Bismillah...
Pemirsah, kembali bersama saya kali ini akan saya lanjutkan cerita
ta’aruf saya. Untuk mengetahui kisah sebelumnya, silakan klik judul berikut: Ta’aruf (pengalaman) 1.
Ta'aruf tidak sama dengan pacaran. via : www.orangdalam.com
Terahir kemarin adalah suksesnya acara perkenalan di malam minggu
yang tiba-tiba menjadi syahdu #eaahh. Pulang lah si mas U beserta rombongan
(bapaknya Unai doang), sepertinya dengan suka cita yang terpancar dari senyuman
yang mereka tebarkan ketika pamit pulang.
Lepas mereka berdua pulang, si mbak wit sama ponakan kompak
senyum2 ngeledekin. Komentar Ridho dan Avivah,, “eaaaa lik manis mau nikah...”,
#gubrakkkkk, nih anak2 kecil belajar dari mana lah, nikah2. Habis lah saya
dibully mereka. Saya sih selow aja, pikiran saya masih mencoba membohongi diri
sendiri bahwa perkenalan barusan hanyalah perkenalan biasa tanpa maksud apa2
#hahaha.
Hari2 berikutnya berjalan seperti biasa. Tidak ada suatu
kejanggalan manapun dan apapun. Si mas U tidak nongkrongin saya di parkiran
motor saya -depan rumahnya bapaknya Unai, dan bapaknya Unai juga tidak berkabar
apa2 kepada saya. Hanya bila kebetulan papasan, beliau senyum dan menyapa. Saya
kira, yasudah tidak akan terjadi apa2.
Hingga suatu masa, tepat seminggu setelah perkenalan itu di malam
sabtu berikutnya, mbak wit berkata kepada saya, “lik, besok malem si mas U mau
kesini lagi katanya. Tadi pagi bapaknya Unai bilang”. Langsung disahutin si
Ridho,”ciyeee,, diapelin..”. Avivah pula nanya, “pacar lik mau kesini lagi ya
bu”. Saya kaget sodara-sodara. Kagetnya gimana
? #happah????!! __Gitu doang? :D
Kaget. via: airielsjourney.blogspot.com
Sepanjang sabtu siang, saya tidak kepikiran apa2 karena sibuk
dengan kerjaan yang kebetulan lagi numpuk. Sepulang nya lah mulai ada debar2
gimanaa gitu. Antum tahu lah gimana rasanya. Malam segera menjelang, dan si mas
U pun datang. Tetep bersama kakaknya, saya kurang tahu namanya, yang saya tahu
beliau adalah bapaknya Unai. :D
Gak ada yang gimana-gimana, intinya adalah si mas U pengen kenal
lebih dekat dengan saya. Dan ini dia masalahnya sodara-sodara. Beliau minta
nomr hp saya. Hhmm.. saya mulai tahu ini arahnya kemana. Tukar nomor lah
akhirnya kita.
Hari berikutnya, sesuai yang saya sangka dan duga. Si mas U mulai
sms2, di jam berangkat kerja, istirahat, dan pulang kerja. Nampaknya beliau
menjadi pemerhati kesehatan dan keselamatan saya. Ceilahh. Kewajiban bagi orang
yang ditanya adalah menjawab. Jadi, sms2 beliau yang berupa pertanyaan2, ‘udah
berangkat kerja?’, ‘udah makan?’, ‘udah shalat?’, saya jawab seperlunya saja. Dan 2 ponakan usil saya, selalu saja kepo kalau dengar hp saya bunyi. "Ciyeeeee,, sms dari om U", si Ridho. Dia sembari dekat2 ke saya, kepo sama sms yang barusan masuk.
Sms siapa haiyo.!! via: www.keepcalm-o-matic.co.uk
Singkat cerita, hari sudah sabtu malam lagi nih sodara-sodara. Mas
U kembali bertandang, kali ini tidak dengan tangan kosong. Disamping membawa
buah jeyuk yang manis (kayak saya #halahh!), beliau juga memberikan sedekah
berupa senyum yang tak henti beliau tebarkan kepada anggota pertemuan malam
itu. **kog tau nis?? Kamu ndak berkedip menatap wajah mas nya ya? Haiyyo!!~.
#ndak juga, hmm itu hanya asumsi, atau mungkin itu hanya perasaanku saja. :D
Kembali ke fokus pertemuan kali ini. Suasana hening, serius,
mungkin seperti suasana saat sidang skripsi yangmana dosen pengujinya yang satu
rektor, yang satu lagi dosen paling killerrr seantero kampus.. -Yeahhh #lebay.
Saya masih terpaku pada tulisan2 di buku –jalan cinta para pejuang-nya salim
a.fillah. Lalu dengan suara yang lembut namun tegas, bapaknya Unai menyampaikan
maksud kedatangannya kali ini.
“ ... adik saya pengin serius sama mbak manis.” Jleb!!. Kata2
bapaknya Unai serasa menghentikan detak jantungku waktu itu. Ditambah si mbak
Wit yang menimpali, “sekarang manis yang ngomong, piye nis? Jawabanmu?”. Semua
mata tertuju padaku, dan entah waktu itu muka saya seperti apa. Antara kaget,
bingung, syock. Pengin jawab _pass!!_ mungkin bisa lanjut ke pertanyaan
berikutnya,, #emangnya lagi kuis.?!!!
Awkward. via: www.quickmeme.com
Mengerikan banget dah suasana kala itu. Tak terpikir kata apa yang
tepatnya harus saya lontarkan dari bibir ini. Di tengah kekalutan suasana tanpa
kata, sementara semua masih menunggu jawaban apa yang akan saya kalimatkan,
“begini..” mas min memecah keheningan. Hati saya makin tambah menggalau jedug2 tak beraturan, menerka apa yang akan dikatakan mas min. Jangan sampai salah
ngomongggg. Hawhh.!
Masih bersambung ------------------
---------Jakarta, 11 Agustus 2016----------
meja kerja
0 komentar:
Posting Komentar