Kamis, 29 November 2012

Kisah_Hidayah'Taubat

Posted by Nis |



Bismillah,..
Segala puji untuk-Mu, ya Allah…


Pagi yang sedikit mendung, jam 08.15-an, memasuki area perpustakaan. Risik bangett, padahal perpus buka-nya jam 08.00. Memasuki pintu computerisasi presensi, #hweis..perpus modern gitu lhoh., Mengucapkan salam berikut senyuman kepada 2 orang Bapak yang biasa jaga di bagian tersebut, “Pak, Bapak yang biasanya itu sudah pindah ya Pak.?”. Bapaknya, “Yang mana,?”. Saya tidak tahu namanya, dengan isyarat, Bapaknya tahu yang saya maksud. Beliau bilang, “O.., di atas sekarang,. Sudah naik pangkat.. bla..bla..” Senyam-senyum, ngobrol sebentar dengan 2 Bapak tersebut, kemudian naik lift ke lt.UG. The destination is.. buku panduan tentang Zahir, belajar untuk ujian lusa.

Keluar dari lift, terlihat seorang Bapak yang tadi saya tanyakan kepada Bapak-Bapak yang di bawah. Masuk, menyapa Bapaknya.., “Bapak,. Sekarang di sini ya.??”. Bapaknya,. “iya… kamu gak ke sini-sini..” #kalo’ ke perpus, tujuan utama biasanya adalah untuk nongkrong di e-library-nya.. he..he.. jadinya, jarang ke bagian pinjam-meminjam buku.

Muter-muter mengelilingi rak-rak, tidak menemukan buku yang dimaksud. Akhirnya mencari di computer data base-nya, dan ternyata bukunya ada di lantai satu. Naik ke lantai satu. Seorang Bapak memperhatikan saya sejak keluar dari lift, o…h ternyata Bapaknya yang sebelumnya di lantai UG yang sekarang diganti dengan Bapak yang di Bagian pintu masuk. “Wah, Bapak sekarang di sini ya.,?”, ekspresi agak terkejut. Pantas saja… tadi saya mikir waktu di lantai UG, ‘Bapaknya yang biasanya kemana ya.?’. “Naik Pangkat mbak..,” Bapaknya petugas e-library yang kebetulan juga ada di situ. Bapaknya satu lagi menambahi.. tapi kurang jelas saya dengar karena konsentrasi saya sudah terpusat dengan buku yang saya cari.

Muter lagi ke rak-rak, eh tidak sengaja nemu buku yang judulnya ILTIZAM, comot ah… langsung teringat dengan salah satu nasyid haroki favorit yang judulnya itu juga, oleh grup nasyid Rabbani. Pengen dengar seperti apa lagunya,? Silakan download Rabbani_Iltizam.

Ketemu juga bukunya, dengan bantuan dari Bapaknya tadi. Di bagian peminjaman, Bapak satu lagi yang cukup ramah, menerbitkan senyumnya. Melihat KTM saya, “Nis xxx..#sebut nama saya,. Ko’ kaya nama Kristen.,?” Tidak terima, saya,. “Hemmmm, bukan Pak… itu sebenarnya dari kata –manis- dan –xxx-…”. Bapaknya,. “O… nama Ibu.? #saya mengangguk,. Yang manis Ibunya…”. Saya, “Hwee,.. anaknya lebih manis Pak…” Bla…bla…bala… sedikit canda-canda dengan Bapaknya,. Kemudian pamit.

--he…he… begitulah, sebagai seorang perpusers,.. jadi akrab dengan Bapak-Bapak para petugas perpus. Ko’ cuman sama Bapak2-nya, sama pegawai Ibu’2-nya.?? #sedikit :D.

Dalam Shahih Muslim (54) disebutkan: Dari Abu Hurairah radiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kalian tidak akan masuk surga sehingga kalian beriman, dan tidak dikatakan beriman sebelum kalian saling mencintai. Salah satu bentuk kecintaan adalah menebar salam antar sesama muslim.”

-----
Heiwhs.., buku ‘ILTIZAM’ tadi sejenak mengalihkan dunia saya,#halah.., sedikit membuat saya mengabaikan sejenak dua buku materi kuliah yang  menjadi tujuan utama saya tadi.
Berikut, saya bagikan, ringkasan bagian ‘Latar Belakang’nya yang berupa cerita berhikmah.
------

Judul Buku  : ‘ILTIZAM’ The Moslem Reborn, Kisah Pertobatan dan Peleburan Dosa Anak Manusia
Pengarang    : Muhammad Husain Ya’qu, 2004
Diterjemahkan oleh: Ahmad Fadhil

----------------------

Ini adalah kisah pemuda biasa. Sebutlah namanya Bagus. Dia adalah seorang pemuda biasa yang tumbuh di dalam kondisi biasa, dididik orang tuanya juga secara biasa.
Pada salah satu putaran masa remajanya, dia merasa kenakalan-kenakalannya telah melewati batas. Di tengah kegelapan dia menoleh ke kiri dan ke kanan. Namun yang terlihat hanyalah kegelapan dan kegelapan. Yang terlihat hanya maksiat dan dosa dimana-mana.

Perkembangan alami kenakalan Bagus bersama teman-temannya dimulai dari menghisap rokok, mencampur rokok dengan ganja, menghisap ganja saja, lalu heroin, lalu dia pun dengan mudah sampai kepada botol minuman keras di tengah hingar-bingar musik di klub-klub malam yang memamerkan tubuh-tubuh setengah telanjang sebagai hiburan live.

Pada suatu momen yang tidak biasa, setelah pesta yang heboh hingga tengah malam bersama teman-temannya, Bagus memilih berjalan sendirian berjalan kaki. Dia melangkah seperti orang linglung, luntang-lantung tanpa tujuan.

Bagus yang sedang sengsara itu sesungguhnya sedang mencari-cari sesuatu, tapi dia tidak dapat menjelaskannya. Dia menginginkan sesuatu tapi tidak dapat membayangkannya. Yang dia inginkan tidak tergambar jelas di benaknya. Ingin menangis, tapi tak kuasa. Ingin menemukan orang yang mau mendengarkan keluh kesahnya, tapi tak tahu siapa harus dia datangi. #Galau mode on.,

Bagus yang saat itu bertekad untuk tidak pulang ke rumah, terus berjalan melangkahkan kakinya. Sampai terdengar-lah kumandang adzan subuh. Hatinya tergetar dan seluruh anggota tubuhnya gemetar sampai-sampai dia takut terjatuh. Maka, dia berlari. Sekonyong-konyong dia bertabrakan dengan seseorang sehingga mereka berdua jatuh tersungkur ke tanah.

Ketika keduanya tersadar dari kagetnya, kemudian berdiri, mereka saling pandang. Di kepala masing-masing terbesit pelbagai pikiran dan dugaan.

Karena lidahnya kelu, Bagus berkata di dalam hatinya, “Siapakah dia? Cahaya apa yang kulihat di wajahnya? Apa ini malaikat dari surga?”

Sedangkan orang tua itu membisikkan ta’awudz di dalam hatinya, “A’udzubillaahi minasy syaithaanir rajiim. Siapa ini? Orang apa setan?” Dia mengucek-ngucek matanya, lalu menajamkan pandangan, “Apa aku masih di Indonesia? Apa aku tidak sedang bermimpi buruk?”

“Ya Allah.!! Wanginya sangat harum. Mungkin seperti ini wangi surga.”
A’udzubillah. Baunya sangat busuk. Apa dia baru keluar dari sepiteng?”
“Ya Allah!! Bajunya sangat indah, seolah dia memakai baju dari cahaya.”
A’udzubillah. Ini anak laki-laki atau perempuan? Dia memakai baju apa? Pakaiannya seperti gembel.”

Orang tua itu memandang kepala Bagus. Mata Bagus hitam. Kedua bibirnya hitam. Anehnya, hidungnya juga hitam. Dia melihat rambut Bagus yang acak-acakan. Saking terkejut, heran, dan bingung, orang tua itu mundur satu langkah seperti hendak melarikan diri.

Bagus akhirnya mengenal orang tua itu adalah Ustadz Hasan, imam masjid kampungnya.

Kemudian Bagus diajak oleh Ustadz Hasan bersama-sama ke masjid. Sampai di masjid, timbul-lah perang batin di dalam hati Bagus. ‘Pantas-kah orang sepertinya memasuki masjid’?. Pada akhirnya Bagus tidak jadi melangkahkah kakinya ke dalam masjid, malah melarikan diri dengan pikiran2 kacaunya.

Siang itu, berlanjutlah perang batin Bagus. Di dalam kamar, merenungkan perjalanan hidupnya sampai saat itu. Teringat dengan kehidupan yang dijalaninya selama ini, dan kejadian-kejadian masa lalu. Tiba-tiba pemuda itu gemetaran dan melonjak berdiri. Dia dikejutkan oleh bayangan kecelakaan mengerikan yang merenggut nyawa dua orang temannya, hingga tubuhnya menjadi berkeping-keping. Terlihat lagi gambaran Sarah, temannya, yang mati tiba-tiba karena kelebihan dosis. Dia mati begitu saja, seolah tanpa sebab apa-apa. Bayangkan, dia mati ketika sedang tidur. Lalu teringat pula dengan Bambang, teman yang paling akrab dengannya. Kini menghabiskan hari-harinya di rumah sakit jiwa, tanpa bisa mengingat apa pun lagi.

Dari situlah, pintu hidayah itu terbuka. Sambil terisak, Bagus berkata kepada dirinya sendiri dalam hatinya, “Apa lagi yang ku tunggu? Akankah aku mengalami nasib seperti mereka, atau lebih buruk lagi? Akankah aku terus melangkah di jalan ini hingga menemui nasib seperti yang menimpa mereka?”

Tak seperti biasa, malam ini Bagus merasa seperti orang asing di antara teman-teman satu geng-nya, yang diberinama ‘lowo’. Kawanan manusia-manusia yang menghabiskan malam dengan penuh hura-hura dan pesta pora. Sekonyong-konyong, Bagus berdiri dan berkata, “Aku mau pergi”. Setan-setan dalm rupa manusia di sekitarnya terkejut dan berusaha menahannya, “Ada apa, Gus? Kamu aneh malam ini. Baru jam dua nih. Ada apa sih?”.

Sampai di rumah, keinginan untuk berubah itu benar-benar dilakoninya. Dimulai dengan merubah penampilan. Kini, Bagus punky telah berubah menjadi Bagus santri, mengenakan baju koko. Bagus kemudian mendatangi Ustadz Hasan, untuk benar-benar merealisasikan kesadarannya tentang agamanya. Kembali ke dalam rengkuhan cinta Allah swt. Bagus kini telah insyaf.

Setelah melewati tahun komitmern pada Islam, setelah sekian lama bertobat, terkadang Bagus mendapati dirinya berada di puncak iltizam, puncak komitmen, dan keterikatan pada ajaran Islam, puncak kekhusyukan, kekhidmatan dan ketakutan kepada Allah, serta puncak kelembutan hari yang membuat air mata tobat mengucur deras dari matanya. Tapi, pada waktu yang lain, dia mendapati dirinya tiba-tiba bisa terdampar di lembah hasrat dan syahwat, terjerumus di jurang dosa dan maksiat. Pada kondisi ini, dia merasa kealpaan menutupi wajahnya dan membuatnya sulit melakukan ketaatan. Hatinya keras dan membatu.

Di situlah Bagus menyadari bahwa dia telah memakai baju yang indah, suci, dan rapi. Menghiasi penampilannya. Tapi limbah yang diminumnya pada masa lalunya yang gelap masih menggelapkan hatinya. Lumpur itu masih mengalir dari waktu ke waktu, mengotori hatinya, dan membuat pundaknya seolah memikul beban yang sangat berat.
Itulah jelaga, kerak, dan karat dari dosa-dosa yang terakumulasi selama bertahun-tahun yang belum sempat benar-benar dibersihkannya. Tilas-tilas dari kenangan masa lalu yang gelap, yang menjelma hidup kembali oleh satu kata yang melintas begitu saja ke telinganya di jalan atau satu pandangan yang melewati pandangannya di suatu tempat.

Pemuda kita pun menyadari bahwa dirinya harus benar-benar segera terbebas dari kotoran-kotoran yang bau itu, dari kerak-kerak dosa.

Ada buku untuk sekadar dicicipi.
Ada buku yang dapat ditelan dengan cepat.
Ada buku, tidak banyak jumlahnya, yang harus dikunyah terlebih dulu baru bisa dicerna.
Buku yang sekarang berada di tangan Anda ini termasuk jenis yang terakhir.

--------------------

Masih ingat-kah, ketika jiwa berada di puncak taubat, tubuh bergetar merasakan dahsyatnya pesona shalat. Saat tetesan air mata penghapus dosa menghujan di wajah. Dan di saat hati ini dipenuhi oleh bunga-bunga ketakwaan. Itulah sebaik-baik nikmat yang Allah berikan.

“Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki,.” (QS an-Nur; 35)

Semoga bermanfaat....
:D


Wallahu a’lam...





-----Perpus Pusat UII, 29 Nov'12-----
ba'da ashar

Rabu, 28 November 2012

seBiji Terong dan_seorang Istri.?

Posted by Nis |



Bismillah...
Segala puji teruntuk Allah SWT, penguasa seluruh alam...

Suatu pagi, tepatnya adalah hari Rabu, 21 November 2012. Di my sweet room, “Rin, pinjem buku rin,.”, mumpung Riniwati belum berangkat ke Solo.

 Rini, “Buku apa mbak.?”.
Saya, “Apa aja deh,.”.
Rini, “O, ada mbak. Judulnya ‘Misteri Malam Pertama’
Saya, “Hwahh.??! Gak mau ah,! Jangan yang itu... yang lain na...?”
Rini, “Ih, itu bagus mbak...”
Saya, “Jangan yang materi2 berat kaya’ gitu... Yang cerita2 kek...”
Rini, “Iii, itu isinya bukan kaya’ gitu mbak... Isinya tu hikmah-hikmah...” #Riniwati mencoba meyakinkan.
Saya, “Aah,,, gak mau ah.. yang laen aja...” #ngeyel
Rini, “Iii,h, itu aja... sini tak tunjukin... dilihat dulu..!!!” #ngotot
Saya, “Mana..??”
#Turun ke lantai bawah, ke kamar Riniwati.
Rini, “Nih..! Tuh.. lihat...!” Riniwati menyodorkan sebuah buku, memperlihatkan judul2 babnya.
Saya, “O... iya...”. #Pas bukunya dibuka di halaman yang berjudul ‘Pelajaran Menarik’

Jadi-lah,,. Ambil bukunya, masukin tas, pamitan, selanjutnya... go to magang...
Judul Buku      : Misteri Malam Pertama
Pengarang       : Abdul Muthalib Hamid Utsman
Penerbit           : Garailmu

Setelah ditelusuri dengan seksama, ternyata memang buku tersebut berisi kisah-kisah atau peristiwa2 yang pernah terjadi bertepatan dengan malam pertama. Bukan tentang hal2 yang gimana2 gitu...! Lebih tentang cerita-cerita dan kisah dari beberapa daerah di penjuru dunia, yang benar-benar terjadi menurut pengalaman sang penulis. Tak lupa, sedikit ulasan mengenai materi pernikahan. Beberapa judul uraian atau bisa dibilang babnya, diantaranya adalah: Hikmah Pernikahan; Al-Qur’an al-karim Mensyariatkan Nikah; Adab Seorang Istri; Menikah dengan Modal Dua Dirham; Pemuda yang Mencari Perempuan Tercantik; Sebuah Kisah Menarik; Istri Menyediakan Istri Bagi Suaminya; dan masih banyak lagi. Totalnya ada 95 judul uraian dalam buku tersebut.

Nah, saya akan membagikan salah satu kisah dalam buku tersebut, yang sekiranya dapat kita ambil hikmah dan pelajaran darinya. Dengan judul dan uraiannya seperti di bawah ini....

Silakan disimak... :D


------------------------
Laki-Laki itu Menjaga Dirinya dari Sebiji Terong, Maka Allah Mengaruniakan Seorang Istri



Syeikh Ali Ath Thanthawi dalam Mudzakkirah-nya berkata, “Aku akan menceritaka kepada kalian dua kisah menarik tentang perampokan. Insya Allah enak untuk dinikmati.”

Di Damaskus ada sebuah masjid besar bernama Masjid Jami’ at-taubah. Masjid ini penuh dengan berkah, yang di dalamnya ada persaudaraan dan keindahan. Dinamakan Jami’ at-Taubah, karena dahulunya tempat itu adalah sebuah rumah yang sering dipakai untuk berbuat kemaksiatan. Pada abad ke tujuh Hijriah, seorang raja membeli rumah tersebut kemudian menghancurkan bangunan itu dan membangun kembali menjadi sebuah masjid.
Tujuh puluh tahun yang lalu, di Damaskus itu ada seorang syekh murabbi, alim, dan amil, bernama Syekh Salim as-Sayuthi. Semua penduduk wilayah itu sangat menghormati dan mempercayai syekh ini. Penduduk setempat menjadikan syek ini sebagai rujukan dalam urusan agama dan dunia, serta menjadikannya teladan dalam kafakiran, keagungan, dan kemuliaan diri. Syekh ini, dahulu tinggal di salah satu ruangan di dalam masjid.

Pada suatu ketika, ada lelaki belum memakan apa pun selama dua hari, karena dia tidak memiliki makanan untuk dimakan atau uang untuk membeli makanan. Pada hari ketiga, dia merasa dirinya hampir mati karena kelaparan. Dia pun mulai berpikir mengenai apa yang harus dikerjakannya. Dia pun mulai berpikir mengenai apa yang harus dikerjakannya. Dia melihat dirinya telah berada dalam tingkatan mudharat, sehingga dirinya diperbolehkan memakan bangkai atau mencuri sebagai solusi bagi rasa laparnya.

Kisah  ini adalah kisah nyata. Aku mengenal sendiri orang-orang yang ada dalam cerita ini dan mengetahui peristiwanya dengan detail. Aku akan menceritakan perbuatan laki-laki ini, tetapi aku tidak menghukumi perbuatannya, apakah itu baik atau buruk, apakah boleh atau dilarang.


Masjid itu berada di sebuah wilayah kuno. Rumah-rumah di sana letaknya saling berdekatan dan atapnya saling menyambung antara satu dengan yang lainnya. Seseorang bisa menjelajahi seluruh wilayah itu dari permulaan dengan berjalan di atas atap. Lelaki itu lalu naik ke atap masjid dan pindah ke rumah berikutnya. Sekilas, dia melihat ada beberapa orang permpuan, maka dia menundukkan pandangan dan menjauh. Kemudian, dia melihat di samping rumah yang dia hinggapi itu ada sebuah rumah kosong dan dia mencium ada bau masakan dari dalam rumah itu. Mencium bau masakan tersebut, rasa laparnya langsung menyerang menjadi-jadi.

Rumah itu hanya bertingkat satu. Lelaki itu lalu meloncat dengan dua lompatan sehingga sampai di ruangan tengah. Ketika berada di rumah itu, dia lalu bergegas menuju dapur. Dia membuka tutup panci dan mendapati beberapa terong rebus di dalamnya. Dia langsung mengambil sebiji terong itu. Karena sangat kelaparan, dia tidak mempedulikan lagi terong yang suhunya panas itu. Namun, baru saja dia memakan satu gigitan dan belum sempat menelannya, akal dan agamanya menyadarkannya. Dia kemudian mengucap kepada dirinya sendiri, “Aku berlindung kepada Allah Swt. Aku adalah seorang penuntut ilmu yang tinggal di masjid, tetapi aku mendobrak rumah dan mencuri barang di dalamnya?”

Dia menganggap perbuatannya itu kesalahan besar. Dia menyesal, meminta ampun, dan mengembalikan terong itu. Dia kembali ke tempat semula dan turun di masjid, kemudian duduk di dalam halaqah Syekh. Tatkala pelajaran sudah selesai dan orang-orang telah kembali ke rumah masing-masing –aku tegaskan lagi, bahwa ini adalah kisah nyata—datanglah seorang perempuan yang memakai cadar. Pada waktu itu memang tidak ada perempuan yang tidak bercadar. Perempuan itu kemudian berbicara kepada Syekh tentang suatu persoalan, yang sebenarnya telah didengar oleh laki-laki tadi pada saat memanjat atap. Syekh itu memandang ke sekeliling dan tidak melihat selain lelaki itu. Syekh kemudian memanggil lelaki tersebut dan berkata, “Apakah engkau ingin menikah?” Lelaki itu diam. Syekh itu kembali mengulang perkataannya, “Apakah engkau ingin menikah?” Lelaki itu berkata, “Wahai tuanku, untuk membeli roti kering saja aku ini tidak memiliki sepeser pun uang, maka dengan apa aku akan menikah?”

Syekh itu berkata, “Sesungguhnya perempuan itu memberitahukanku bahwa suaminya telah meninggal dan dia adalah perempuan asing di negeri ini. Dia tidak memiliki seorang keluarga pun kecuali pamannya yang sudah tua dan fakir. Perempuan itu datang bersamanya.” Beliau menunjuk seorang tua yang duduk bersandar di sebuah tiang halaqah. “Perempuan itu mewarisi rumah dan mata pencaharian suaminya. Dia menginginkan ada seorang laki-laki menikahinya berdasarkan hukum Allah dan sunnah Rasulullah Saw., sehingga dia tidak tinggal sendirian. Laki-laki yang diinginkannya itu diharapkan bisa melindunginya dari berbagai bentuk kejahatan dan terhindar dari anak-anak haram. Maka, apakah engkau mau menikah dengannya?” Lelaki itu menjawab, “Ya.” Syekh itu kemudian bertanya kepada perempuan itu, “Apakah engkau menerimanya sebagai suami?” Perempuan itu berkata, “Ya.”

Syekh itu kemudian memanggil paman perempuan tersebut dan dua orang lain sebagai saksi. Dia kemudian melangsungkan akad nikah dan membayarkan mahar muridnya. Syekh itu berkata kepada muridnya tersebut, “Peganglah tangan istrimu.” Lelaki itu kemudian memegang tangan istrinya. Perempuan itu pun memegang tangan suaminya dan menuntunnya menuju rumahnya. Tatkala perempuan itu memasuki rumahnya, dia membuka wajahnya. Lelaki itu sungguh terpesona melihat wajah istrinya yang masih muda dan cantik, serta melihat besar dan indahnya rumah yang dimasukinya.


Perempuan itu kemudian bertanya kepada suaminya, “Apakah engkau ingin makan?” Suaminya menjawab, “Ya”. Perempuan itu lalu ke dapur dan membuka tutup pancinya. Ketika melihat biji terong di dalam panci tersebut, perempuan itu berkata, “Aneh! Siapakah yang memasuki rumah dan menggigitnya?” Suaminya itu kemudian menangis dan menceritakan kisahnya tesebut. Perempuan itu lalu berkata, “Ini adalah buah amanah. Engkau telah menjaga dirimu dari sebiji terong yang haram. Maka, Allah Swt., memberimu seluruh rumah ini dan pemiliknya dengan halal.

------------------------------------------

MasyaAllah.....

Salah satu pelajaran yang bisa kita ambil yaitu;
-     
     -> Ketika Allah SWT memberikan suatu ujian kepada hamba-Nya, sebenarnya itu adalah cara-Nya untuk menambahkan nikmat kepada hamba tersebut. Jika kita bisa bersabar dan lulus dari ujian itu, Allah telah menyiapkah hadiah yang luar biasa, yang bahkan tidak kita sangka-sangka.

So.?!

Antum-antum yang merasa sedang menjalani masanya ujian kehidupan,. Mari bersama-sama kita tunggu,. hadiah apa yang sudah Allah SWT persiapkan ya,,??

Tapi untuk itu, tentu butuh kesabaran yang tidak sedikit. Seperti kata-kata bijak, ‘sebesar apa pengorbananmu, sebesar itu pula nanti yang akan didapat’. 

"Bersabarlah dengan sabar yang baik." (QS. al-Muzzamil: 05)

Sesungguhnya Allah SWT Maha Menepati janji..,

Wallahu a'lam.. 



-----al-Mahfudz, 28 Nov'12-----
ba'da ashar 


Selasa, 27 November 2012

Study Qur'an1_Qudsi * Wahyu

Posted by Nis |


Bismillah...
Segala puji kepunyaan Allah SWT...

Hayuuuuukk kita belajar..!! Gak mulu tentang matematika, IPA, Bahasa, Cinta, atau ilmu-ilmu dunia lainnya. Yang ini, tentang pengetahuan agama kita. 

Di bawah ini adalah re-writing dari sebuah buku. Bagi antum yang tidak bisa membuka lembar demi lembar-nya, salinan ini semoga bisa bermanfaat..

sumber: Pengantar Studi Ilmu Al-Qur'an, Syaikh Manna' Al-Qaththan

Yuukk....... mari.......


---------------------------------------
HADITS QUDSI

Kata qudsi dinisbahkan kepada kata quds (kesucian). Nisbah ini menunjukkan rasa ta’zim (hormat akan kebesaran dan kesuciannya), oleh karena kata itu sendiri menunjukkan kebersihan dan kesucian secara bahasa. Maka kata taqdis berarti mensucikan Allah.

Hadits qudtsi secata istilah ialah suatu hadits yang oleh Nabi saw, disandarkan kepada Allah. Maksudnya, Nabi meriwayatkan dalam posisi bahwa yang disampaikannya adalah kalam Allah, tetapi redaksi lafazhnya dari Nabi sendiri. Jika seseorang meriwayatkan satu hadits qudsi, dia berarti meriwayatkannya dari Rasulullah yang dinisbatkan kepada Allah. Apabila ada orang yang meriwayatkan hadits ini dari Rasulullah, berarti dia menyandarkannya kepada Allah. Maka, hendaknya orang itu berkata, “Rasulullah saw bersabda sebagaimana yang dia riwayatkan dari Tuhannya Azza wa Jalla.

Contoh pertama; Dari Abu Hurairah r.a, dari Rasulullah saw, mengenai apa yang diriwayatkannya dari Tuhannya ‘Azza wa Jalla: “Tangan Allah itu penuh, tidak dikurangi oleh nafkah, baik di waktu malam ataupun siang hari...”

Contoh kedua; Dari Abu Hurairah r.a, bahwa Rasulullah saw, bersabda: “Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Aku sesuai apa yang menjadi dugaan hamba-Ku terhadap-Ku. Aku bersamanya bila dia menyebut-Ku. Bila dia menyebut-Ku di dalam dirinya, maka Aku pun menyebutnya di dalam diri-Ku. Dan bila dia menyebutk-Ku di khalayak ramai, maka Aku pun menyebutnya di khalayak orang ramai yang lebih baik dari itu...”


Perbedaan Hadits qudtsi dg Al-Qur’an

  1. Al-Qur’an Al-Karim adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Rasulullah dengan lafazhnya, yang dengannya orang Arab ditantang, tetapi mereka tidak mampu membuat yang seperti Al-Qur’an itu, atau sepuluh surat yang serupa itu, atau bahkan satu surat sekalipun. Tantangan itu tetap berlaku, karena Al-Qur’an merupakan mukjizat abadi hingga Hari Kiamat. Sedang hadits Qudsi tidak untuk menantang dan tidak pula berfungsi sebagai mukjizat.
  2. Al-Qur’an Al-Karim hanya dinisbahkan kepada Allah semata. Istilah yang dipakai biasanya, “Allah Ta’ala telah berfirman”. Adapun hadits qudtsi –seperti yang telah dijelaskan sebelumnya- terkadang diriwayatkan dengan disandarkan kepada Allah. Penyandaran hadits qudtsi kepada Allah itu bersifat penisbatan insya’i (yang diadakan). Maka di sini dikatakan; Rasulullah mengatakan mengenai apa yang diriwayatkan dari Tuhannya.
  3. Seluruh isi Al-Qur’an dinukil secara mutawatir. Sehingga kepastiannya sudah mutlak (qath’i ats-tsubut). Sedangkan hadits-hadits qudsi sebagian besar memiliki derajat khabar ahad, sehingga kepastiannya merupakan dugaan (zhanni ats-tsubut). Adakalanya hadits qudsi itu shahih, terkadang hasan (baik) dan ada pula yang dha’if (lemah).
  4. Al-Qur’an Al-Karim dari Allah, baik lafazh maupun maknanya. Itulah wahyu. Adapun hadits qudsi maknanya saja yang dari Allah, sedang lafazh (redaksi)nya dari Rasulullah saw. Hadits qudsi wahyu dalam makna, bukan dalam lafazh. Oleh sebab itu, menurut sebagian besar ahli hadits, tidak mengapa meriwayatkan hadits qudsi dengan maknanya saja.
  5. Membaca Al-Qur’an merupakan ibadah, dan dianjurkan, karena itu dibaca dalam shalat.

“Barangsiapa membaca satu hurug dari Qur’an, dia akan memperoleh satu kebaikan. Dan kebaikan itu akan dibalas sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf. Tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf.

Sedang hadits qudsi tidak disuruh membacanya di dalam shalat. Allah memberikan pahala membaca hadits qudsi secara umum saja. Jadi membaca hadits qudsi tidak memperoleh pahala seperti membaca Al-Qur’an bahwa setiap huruf mendapatkan sepuluh kebaikan, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits di atas.



WAHYU

Dibalik tubuh manusia ada roh yang merupakan rahasia hidupnya. Tubuh itu akan kehabisan tenaga, jaringan-jaringan selnya akan mengalami kerusakan jika tidak mendapatkan makanan menurut kadarnya, demikian pula roh. Ia memerlukan makanan yang dapat memberikan tenaga rohani agar ia dapat memelihara sendi-sendi dan nilai-nilainya.

Arti Wahyu

Al-Wahy (wahyu) adalah kata mashdar (infinitif). Dia menunjukkan pada dua pengertian dasar, yaitu; tersembunyi dan cepat. Oleh sebab itu, dikatakan, “Wahyu ialah informasi secara tersembunyi dan cepat yang ditujukan kepada orang tertentu tanpa diketahui orang lain. Inilah pengertian dasarnya (mashdar). Tetapi terkadang juga bermaksud al-muha, yaitu pengertian isim maf’ul, maknanya yang diwahyukan. Secara etimologi (kebahasaan), pengertian wahyu meliputi;

  1. ilham al-fithri li al-insan (ilham yang menjadi fitrah manusia). Seperti wahyu terhadap ibu Nabi Musa, “Dan Kami wahyukan (ilhamkan) kepada ibu Musa; ‘Susuilah dia...’” (Al-Qashash: 7)
  2. Ilham yang berupa naluri pada binatang, seperti wahyu kepada lebah,

“Dan Tuhanmu telah mewahyukan kepada lebah; Buatlah sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di rumah-rumah yang didirikan manusia.” (An-Nahl: 68)

  1.  Isyarat yang cepat melalui isyarat, seperti isyarat Zakaria yang diceritakan Al-Qur’an,

“Maka keluarlah dia dari mihrab, lalu memberi isyarat kepada mereka; ‘Hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang.” (Maryam: 11)

  1. Bisikan setan untuk menghias yang buruk agar tampak indah dalam diri manusia.

“Sesungguhnya setan-setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu.” (Al-An’am: 121)

“Dan demikianlah Kami jadikan musuh bagi tiap-tiap nabi, yaitu setan-setan dari golongan manusia dan jenis jin, agar sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu manusia.” (Al-An’am: 112)

  1. Apa yang disampaikan Allah kepada para malaikat-Nya berupa suatu perintah untuk dikerjakan.

“Ingatlah ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat; Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah pendirian orang-orang yang beriman.” (Al-Anfal: 12)

Sedangkan wahyu Allah kepada para nabi-nya, secara syariat mereka definisikan sebagai “Kalam Allah yang diturunkan kepada seorang nabi”.

Cara Wahyu Allah Turun kepada Malaikat

  1. Dalam Al-Qur’an Al—Karim terdapat nash mengenai kalam Allah kepada malaikat-Nya,

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman; ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seseorang khalifah di muka bumi’. Mereka berkata, ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi orang yang akan membuat kerusakan di dalamnya...?’” (Al-Baqarah: 30)

Ayat di atas dengan tegas menunjukkan bahwa Allah berbicara kepada para malaikat tanpa perantaraan dan dengan perbicaraan yang dipahami oleh para malaikat itu. Hal itu diperkuat oleh hadits dari Nuwas bin Sam’an r.a, yang mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda;

“Apabila Allah hendak memberikan wahyu mengenai sesuatu urusan. Dia berbicara melalui wahyu, maka langit pun bergetar dengan getaran –atau dia menyatakan dengan goncangan- yang dahsyat karena takut kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Ketika penghuni langit mendengarnya, mereka pingsan dan jatuh. Lalu bersujudlah kepada Allah. Yang pertama sekali mengangkat kepalanya di antara mereka itu adalah Jibril, lalu Allah menyampaikan wahyu-Nya kepa Jibril menurut apa yang dikehendaki-Nya. Kemudian Jibril berjalan melintasi para malaikat. Setiap kali dia melalui satu langit, para malaiktanya bertanya kepada Jibril: “Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhan kita, wahai Jibril?” Jibril menjawab: “Dia mengatakan yang hak dan Dialah yang Mahatinggi lagi Mahabesar”. Para malaikat itu semuanya pun mengatakan seperti apa yang dikatakan oleh Jibril. Lalu Jibril menyampaikan wahyu itu seperti diperintahkan Allah ‘Azza wa Jalla”. (HR. Ath-Thabarani)

Hadits ini menjelaskan bagaimana wahyu turun. Pertama Allah berbicara, yang didengar oleh para malaikat. Pengaruh wahyu itu sangat dahsyat. Pada zhahirnya –di dalam perjalanan Jibril untuk menyampaikan wahyu-, hadits di atas menunjukkan turunnya wahyu khusus mengenai Al-Qur’an, akan tetapi hadits tersebut juga menjelaskan cara turunnya wahyu secara umum. Pokok persoalan itu terdapat di dalam hadits shahih, “Apabila Allah memutuskan suatu perkara di langit, maka para malaikat mengepak-ngepakkan sayapnya karena pengaruh firman-Nya, bagaikan mata rantai di atas batu yang licin”.

  1. Jelas bahwa Al-Qur’an telah dituliskan di lauhul mahfuzh, berdasarkan firman Allah, “Bahkan ia adalah Al-Qur’an yang mulia yang tersimpan di lauhul mahfuzh”. (Al-Buruj: 21-22)

Dalam satu riwayat disebutkan, “Telah dipisahkan Al-Qur’an dari Adz-Dzikr, lalu diletakkan di Baitul ‘Izzah di langit dunia kemudian Jibril menurunkannya kepada Nabi s.a.w

Oleh sebab itu, para ulama berpendapat mengenai cara turunnya wahyu Allah yang berupa Al-Qur’an kepada Jibril dengan beberapa pendapat:

a.       Jibril menerimanya secara pendengaran dari Allah dengan lafazhnya yang khusus.

b.      Jibril menghafalnya dari lauhul mahfuzh.

c.       Maknanya disampaikan kepada Jibril, sedang lafazhnya dari Jibril, atau Muhammad saw.

Pendapat pertama yang benar. Pendapat itu yang dijadikan pegangan oleh Ahlu Sunnah wal Jama’ah, serta diperkuat oleh hadits Nuwas bin Sam’an di atas. Al-Qur’an adalah kalam Allah dengan lafazhnya, bukan kalam Jibril atau Muhammad.

Adapun pendapat kedua di atas, tidak dapat dijadikan pegangan, sebab adanya Al-Qur’an di lauhul mahfuzh itu seperti hal-hal gaib yang lain, termasuk Al-Qur’an.

Sedangkan, pendapat ketiga hampir sama dengan makna sunnah. Sebab, sunnah itu juga wahyu dari Allah kepada Jibril, kemudian kepada Muhammad saw secara makna. Lalu beliau mengungkapkan dengan redaksi beliau sendiri, “Dia (Muhammad) tidaklah berbicara mengikuti kemauan hawa nafsunya. Apa yang diucapkannya itu tidak lain adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya”. (An-Najm: 3-4)

Karenanya, diperbolehkan meriwayatkan hadits menurut maknanya, sedangkan Al-Qur’an tidak.

Di antara keistimewaan Al-Qur’an:

1.      Al-Qur’an adalah mukjizat

2.      Kebenarannya mutlak

3.      Membacanya dianggap ibadah

4.      Wajib disampaikan dengan lafazhnya. Sedang hadits qudsi tidak demikian, sekalipun ada yang berpendapat lafazhnya juga diturunkan.

Cara Penurunan Wahyu Kepada Para Rasul

Yang pertama; melalui Jibril, malaikat pembawa wahyu.

Yang kedua; Tanpa melalui perantaraan. Di antaranya ialah, mimpi yang benar dalam tidur.

  1. Mimpi yang benar dalam tidur. Aisyah ra berkata, “Sesungguhnya apa yang mula-mula terjadi pada Rasulullah saw adalah mimpi yang benar di dalam tidur. Beliau tidaklah melihat mimpi kecuali mimpi itu datang bagaikan terangnya pagi hari”. (Muttafaq ‘Alaih)

Kondisi seperti ini pada dasarnya sebagai persiapan bagi Rasulullah untuk menerima wahyu dalam keadaan sadar, tidak tidur. Di dalam Al-Qur’an, banyak wahyu yang diturunkan ketika beliau dalam keadaan sadar, kecuali bagi orang yang berpendapat bahwa Surat Al-Kautsar melalui mimpi, seperti disinyalir oleh satu hadits. Di dalam Shahih Muslim dari Anas dia berkata, “Ketika Rasulullah saw berada di antara kami di dalam masjid, tiba-tiba beliau mendengkur, lalu mengangkat kepalanya dalam keadaan tersenyum. Aku tanyakan kepadanya; Apakah yang menyebabkan engkau tertawa, wahai Rasulullah? Beliau menjawab, “Tadi telah turun kepadaku sebuah surat. Lalu ia membaca; Bismillahirrahmannirrahim, Inna a’thainakal kautsar; fa shallilirabbika wanhar; inna syani’aka huwal abtar”.

Di antara alasan yang menunjukkan bahwa mimpi yang benar bagi para nabi adalah wahyu yang wajib diikuti, ialah mimpi Nabi Ibrahim agar menyembelih anaknya, Ismail.

Mimpi yang benar itu tidak hanya khusus bagi para rasul saja. Mimpi yang semacam itu juga bisa terjadi pada kaum Mukminin, sekalipun mimpi itu bukan wahyu. Rasulullah saw bersabda; “Wahyu telah terputus, tetapi berita-berita gembira tetap ada, yaitu mimpi orang mukmin”. (Muttafaq ‘Alaih)

  1. Kalam Ilahi dari balik tabir tanpa melalui perantara. Seperti yang terjadi pada Musa as, “Dan tatkala Musa datang untuk munajat dengan Kami di waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman langsung kepadanya, Musa berkata, ‘Wahai Tuhan, tampakkanlah Diri-Mu kepadaku agar aku dapat melihat-Mu’”. (Al-A’raf: 143)

Demikian pula menurut pendapat yang paling shahih, Allah juga pernah berbicara secara langsung kepada Rasul kita Muhammad pada malam Isra dan Mi’raj.

Penyampaian Wahyu Oleh Malaikat kepada Rasul

Pertama; Datang dengan suatu suara seperti suara lonceng, yaitu suara yang amat kuat yang dapat mempengaruhi kesadaran, sehingga ia dengan segala kekuatannya siap menerima pengaruh itu. Cara adalah yang paling berat bagi Rasul. Apabila wahyu turun kepada Rasulullah dengan cara ini, biasanya beliau mengumpulkan segala kekuatan dan kesadarannya untuk menerima, menghafal dan memahaminya. Terkadang suara itu seperti kepakan sayap-sayap malaikat, seperti diisyaratkan di dalam hadits; “Apabila Allah memutuskan suatu perkara di langit, maka para malaikat mengepak-ngepakkan sayapnya karena pengaruh firman-Nya, bagaikan mata rantai di atas batu yang licin” (HR. Al-Bukhari) dan mungkin pula suara malaikat itu sendiri pada waktu Rasul baru mendengarnya untuk pertama kali.

Kedua; Malaikat menjelma kepada Rasul sebagai seorang laki-laki. Cara seperti ini lebih ringan daripada cara sebelumnya, karena adanya kesesuaian antara pembicara dengan pendengar. Beliau mendengarkan apa yang disampaikan pembawa wahyu itu dengan senang, dan merasa tenang seperti seseorang yang sedang berhadapan dengan saudaranya sendiri.

Keduanya itu tersebut dalam hadits yang diriwayatkan dari Aisyah Ummul Mukminin bahwa Al-Harits bin Hisyam bertanya kepada Rasulullah mengenai hal itu. Nabi menjawab, “Kadang-kadang ia datang kepadaku bagaikan dencingan lonceng, dan itulah yang paling berat bagiku, lalu ia pergi, dan aku telah menyadari apa yang telah dikatakannya. Dan terkadang malaikat menjellma kepadaku sebagai seorang laki-laki, lalu dia berbicara kepadaku, dan aku pun memahami apa yang dikatakan”.

 -------------------------------------






------Perpus Pusat UII, 27 Nov'12------
ashar waktu UII 







Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger