”.
“Aku tanyakan pada Anda perihal ada tidaknya di antara nenek moyangnya yang pernah jadi raja, Anda jawab: ‘Tidak ada’. Kalau ada, berarti pengakuan Muhammad hanya untuk menunutu tahta kerajaan nenek moyangnya itu’.
“Aku tanyakan perihal suka tidaknya dia berdusta, Anda jawab: ‘Tidak pernah’. Kini aku tahu, sesama manusia saja tidak pernah berdusta, apalagi terhadap Allah ?”.
“Aku tanyakan, apakah pengikutnya kebanyakan dari kalangan terpandang, Anda jawab: “Tidak, hanya orang –orang biasa’. Memang, para pengikut awal rasul-rasul terdahulu juga dari kalangan orang-orang biasa”.
“Aku tanyakan, apakah pengikutnya kian bertambah, Anda jawab: ‘Selalu bertambah’. Memang dimikianlah, karena iman itu senantiasa maju menuju kesempurnaan”.
“Aku tanyakan, apakah ada pengikutnya yang murtad, Anda jawab: ‘Tidak ada’. Memang demikianlah, jika iman telah masuk ke dalam hati seseorang maka orang tersebut tidak akan lagi membenci kebenaran”.
“Aku tanyakan, perihal apa yang dia ajarkan kepada Anda, Anda jawab: ‘Ia menyuruh menyembah Allah dan melarang mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Melarang menyembah berhala, dan menyuruh mengerjakan shalat, serta berakhlak mulia’. Andaikan seluruh keterangan Anda itu benar, pasti Muhammad kelak akan memerintah di tanah tempat kedua telapak kakiku berdiri. Sesungguhnya aku telah mengetahui bahwa dia (nabi baru) akan lahir tetapi aku tidak mengira bahwa dia lahir dari antara Anda (Bangsa Arab).
Lebih lanjut Heraclius berkata ; “Sekiranya aku tahu akan dapat sampai kepada Muhammad niscaya dengan susah payah aku akan datang menemuinya. Dan jika aku sudah berada di dekatnya akan kubasuh kedua telapak kakinya...”. (HR Bukhari, Fathul Barii, jilid I, hal 26-31)



­_____________


YANG MENGUATKAN
YANG MEMBATALKAN IMAN
KAJIAN RINCI DUA KALIMAH SYAHADAH
Dr. Muhammad Na’im Yasin

0 komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger