Rabu, 30 Desember 2015

FILOSOFI KAKTUS_Bunga istimewa teruntuk yang istimewa. *Rini Eka Febriani.

Posted by Nis |

Bismillah.


Rasulullah pernah bersabda:

تَهَادُوْا تَحَابُّوْا

Saling menghadiahilah kalian niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 594, dihasankan Al-Imam Al-Albani t dalam Irwa`ul Ghalil no. 1601) sumber

Mungkin rasanya judul di atas agak lebay dan alay. Hmm itu pun tadi sudah Mbak edit Rin,, sebelumnya ada kata ‘di hatiku’ setelahnya kata istimewa. Jadinya awalnya begini, ‘bunga istimewa teruntuk yang istimewa di hatiku. Hahhhayyy. #jangan ketawa  Rin,, mbak serius inih. :D

Kaktus mini.   via: http://www.teruskan.com/37859/tips-dan-cara-budidaya-kaktus-mini.html


Hhhmmmm pastinya kau bertanya-tanya,, apaan nih.??

Bukan mawar merah merona yang sudah terkenal sebagai tanda cinta, ataupun edelweis yang katanya tanda keabadian rasa. Yang Mbak berikan ini lebih spesial dan lebih eksklusif Rin. Ya,, ini adalah kaktus. Apa? Kaktus gak romantis.?? Hhmm jangan salah.. ada banyak makna dibalik tumbuhan berduri ini. Mbak akan menguraikannya kepadamu Rin. Coba disimak ya.

Kaktus, tidak memerlukan banyak perhatian untuk merawatnya. Tidak harus setiap hari dan setiap saat kau perlu mengeceknya, menyiramnya, memberikan pupuk, dll. Kaktus sanggup bertahan meskipun hanya kau siram sebulan sekali, atau bahkan hanya dengan mengandalkan tetesan embun di pagi hari. Jiwa struggling-nya luar biasa. Ah, ini sepertimu Rin Meskipun tak banyak perhatian tertuju padamu, namun kau tetap tumbuh, menjadikanmu mandiri dalam segala hal. Kau tak mau banyak bergantung pada orang lain. Percaya pada kemampuan sendiri adalah prinsip hidupmu. ‘Jika orang lain bisa, aku juga bisa.!’. Tidak seperti bunga lain yang bila tak diperhatikan sebentar, tak disiram beberapa hari, sudah merasa putus asa, kemudian layu dan ahirnya mati. Hmm.. kau spesial Rin.


Aku bisa!.   via: https://furihanifahzanuardi.wordpress.com


Kaktus, akarnya panjang, menghujam ke bumi, kategori tanaman berakar tunggang. Menjadikannya kuat, tak mudah goyah oleh kencangnya angin yang menerpa. Kaktus ini disebut juga sebagai tanaman gurun. Mampu bertahan hidup dalam keterbatasan air. Nah, dalam keterbatasan air inilah, dia tak berdiam diri menunggu cucuran air, atau sekedar ke samping2 yang jelas saja ia tak mungkin juga mendapatkan air #air meresap ke bawah bukan ke samping. Tanpa putus asa ditembusnya tanah hingga semampu akarnya. Terus tak pernah lelah. Perjuangannya inilah yang menyebabkannya kuat. Dicabut pun akan susah. Seperti halnya kau Rin, tak mudah menyerah pada masalah2 yang mengeroyokmu. Kau tetap kuat. Strongggg!

Strong.!  via: http://www.memecenter.com/fun/344423/stay-strong-my-friends


Kaktus, dia realisasi pepatah ‘don’t judge everithyng from the cover’. Jangan remehkan sesuatu hanya dengan melihat tampilan luarnya. Mungkin orang ada yang tidak tertarik melihat bentuk atau duri-duri kaktus. Namun pada waktunya, ia akan menampakkan bunganya yang tak kalah indah dari mawar atau yang lainnya. Dan waktu yang dibutuhkan hingga ia menampakkan bunganya pun memang cukup lama, ini mengajarkan kepada kita tentang sifat ‘sabar’ yang harus kita punya. Ah, mungkin sering kita berkecil hati dengan bagaimana orang memandang, tapi tetaplah tegak, tetaplah sabar. Pada saatnya nanti, mereka akan menyadari, kualitasmu tak kalah dengan mawar yang kebanyakan mereka suka, bahkan lebih istimewa.


Perhatikan.!  via: https://fathonymuhammad.wordpress.com


Kaktus, meskipun luarannya kasar dan berduri, namun di dalamnya tersimpan sumber kehidupan, hmm air yang menyejukkan. Tak jarang, kaktus ini menjadi tumbuhan yang sangat bermanfaat bagi kafilah2 pada zaman dahulu, yang kehabisan bekal, kehausan, cairan yang tersimpan di dalam batang kaktus menjadi pengobatnya. Ya, meskipun di luar kau nampak garang Rin, tetap saja hatimu bak mutiara, penuh dengan cinta. #Ceilah...


Banyak cinta.  via: http://komikline.com/tag/meme-tentang-cinta/page/6/ 


Kaktus memodifikasi daunnya menjadi duri, salah satu caranya untuk menyesuaikan diri agar tak banyak penguapan terjadi. Di samping itu, daun berbentuk duri ini juga berfungsi sebagai perlindungan diri, biyar tak dipegang2 sembarangan oleh orang2 yang iseng atau yang suka sekedar main hati. #lhoh.? Itulah dirimu Rin, memodifikasi kelemahanmu menjadi kelebihan, menjadi ciri khas yang berkarakter dan berkepribadian tangguh. You are survivor..!


Baiklah rin, penjabaran kaktusnya mbak sudahi sampai di sini saja. Lama-lama mbak kayak kaktus ntar,. :D. Mungkin masih banyak lagi keunikan kaktus yang mungkin juga seunik dirimu Rin, yang mbak ndak bisa tuliskan di sini semuanya.

Di hari spesial nan bersejarah dalam hidupmu, salah satunya wisuda di tahun ini, Mbak ndak bisa mendampingimu, mengucapkan ‘barokallah...’ sambil memelukmu, menggenggam tanganmu sambil beriring  berjalan dari asrama ke Kahar. Sebenarnya mbak juga pengin ada di sana, menyambutmu saat upacara selesai, menjadi bagian dari moment istimewamu... Namun jarak masih berlaga memisah kita berdua.


Hakekat teman.   via: https://ayurizkiyaniucha.wordpress.com


Tulisan ini sudah menjadi naskah sejak sebelum mbak kirim kaktus itu Rin. Telat upload. Sekian, wassalam.
:D









-------Jakarta, 30 Desember 2015------- 
menanti dzuhur

Selasa, 08 Desember 2015

Cek NIAT MENIKAH, sudah BENAR-kah?

Posted by Nis |

Bismillah...
Segala pujian milik Allah Ta’ala.

Sebuah buku luarrrrr biasa, -semoga penulisnya senantiasa dirahmati Allah- yang isinya sangat mak nyuussss buangettt. Atas izin Allah Ta’ala sampailah ke tangan  saya buku tersebut, yang sungguh menginspirasi, menyejukkan hati –buat yang merasa sudah jadi jomblo sejati, wkwkwk- ilmu tentang bagaimana prosesnya menjemput jodoh yang baik dan benar. Ahhayyyy ini cocok sekali untuk kita yang sekian lama merana memikirkan yang namanya pernikahan. #kita.?? Lu aja kali... :D

Ayolah... Merasa sudah tahu ilmunya itu tidak baik untuk kesehatan hati dan jiwa. Terus gali dan kaji setiap ilmu dan informasi yang menunjang kita untuk memperbaiki diri lebih dan lebih lagi. Nah, setelah mendapatkan ilmu tadi, afdholnya adalah kita berbagi. Semoga dinilai ibadah di sisi Illahi Rabbi. Ingat dong sabda Nabi, “sampaikanlah walaupun satu ayat..”

Baiklah, tidak perlu berlama-lama silakan dinikmatin saja bagaimana isinya.. :D


Sudah siap.  via: http://sikotak.tumblr.com/



----------------------------------


CEK NIAT MENIKAH, SUDAH BENARKAH?




“Jodoh itu tak seperti jelangkung. Kedatangannya harus dijemput, proses bertemu dengannya harus diikhtiarkan, dan gelar jodohnya pun harus diperjuangkan.”
--Canun & Fu

“Di saat hati telah merasa siap untuk menikah, tetapi belum jua Allah pertemukan dengan jodohnya, sedangkan waktu terus bergulir menambah usia, inilah saatnya untuk bermuhasabah; sudahkah diri sebenar-benarnya ‘layak’ di mata Allah untuk menyempurnakan separuh agama?”

Segala hal yang dilakukan berawal dari niat, bahkan segala hal yang dilakukan pun dinilai dari niat. Bisa terlaksana karena ada sebuah niat, yang meskipun wujudnya abstrak tak terlihat, pasti ada. Entah disadari langsung atau tidak, meskipun hanya diri kita dan Tuhan yang tahu. Nah, justru karena hanya diri kita dan Tuhan yang tahu, sering kali niat ini tersepelekan, teracuhkan, tak terhiraukan. Bahkan, sering kali kita lupa cek dan ricek apa niat dalam hati kita yang sebenarnya ketika melakukan segala amal perbuatan kita, termasuk menikah.

Ditanya soal “Apa niat menikahmu?” tentu banyak yang akan menjawab, “niat ibadah”, “melaksanakan Sunnah Rasul”, “Karena Allah”, “Mempunyai keturunan”, dan jawaban-jawaban lainnya, yang mohon maaf, adalah jawaban-jawaban umum, atau bisa dibilang klise. Alhamdulillah, bila memang jawaban2 tersebut adalah niat Anda yang sesungguhnya untuk menikah, lantas bila tidak? Maksudnya? Oke, mari kita cek beberapa fenomena berikut ini, resapi betul dan tanyakan kepada hati Anda, adakah hal tersebut juga terjadi pada diri Anda? Let’s see...





Tidakkah Anda terlalu merasa BOSAN hidup sendiri?
Yakinkah niat menikah Anda benar-benar karena ingin menyempurnakan separuh agama? Bukan karena Anda sudah terlalu jengah akan kehidupan? Bukan karena Anda sudah merasa terlalu lelah melakukan segalanya sendirian? Bukan karena itu semuakah? Lalu, bila memang semua alasan itu benar2 ada di benak Anda, salahkah?

Jenuh.  via: http://elfian-psy.blogspot.co.id/2013/06/mengatasi-rasa-jenuh-bosan-dan.html


Tentu tidak sepenuhnya salah, tetapi kurang tepat. Kurang baik untuk Anda jadikan alasan, karena secara tidak langsung, unconsciously bersemayam dalam pikiran juga hati. Merasa ingin seperti orang lain yang sudah memiliki ia yang bisa mencintai dan dicintai, itu adalah hal yang wajar, wajar banget malah. Namun, saat keinginan tersebut hanyalah “selimut” bagi alasan Anda sebenarnya yang sudah BOSAN dalam kesendirian, Anda harus hati2. Jangan2 Anda memang belum pantas untuk menikah karena hal tersebut yang masih mengganjal “kepantasan” Anda.

Jangan2 Anda memang hanya ingin “dicintai”, tapi belum siap mencintai. Jangan2 Anda hanya siap “menuntut”, tapi belum siap “menuntun”. Jangan2 Anda hanya ingin tempat bersandar yang nyaman, tapi belum siap untuk menjadi tempat ternyaman bagi pasangan. Jangan2 juga Anda hanya siap untuk “dibahagiakan”, tapi belum memiliki mental “membahagiakan”. Jangan2 apa lagi, ya? Yuk, programming ulang! Pastikan niat menikah Anda bukan karena sudah BOSAN hidup sendiri, namun benar2 siap untuk “memiliki dan dimiliki” pasangan.





Tidakkah Anda sebenarnya ingin “kabur” dari rumah?


Kabur dari penjara hatimu. :D   via: http://jurnalintelijen.id/news-53347


Yakinkah niat Anda benar2 karena ingin lebih khusyuk dalam beribadah? Bukan karena Anda sudah tidak nyaman berada di rumah orangtua? Bukan karena Anda sudah ingin “lepas” dari bayang2 keluarga Anda? Bukan karena Anda ingin menghilang dari ketidakkondusifan rumah untuk menciptakan “dunia baru”? bukan karena itu semuakah? Lalu, kalau alasannya karena semua hal tersebut, memangnya salah?

Baiklah, biar Anda yang menyimpulkan jawabannya sendiri. Begini, dengan menikah tentu kita akan menciptakan sebuah “rumah” baru, keluarga baru yang kita rintis. Yang awalnya terdiri dari diri kita dan pasangan, kemudian ada anak dan lain2, sehingga tercipta kembali sebuah keluarga. Ya, yang dibangun dalam pernikahan adalah “rumah” baru, keluarga baru, yang kita inginkan dan harapkan.

Bisa Anda bayangkan bagaimana bila Anda akan membangun sebuah rumah yang harmonis, nyaman, dan tenteram, namun ternyata Anda sendiri punya track record “bermasalah” dengan yang namanya “rumah”. Anda pernah begitu “tidak suka” pada yang namanya rumah, dan itu menjadi dendam tersendiri dalam hati Anda. Belum terselesaikan. Tidakkah itu ibarat “lari” dari masalah dan menuju “masalah” yang sama? Dengan kondisi seperti itu, yakinkah Anda bisa melewatinya? Bisakah Anda menciptakan sebuah “rumah” yang nyaman, padahal sebelumnya malah “lari” karena gagal dalam menciptakan kenyamanan tersebut (sebelumnya)?

Adakah yang bisa menjamin Anda tidak akan melakukan hal yang serupa, alias “lari” lagi saat impian Anda menciptakan “rumah” itu kembali gagal? Tidakkah Anda akan “kabur” kembali?

Yuk, cek kembali niat menikahnya! Pastikan Anda tidak sedang ingin kabur dari rumah sehingga ingin “terburu2” menikah.





Tidakkah Anda “panas” terhasut euforia menikah?


Siapkan hati dan amplop :D   via: http://www.rosasusan.com/2015/09


Yakinkah niat menikah Anda memang karena kemantapan hati yang sudah “siap menikah”? bukan karena Anda gerah melihat fenomena janur kuning di akhir minggu, yang berderet hampir di setiap tikungan yang Anda lalui? Ada rasa panas, gerah, dan gemuruh di hati, yang biasanya diiringi helaan napas begitu ingin sekali menikah, mempertanyakan, “Kapankah nama yang tergantung di janur kuning itu adalah namaku dan ia yang menjadi jodohku?” yakin, itu terjadi pada Anda?

Tak ada yang salah dengan euforia menikah, tetapi tak pantas juga ia menjadi pembenaran niat menikah Anda. Fenomena menikah muda, ikut2an tren, atau something like that tak sepantasnya menjadi alasan Anda untuk menikah. Ingat, setiap pernikahan haruslah diniatkan untuk berlangsung seumur hidup, sekali saja tanpa siaran ulang. Anda bisa bayangkan bila niat menikah Anda hanya karena euforia semata, ada masa “aus”-nya, ada masa layunya laiknya janur kuning itu sendiri. Ya, segala sesuatu yang berbau euforia pastilah hanya bertahan sementara, tak bisa Anda jamin terus-menerus semangatnya. Sedangkan yang namanya pernikahan harus diperjuangkan, lika-likunya tidak stabil, tak bisa dijamin “api”-nya akan terus menyala sepanjang masa bila tanpa diusahakan.

So, masih karena euforiakah niat menikahmu? Berhenti untuk merasa “gerah” melihat janur kuning, ya. Ganti semua rasa gerah, panas, gerutu tak menentu dengan doa, “Semoga Allah segera pantaskan namaku dan si dia yang menggantung di sana.”





Tidakkah Anda memelihara rasa “iri” terhadap yang sudah menikah?


Kapan aku?   via: http://obraldp.blogspot.co.id


Yakinkah niat menikah Anda memang untuk membangun keluarga sakinah, mawaddah, dan penuh rahmah? Bukan karena ada rasa iri negatif terhadap mereka yang sudah menikah? Bukan karena sudah terlalu sering mendapat undangan, tetapi belum jua jelas kapan diri ini yang mengundang? Bukan juga karena ingin membuktikan kepada orang lain bahwa “Saya juga bisa menikah”? Benarkah semua perasaan iri kepada orang lain itu tidak ada pada hati Anda? Lalu, saat Anda merasa iri, apakah hal positif yang ada dalam hati Anda atau justru hal negatif? Dendam ataukah doa yang terlontar saat iri bercokol di dalam hati Anda?

“Hellooowww... penting, ya, mau tau urusan hati? Itu kan hati gue, ya, mau iri juga urusan gue, mau dendam juga urusan gue, rempong amat, si?”

Ya, benar. Apa yang ada dalam hati Anda adalah urusan Anda. Namun, pernahkah berpikir bahwa boleh jadi rasa “iri: itulah yang mengaburkan “niat menikah” Anda yang sebenarnya. Sebaiknya kita kurangi keluhan2 seperti merasa capek terus menerima undangan, merasa “iri” kepada mereka yang sudah menikah sementara “gue kapan?”. Ganti semua itu dengan doa. Semoga dengan ikut mendoakan mereka yang sudah menikah, malaikat juga turut mendoakan Anda untuk segera menikah. Ganti rasa iri dengan doa, agar semakin menjernihkan niat menikah Anda. Bismillah...





Tidakkah Anda menjadikan pernikahan urusan “menang dan kalah”?
Yakinkah niat menikah Anda karena ingin berjamaah menggapai ridha-Nya? Bukan karena orang lain yang terus “mendorong” Anda untuk menikah? Bukan karena pernikahan adalah piala bergilir yang harus Anda menangkan? Bukan karena Anda tak mau kalah atas mereka yang selalu membuat Anda “terkompori” untuk segera menikah? Benarkah bukan karena itu?

“Pernikahan bukanlah urusan menang-kalah seperti perlombaan, namun ia sangat patut diperjuangkan melebihi sebuah perlombaan.”
--Fu


Siapa duluan.?   via: http://www.sobatandroid.com


Saat urusan menikah dikaitkan dengan menang-kalah, secara otomatis ia akan menghadirkan keterlibatan “pihak lain”. Sedangkan niat menikah, kesiapannya, dan kemantapannya haruslah pure datang dari hati masing2. Kita tak bisa menyamakan pernikahan dengan sebuah perlombaan, karena bila sudah disebut perlombaan, ada kesamaan “kriteria” yang harus dimiliki peserta lomba. Sedangkan menikah adalah urusan individu, setiap orang berbeda, tak bisa disamaratakan karena usia, jabatan, dan hal2 lainnya. Ya, karena setiap orang berbeda kebutuhannya.

“Banyak orang boleh saja memiliki keinginan yang sama dalam satu waktu untuk menikah, namun tak setiap orang memiliki kebutuhan yang sama dalam satu waktu untuk menikah.”
--Fu

Menikah adalah urusan diri Anda utuh. Apakah hati dan logika Anda telah siap? Apakah fisik dan mental Anda telah siap? Apakah jiwa dan raga Anda telah siap? Kebutuhan Anda untuk menikah tak bisa disamakan dengan orang lain. Anda memiliki kebutuhan sendiri. Anda memiliki “ketetapan” sendiri untuk menikah. Saat orang lain sudah butuh menikah, belum tentu Anda membutuhkannya. Bahkan, saat Anda ingin menikah, belum tentu Anda butuh menikah.

Ingin itu ibarat saat Anda menginginkan sebuah tas dengan warna favorit Anda. Tasnya bagus sekali dan membuat Anda begitu ngiler utntuk memilikinya, padahal tanpa tas tersebut Anda masih bisa beraktivitas seperti biasa. Anda masih punya tas lain yang masih layak pakai. Karena itu, tas tersebut masuk kategori keinginan saja, belum menjadi kebutuhan.

Ingin juga seperti seorang anak kecil yang merengek minta permen, padahal tanpa makan permen juga ia masih bisa hidup baik2 saja. Lain halnya bila tidak makan, ia akan kelaparan, kemudian sakit, lalu menghadirkan mudarat lainnya. Karena itu, makan menjadi kebutuhannya, sedangkan permen hanyalah keinginan.

Tanyakan kepada hati dengan pikiran jernih, sudahkah menikah menjadi kebutuhan? Jangan2 masih sebatas keinginan saja. Jangan2 masih karena alasan orang lain. Jangan2 masih sebatas dorongan eksternal yang menggebu, sementara niat internal masih rapuh. Jangan2 Anda memang belum benar2 siap untuk menikah. Yuk, cek lebih dalam lagi niat menikahnya, sudahkah kita terbebas dari semua kekhawatiran ini?





Tidakkah terlanjur cinta kepada makhluk yang lebih mendorong Anda untuk menikah?

Sumber cinta.  via: http://weheartit.com/entry/group/9110963


Yakinkah niat menikah Anda memang karena Allah, bukan karena sudah terlanjur cinta kepada si dia? Bukan karena Anda terlalu takut untuk ditinggalkan si dia? Bukan karena Anda melakukan “pembenaran” bahwa di dia adalah jodoh Anda dengan mendahului takdir-Nya? Bukan karena pelampiasan cinta  namun ternyata obsesi semata? Yakin berorientasi karena Sang Pencipta, bukan atas makhluk-Nya?

Saat keputusan sudah berada di tangan, untuk Anda yang sudah memiliki calon pasangan, mohon cek kembali benarkah kebutuhan menikah Anda bukan karena ikut2an pasangan? Benarkah Anda juga sudah benar2 butuh menikah, bukan karena terpaksa sudah terlanjur cinta kepada calon pasangan Anda sehingga Anda setuju menikah dengannya? Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pernikahan itu urusan PERSONAL, kesiapan internal diri kita. Tak bisa disamakan dengan orang lain, sekalipun itu dengan calon pasangan Anda. Jangan dipaksakan, karena jodoh adalah cermin; saat Anda siap, ia pun siap; saat Anda belum siap, ia pun masih bersabar memantaskan diri. Kalau sudah begitu, benarkah calon pasangan yang Anda miliki sekarang benar2 cerminan Anda? Jangan dipaksakan, ya, sebelum benar2 masuk ke jenjang pernikahan.

Bila cinta akan makhluk sudah berada di atas segalanya, Anda sebaiknya berhati2 karena hal itu malah bisa menggerus niat menikah yang sebenarnya. Jangan2 Allah tengah cemburu karena Anda fokus kepada makhluk-Nya, sehingga Dia terus memberikan ujian yang membuat Anda tak kunjung menikah. Jangan2 Allah sudah jauh dari kehidupan Anda karena Anda terlalu mencintai dunia dan cinta-Nya, semua itu ternyata hanya obsesi untuk memiliki makhluk-Nya. Yuk, cek lagi, di manakah Anda meletakkan cinta Allah dalam niatan menikah!

Sudah cek semua kedok dan topeng yang kemungkinan menyamarkan niat menikah Anda? Sudah yakin bahwa niat menikahnya  benar2 lurus, tak ada lagi topeng2 itu? Kalau sudah, alhamdulillah, mari kita lanjut ke bahasan selanjutnya. Bila belum, yuk berproses, jernihkan kembali niat menikahnya. Mohon bantuan Allah untuk turut serta menjernihkannya, agar Allah semakin pantaskan kita segera menikah. Amin.



Kapan?  via: http://www.online-instagram.com





----JODOH DUNIA AKHIRAT
Ikhsanun Kamil & Foezi Citra Cuaca
Penerbit: Mizani








-------Jakarta, 8 Desember 2015-----
di meja kerja, 'Ashar

Selasa, 20 Oktober 2015

HUSNUDZAN AJA...

Posted by Nis |

Husnudzan aja...
Karena apa yang kita khayalkan belum tentu lebih baik dari apa yang kita lakoni sekarang.

Husnudzan aja...
Karena kita akan sangat MALU ketika kenyataan telah dibuka yang ternyata tak seburuk yang diduga. Dan kita hanya bermain dengan prasangka.


Siapa juga yang marah.?!.  via: https://www.tumblr.com/search/komikmuslimah 


Husnudzan aja...
Jika pun tidak sebaik apa yang kita sangka, minimalnya kita telah baik menanamkan pikiran baik. Yang pastinya bernilai baik.

Husnudzan aja...
Pikiran burukmu bikin hari-harimu terasa suram. Padahal yang suram itu sangkaanmu. Nah, kalau husnudzan, sesuram apa pun masalah, akan selalu melihat cercah cahaya. Yang akan melahirkan keyakinan.

Insya Allah ada jalan!
Tergeraklah jiwa raga menuju pintu SOLUSI. Segalanya akan tetap berjalan dengan atau tanpa sangkaan kita. Daripada memperburuk mental, lebih baik husnudzan aja. Jika sesuai dengan yang kita sangkakan, akan dapat dua kebahagiaan: mendapat pahala husnudzan dan qadha yang baik. Jika pun tak sesuai, tetap memiliki satu kebahagiaan, pahala berhusnudzan. Dan ingat, husnudzan adalah pintu kebaikan lainnya, yang melahirkan rasa sabar, syukur, tawakkal, dan lain-lain.

Tidak ada ruginya! Jadikan husnudzan sebagai respons PERTAMA untuk segala kondisi yang menghampirimu!

Orang husnudzan bahagia terus. Pikirannya penuh dengan keyakinan positif, yang melahirkan energi positif. Ia yakin, Allah tak menghendaki melainkan kebaikan. Yang harus dibuktikan!

Husnudzan aja...
Karena kita miliki Allah, dan kita milik-Nya.





Crayon Untuk Pelangi Sabarmu ---karena kesabaran perlu terus diteguhkan, ~Natisa
–penerbit; PT.elex media komputindo.


------------------------------------------------------------------


Banyak keuntungan dengan ber-husnudzan: melahirkan energi positif dalam diri, kita jadi terarah untuk bersikap positif, mengurangi tingkat stress, menenangkan hati, mendapatkan pahala (husnudzan pada Allah), menjadi sebab turunnya rahmat Allah, de-es-be. Banyak lagi manfaat lainnya.


Husnudzan dan su'udzan.  via: http://www.slideshare.net/revitong/husnuzan-14450765 


Yang menjadi kendala, yaitu saat syaitonirrajim meniupkan rasa was2 dan sebab2 lainnya hingga mengarahkan hati kita jadi berburuk sangka. Entah dengan bukti2 yang belum tentu benar, atau argumen orang2 lain. Nah, saat kita lemah iman, menjadikan kita mudah terprovokasi oleh setan2. So, waspadalah.!

Lalu, buruk sangka (su’udzan) itu apa akibat yang bisa ditimbulkannya.? Kebalikan dari husnudzan. Bisa tiba2 esmosi tak terkendali, tak tenang hati, resah gelisah kian menghampiri, cemas-curiga-khawatir tak henti2, tingkat stress jadi tinggi, kena serangan jantung, bisa mati. Innalillahi....


So, biasakan positive thinking...!!









-------Jakarta, 20 Oktober 2015-------
waktu makan siang

standar BAHAGIA kita BERBEDA

Posted by Nis |

Bismillah...
Segala puji milik Allah Ta’ala.


Sempitnya hati dan lemahnya iman, kadang membuat kita senantiasa terkungkung dalam angan. Ingin bernasib sama dengan ‘mereka’, yang bisa ini-itu. Bisa sukses di usia muda, bisa menjelajahi dunia kemanapun yang dia inginkan, bisa mendapatkan karir yang mapan dan ber-sekian penghasilan, nikah muda dan mendapatkan pasangan yang ideal, menurut kita hidup mereka itu sungguh bahagia.


Hakekat kaya itu, di hati.!  via: https://anisakhumaira.wordpress.com


Kita pun menjadi latah,. Menargetkan ini-ono agar bahagia seperti ‘mereka’. Lalu tanpa sadar kita juga telah menentukan standar bahagia, yaitu jika ini-ono yang kita targetkan bisa tercapai. Kebahagian ‘seperti mereka’. Hati terasa sakit saat melihat ‘mereka’ terus bergerak maju lagi dan lagi melesat meraih target2 yang melebihi daftar impian kita. ‘Aku kapan.???’

Hingga suatu saat tersadar jua, bahwa jalan kita dengan ‘mereka’ tidaklah sama. Allah menciptakan manusia tentu dengan takdir yang masing2 berbeda. Mungkin dalam satu hal bisa jadi sama. Yah.. tapi itu hanya satu dari sekiiiiiaaaaaaannnnnn buanyak lainnya. Berbeda.



--------------------------------------------------



STANDAR KITA JELAS BEDA




Dunia sudah di tangan, masih saja merasa kurang.   via: https://bochahlawu.wordpress.com/


Tentang rasa resah kebanyakan manusia. Mengenai standar kebahagiaannya. Ada yang resah, ia tak seperti kebanyakan manusia lainnya. Tidak memiliki ini dan itu. Tidak berkesempatan pergi ke sana-sini. Tidak berpasangan dengan seorang yang begini dan begitu. Tidak seceria dia dan dia.

Resahnya menjadi ketika ceklis tidak’ semakin menderet. Keresahan ini menjelma menjadi kesedihan yang memperpuruk dirinya. Yang akhirnya membuat kesimpulan, “saya tidak sebahagia orang lain”.

Kesalahan mendasarnya adalah, membuat standardisasi kebahagiaan dengan standar kebanyakan orang. Padahal belum tentu orang ini atau orang itu benar-benar bahagia. Hanya tampilan di luarnya saja. Bisa jadi seseorang yang kariernya melejit, tapi memiliki permasalahan pada keluarganya. Titik ujiannya beda.

Buat standar kebahagiaan hidupmu sendiri, dari apa yang kamu miliki. Bukan dari apa yang dimiliki orang lain.

Jelas tidak akan pernah bahagia jika selalu menyesalkan kehidupan kita tak sama dengan kebanyakan hidup manusia lainnya. Usaha kita berbeda-beda, karena kehidupan kita pun pasti beda. Standar kebahagiaan pun pasti beda.

Itulah mengapa Tuhan meminta kita bersyukur dengan apa yang kita miliki. Bukan dengan apa yang dimiliki orang lain.

Allah menjanjikan kekayaan bagi kita yang bersyukur. Barangsiapa yang bersyukur, maka akan Dia tambah. Tambah dan tambah hingga menjadi kaya. Kaya apa? Kaya akan hati. Kaya karena menikmati segalanya. Jika semuanya telah dinikmati, kebahagiaan adalah napas kehidupan. Adapun nikmat yang ada pada orang lain, kita diminta untuk zuhud. Apa balasannya?

“Zuhudlah terhadap dunia, pasti Allah mencintaimu, dan zuhudlah terhadap apa yang di tangan manusia, pasti manusia pun mencintaimu.”
(HR. Ibnu Majah)


Cukupkan diri dengan yang dimiliki.  via: https://pemudasalafy.wordpress.com/ 


Cantik sekali bukan? Sesekali memang kita harus menutup mata dari pemandangan luar. Meresapi runutan kehidupan sendiri. Setiap episodenya unik. Hanya dilalui oleh seorang manusia bernama “aku”. Ya, Tuhan kita memberikan spesialisasi pada setiap kehidupan hamba-Nya. Mahasuci Ia. Seorang customer service memberikan pelayanan yang seragam untuk setiap customer-nya. Tidak dengan Tuhan kita. Di hadapan-Nya kita selalu dispesialkan. Episode hidup yang unik. Diri yang komplikasi. Masihkah menyeragamkan standar kehidupan? Hidupmu beda, syukuri apa yang menjadi kehidupanmu.

Sesekali memang kita harus memejamkan mata. Menikmati setiap kehendak Tuhan, menikmati kita di bawah bimbingan-Nya. Jika pahit, sabarlah penawarnya. Jika manis, sungguh syukur akan membuat segalanya serasa MADU.





Crayon Untuk Pelangi Sabarmu ---karena kesabaran perlu terus diteguhkan, ~Natisa
–penerbit; PT.elex media komputindo.











-------Jakarta, 20 Oktober 2015-------
Dzuhur satu jam lagi 

Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger