Bismillah,..
Segala puji untuk-Mu, ya Allah…
Pagi yang sedikit mendung, jam 08.15-an, memasuki area perpustakaan. Risik bangett, padahal perpus buka-nya jam 08.00. Memasuki pintu computerisasi presensi, #hweis..perpus modern gitu lhoh., Mengucapkan salam berikut senyuman kepada 2 orang Bapak yang biasa jaga di bagian tersebut, “Pak, Bapak yang biasanya itu sudah pindah ya Pak.?”. Bapaknya, “Yang mana,?”. Saya tidak tahu namanya, dengan isyarat, Bapaknya tahu yang saya maksud. Beliau bilang, “O.., di atas sekarang,. Sudah naik pangkat.. bla..bla..” Senyam-senyum, ngobrol sebentar dengan 2 Bapak tersebut, kemudian naik lift ke lt.UG. The destination is.. buku panduan tentang Zahir, belajar untuk ujian lusa.
Keluar dari lift, terlihat
seorang Bapak yang tadi saya tanyakan kepada Bapak-Bapak yang di bawah. Masuk,
menyapa Bapaknya.., “Bapak,. Sekarang di sini ya.??”. Bapaknya,. “iya… kamu gak ke sini-sini..” #kalo’ ke perpus, tujuan utama biasanya
adalah untuk nongkrong di e-library-nya..
he..he.. jadinya, jarang ke bagian pinjam-meminjam buku.
Muter-muter mengelilingi
rak-rak, tidak menemukan buku yang dimaksud. Akhirnya mencari di computer data base-nya, dan ternyata bukunya ada
di lantai satu. Naik ke lantai satu. Seorang Bapak memperhatikan saya sejak
keluar dari lift, o…h ternyata Bapaknya yang sebelumnya di lantai UG yang
sekarang diganti dengan Bapak yang di Bagian pintu masuk. “Wah, Bapak sekarang
di sini ya.,?”, ekspresi agak terkejut. Pantas saja… tadi saya mikir waktu di
lantai UG, ‘Bapaknya yang biasanya kemana ya.?’. “Naik Pangkat mbak..,”
Bapaknya petugas e-library yang kebetulan juga ada di situ. Bapaknya satu lagi
menambahi.. tapi kurang jelas saya dengar karena konsentrasi saya sudah
terpusat dengan buku yang saya cari.
Muter lagi ke rak-rak, eh tidak sengaja nemu buku yang judulnya
ILTIZAM, comot ah… langsung teringat
dengan salah satu nasyid haroki favorit yang judulnya itu juga, oleh grup
nasyid Rabbani. Pengen dengar seperti apa lagunya,? Silakan download
Rabbani_Iltizam.
Ketemu juga bukunya, dengan
bantuan dari Bapaknya tadi. Di bagian peminjaman, Bapak satu lagi yang cukup
ramah, menerbitkan senyumnya. Melihat KTM saya, “Nis xxx..#sebut nama saya,. Ko’ kaya nama Kristen.,?” Tidak terima,
saya,. “Hemmmm, bukan Pak… itu sebenarnya dari kata –manis- dan –xxx-…”.
Bapaknya,. “O… nama Ibu.? #saya mengangguk,. Yang manis Ibunya…”. Saya, “Hwee,..
anaknya lebih manis Pak…” Bla…bla…bala… sedikit canda-canda dengan Bapaknya,. Kemudian
pamit.
--he…he… begitulah, sebagai seorang perpusers,.. jadi akrab dengan Bapak-Bapak para petugas perpus. Ko’ cuman sama Bapak2-nya, sama pegawai Ibu’2-nya.?? #sedikit :D.
Dalam Shahih Muslim (54)
disebutkan: Dari Abu Hurairah
radiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Kalian tidak akan masuk surga sehingga kalian beriman, dan tidak dikatakan
beriman sebelum kalian saling mencintai. Salah satu bentuk kecintaan adalah menebar salam antar sesama muslim.”
-----
Heiwhs.., buku ‘ILTIZAM’ tadi
sejenak mengalihkan dunia saya,#halah.., sedikit membuat saya mengabaikan
sejenak dua buku materi kuliah yang
menjadi tujuan utama saya tadi.
Berikut, saya bagikan,
ringkasan bagian ‘Latar Belakang’nya yang berupa cerita berhikmah.
------
Judul
Buku : ‘ILTIZAM’ The Moslem Reborn, Kisah
Pertobatan dan Peleburan Dosa Anak Manusia
Pengarang
: Muhammad Husain Ya’qu, 2004
Diterjemahkan
oleh: Ahmad Fadhil
----------------------
Ini adalah kisah pemuda biasa. Sebutlah
namanya Bagus. Dia adalah seorang pemuda biasa yang tumbuh di dalam kondisi
biasa, dididik orang tuanya juga secara biasa.
Pada salah satu putaran masa
remajanya, dia merasa kenakalan-kenakalannya telah melewati batas. Di tengah
kegelapan dia menoleh ke kiri dan ke kanan. Namun yang terlihat hanyalah
kegelapan dan kegelapan. Yang terlihat hanya maksiat dan dosa dimana-mana.
Perkembangan alami kenakalan
Bagus bersama teman-temannya dimulai dari menghisap rokok, mencampur rokok
dengan ganja, menghisap ganja saja, lalu heroin, lalu dia pun dengan mudah
sampai kepada botol minuman keras di tengah hingar-bingar musik di klub-klub
malam yang memamerkan tubuh-tubuh setengah telanjang sebagai hiburan live.
Pada suatu momen yang tidak
biasa, setelah pesta yang heboh hingga tengah malam bersama teman-temannya,
Bagus memilih berjalan sendirian berjalan kaki. Dia melangkah seperti orang
linglung, luntang-lantung tanpa tujuan.
Bagus yang sedang sengsara itu
sesungguhnya sedang mencari-cari sesuatu, tapi dia tidak dapat menjelaskannya. Dia
menginginkan sesuatu tapi tidak dapat membayangkannya. Yang dia inginkan tidak
tergambar jelas di benaknya. Ingin menangis, tapi tak kuasa. Ingin menemukan
orang yang mau mendengarkan keluh kesahnya, tapi tak tahu siapa harus dia
datangi. #Galau mode on.,
Bagus yang saat itu bertekad
untuk tidak pulang ke rumah, terus berjalan melangkahkan kakinya. Sampai terdengar-lah
kumandang adzan subuh. Hatinya tergetar dan seluruh anggota tubuhnya gemetar
sampai-sampai dia takut terjatuh. Maka, dia berlari. Sekonyong-konyong dia
bertabrakan dengan seseorang sehingga mereka berdua jatuh tersungkur ke tanah.
Ketika keduanya tersadar dari
kagetnya, kemudian berdiri, mereka saling pandang. Di kepala masing-masing
terbesit pelbagai pikiran dan dugaan.
Karena lidahnya kelu, Bagus
berkata di dalam hatinya, “Siapakah dia? Cahaya apa yang kulihat di wajahnya?
Apa ini malaikat dari surga?”
Sedangkan orang tua itu
membisikkan ta’awudz di dalam hatinya, “A’udzubillaahi
minasy syaithaanir rajiim. Siapa ini? Orang apa setan?” Dia mengucek-ngucek
matanya, lalu menajamkan pandangan, “Apa aku masih di Indonesia? Apa aku tidak
sedang bermimpi buruk?”
“Ya Allah.!! Wanginya sangat
harum. Mungkin seperti ini wangi surga.”
“A’udzubillah. Baunya sangat busuk. Apa dia baru keluar dari sepiteng?”
“Ya Allah!! Bajunya sangat
indah, seolah dia memakai baju dari cahaya.”
“A’udzubillah. Ini anak laki-laki atau perempuan? Dia memakai baju
apa? Pakaiannya seperti gembel.”
Orang tua itu memandang kepala
Bagus. Mata Bagus hitam. Kedua bibirnya hitam. Anehnya, hidungnya juga hitam. Dia
melihat rambut Bagus yang acak-acakan. Saking terkejut, heran, dan bingung,
orang tua itu mundur satu langkah seperti hendak melarikan diri.
Bagus akhirnya mengenal orang
tua itu adalah Ustadz Hasan, imam masjid kampungnya.
Kemudian Bagus diajak oleh
Ustadz Hasan bersama-sama ke masjid. Sampai di masjid, timbul-lah perang batin
di dalam hati Bagus. ‘Pantas-kah orang sepertinya memasuki masjid’?. Pada akhirnya
Bagus tidak jadi melangkahkah kakinya ke dalam masjid, malah melarikan diri
dengan pikiran2 kacaunya.
Siang itu, berlanjutlah perang
batin Bagus. Di dalam kamar, merenungkan perjalanan hidupnya sampai saat itu. Teringat
dengan kehidupan yang dijalaninya selama ini, dan kejadian-kejadian masa lalu. Tiba-tiba
pemuda itu gemetaran dan melonjak berdiri. Dia dikejutkan oleh bayangan
kecelakaan mengerikan yang merenggut nyawa dua orang temannya, hingga tubuhnya
menjadi berkeping-keping. Terlihat lagi gambaran Sarah, temannya, yang
mati tiba-tiba karena kelebihan dosis. Dia mati begitu saja, seolah tanpa sebab
apa-apa. Bayangkan, dia mati ketika sedang tidur. Lalu teringat pula dengan
Bambang, teman yang paling akrab dengannya. Kini menghabiskan hari-harinya di
rumah sakit jiwa, tanpa bisa mengingat apa pun lagi.
Dari situlah, pintu hidayah itu
terbuka. Sambil terisak, Bagus berkata kepada dirinya sendiri dalam hatinya, “Apa
lagi yang ku tunggu? Akankah aku mengalami nasib seperti mereka, atau lebih
buruk lagi? Akankah aku terus melangkah di jalan ini hingga menemui nasib
seperti yang menimpa mereka?”
Tak seperti biasa, malam ini Bagus
merasa seperti orang asing di antara teman-teman satu geng-nya, yang diberinama
‘lowo’. Kawanan manusia-manusia yang
menghabiskan malam dengan penuh hura-hura dan pesta pora. Sekonyong-konyong,
Bagus berdiri dan berkata, “Aku mau pergi”. Setan-setan dalm rupa manusia di
sekitarnya terkejut dan berusaha menahannya, “Ada apa, Gus? Kamu aneh malam
ini. Baru jam dua nih. Ada apa sih?”.
Sampai di rumah, keinginan
untuk berubah itu benar-benar dilakoninya.
Dimulai dengan merubah penampilan. Kini, Bagus punky telah berubah menjadi Bagus santri, mengenakan baju koko. Bagus kemudian mendatangi Ustadz Hasan, untuk benar-benar
merealisasikan kesadarannya tentang agamanya. Kembali ke dalam rengkuhan cinta
Allah swt. Bagus kini telah insyaf.
Setelah melewati tahun
komitmern pada Islam, setelah sekian lama bertobat, terkadang Bagus mendapati
dirinya berada di puncak iltizam,
puncak komitmen, dan keterikatan pada ajaran Islam, puncak kekhusyukan,
kekhidmatan dan ketakutan kepada Allah, serta puncak kelembutan hari yang
membuat air mata tobat mengucur deras dari matanya. Tapi, pada waktu yang lain,
dia mendapati dirinya tiba-tiba bisa terdampar di lembah hasrat dan syahwat,
terjerumus di jurang dosa dan maksiat. Pada kondisi ini, dia merasa kealpaan
menutupi wajahnya dan membuatnya sulit melakukan ketaatan. Hatinya keras dan membatu.
Di situlah Bagus menyadari
bahwa dia telah memakai baju yang indah, suci, dan rapi. Menghiasi penampilannya.
Tapi limbah yang diminumnya pada masa lalunya yang gelap masih menggelapkan
hatinya. Lumpur itu masih mengalir dari waktu ke waktu, mengotori hatinya, dan
membuat pundaknya seolah memikul beban yang sangat berat.
Itulah jelaga, kerak, dan karat
dari dosa-dosa yang terakumulasi selama bertahun-tahun yang belum sempat
benar-benar dibersihkannya. Tilas-tilas dari kenangan masa lalu yang gelap,
yang menjelma hidup kembali oleh satu kata yang melintas begitu saja ke
telinganya di jalan atau satu pandangan yang melewati pandangannya di suatu
tempat.
Pemuda kita pun menyadari bahwa
dirinya harus benar-benar segera terbebas dari kotoran-kotoran yang bau itu,
dari kerak-kerak dosa.
Ada
buku untuk sekadar dicicipi.
Ada
buku yang dapat ditelan dengan cepat.
Ada
buku, tidak banyak jumlahnya, yang harus dikunyah terlebih dulu baru bisa
dicerna.
Buku
yang sekarang berada di tangan Anda ini termasuk jenis yang terakhir.
--------------------
Masih ingat-kah, ketika jiwa
berada di puncak taubat, tubuh bergetar merasakan dahsyatnya pesona shalat. Saat
tetesan air mata penghapus dosa menghujan di wajah. Dan di saat hati ini
dipenuhi oleh bunga-bunga ketakwaan. Itulah sebaik-baik nikmat yang Allah
berikan.
“Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia
kehendaki,.” (QS
an-Nur; 35)
Semoga bermanfaat....
:D
Wallahu a’lam...
-----Perpus Pusat UII, 29 Nov'12-----
ba'da ashar