SEBAB-SEBAB BERTAMBAHNYA IMAN
Ada beberapa
faktor yang dapat menyebabkan bertambahnya iman seseorang, yaitu;
1.
Ilmu
Yakni ilmu
yang dapat menyebabkan bertambahnya pengetahuan dan keyakinan, seperti apa yang
dikatakan oleh Jundub bin Abdullah bin
‘Umar dan lainnya:
“Berilah kami ilmu tentang keimanan, berilah
kami ilmu tentang Al-Qur’an, maka iman kami pasti akan bertambah” (Syarah
Qasidah Ibnul Qayyim, jilid II halaman 141)
Jadi yang
dimaksud dengan ilmu di sini adalah:
-
Ilmu yang
berkaitan dengan Allah, asma-asma-Nya,
sifat-sifat-Nya, perbuatan2-Nya, dan nikmat2-Nya.
-
Ilmu yang
berkaitan dengan Rasulullah SAW, akhlak2 yang beliau contohkan, manhaj hidup
serta syari’atnya, serta perjalanan hidupnya dan masalah ibadahnya,
perjuangannya, dan muamalahnya.
-
Ilmu yang
berkaitan dengan Kitabullah berikut dengan apa yang dikandungnya, yang berupa
berita2, contoh2, hukum, I’tibar (pengajaran), dan garis2 pembeda.
2.
Amal Perbuatan
Yang
dimaksud dengan amal di sini adalah memperbanyak amalan2 shaleh serta
memperdalam ketaatan sehingga menambah keyakinan dan memperkokoh keimanan,
serta memperkecil amalan2 jelek dan menghindari hal-hal yang dapat
menjerumuskan ke dalam nafsu syahwat serta kemaksiatan2 lain yang dapat melemahkan
iman.
Barangsiapa
yang I’tirafnya hanya sebatas pengakuan luar tanpa diikuti dengan mentaati apa2
yang diketahuinya dan beradaptasi dengan ketentuan serta kewajiban yang
terkandung di dalamnya, maka baginya termasuk lemah iman. Oleh karena itu dengan
kemampuan yang ada, seseorang harus berusaha untuk memperkokoh imannya dengan
meningkatkan ketaatannya. Jadi keimanan itu hanya akan sempurna.
3.
Dzikir dan Fikir
Yang
dimaksud dengan dzikir adalah mengingat Allah beserta sifat2-Nya, apa2 yang
menyangkut keagungan-Nya dan kebesaran-Nya, dan membaca kalam-Nya serta
ayat2-Nya, sehingga hati sang pengingat selalu kontak dengan Khalik-Nya.
Kemudian, selain itu juga harus berusaha memperkecil segala hal yang membawa
dampak kealpaan atau kelalaian kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Umar bin Khattab
ra., tak henti-hentinya menyeru kepada para sahabatnya agar selalu berdzikir
kepada Allah SWT untuk menambah kualitas imannya.
Diriwayatkan
dari Abu Ja’fat dari Kakekknya ‘Umar bin Khubaib dan dia menerimannya dari
Rasulullah SAW, kisahnya:
“Rasulullah SAW bersabda: ‘Iman itu bertambah
dan berkurang’, lalu ia bertanya kepada beliau: ‘Apa gerangan ya Rasulullah
yang dapat menambahnya dan menguranginya?, Rasulullah SAW menjawab: ‘Jika kita
mengingat Allah dan memuji-Nya, mensucikan-Nya, maka di situlah iman akan
bertambah kualitasnya; dan jika ia melupakan atau lalai kepada-Nya maka di
situlah iman kita menjadi berkurang’. Dan adalah Abdullah bin Rawahah memegang
tangan salah seorang sahabatnya seraya berkata; “Bangkitlah sejenak bersama
kami, marilah duduk-duduk di majlis dzikir’. (Syarah
Qasidah Ibnul Qayyim, jilid II halaman 140-141)
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): ‘ya Rabb kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami
dari siksa neraka”. (Ali ‘Imran: 191)
Adapun yang disebut dengan “fikir” adalah
suatu aktivitas yang mengacu kepada renungan terhadap ciptaan Allah SWT dengan
memikirkan yang ada pada ciptaan2-Ny, serta memandang kepada tanda-tanda-Nya,
dan mukjizat-Nya. Sehingga dari aktivitas yang demikian itu akan didapat (buah)
iman kepada Allah SWT, yaitu merasakan keaguangan-Nya, kekuasaan-Nya, keagungan
sifat2-nya, serta keagungan perbuatan2-Nya. Cara pandang yang demikian itulah
yang disebut dengan “tafkir” dan “i’tibar”.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang
yang berakal (ulil albab)”. (Ali Imran: 190)
Mereka itulah ulil albab, yaitu hamba yang
selalu mengingat Allah baik ketika dalam keadaan berdiri, duduk, bahkan
berbaring sekalipun, dan mereka selalu bertasbih mensucikan-Nya serta memohon
dijauhkan dari siksa api neraka.
Dalam ayat lain Allah SWT berfirman:
“Dan orang-orang yang apabila diberi
peringatan dengan ayat-ayat Rabb mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai
orang-orang yang tuli dan buta”. (Al-Furqan: 73)
Sedangkan terhadap orang yang tidak dapat
menangkap makna dari alam dan fenomenanya, Allah SWT mengumpamakan mereka
seperti dalam ayat berikut:
“Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang
menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan
cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka alam kegelapan, tidak
dapat melihat. Mereka tuli, bisu, dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali
(ke jalan yang benar)”. (Al-Baqarah: 17-18)
____________________
YANG MENGUATKAN
YANG MEMBATALKAN IMAN
KAJIAN RINCI DUA
KALIMAH SYAHADAH
Dr. Muhammad Na’im Yasin
-----Perpus Pusat UII, 21 April 2012-----
11.32 WIB
0 komentar:
Posting Komentar