Bismillah..,
Melanjutkan uraian saya yang
telah lalu, membahas mengenai Al-Hammu wal Hazan. Keduanya termasuk dalam
kategori galau. Yang bisa menjadi penyebab adanya bencana bagi kehidupan
seseorang.
Hadits yang berkaitan dengan
kegalauan, diantaranya;
“Barangsiapa
yang menjadikan segala kegalauaannya menjadi satu saja kegalauan terhadap
negeri akherat, maka Allah akan cukupkan baginya segala bentuk kegalauan dunia.
Barangsiapa yang bercabang2 galaunya disebabkan urusan dunia, Allah tidak akan
pernah pedulikan dia, dimanakah di kegalauannya itu dia akan binasa” (HR. Ibnu Majah, Baihaqi, shahih Al-Albani)
Berikutnya kita akan bahas
yaitu;
@Al-‘Ajzun =
kelemahan,. Ingin mencapai sesuatu tapi tidak bisa mencapainya.
@Al-Kasal =
malas,, tidak punya harapan/keinginan/hasrat.
Pada dasarnya setiap kejadian yang
dilakukan oleh manusia itu dipengaruhi dengan adanya 2 hal. Yaitu; Iradah
(kehendak) dan Qudrah (kemampuan). Dua hal ini selalu berpasangan. Jika yang
ada hanyalah satu saja dari 2 hal tersebut, maka seseorang tidak akan bisa melakukan apa-apa. Misal; sms.
Ketika kita berkeinginan sms, dan perangkat yang bisa digunakan untuk sms-nya
ada, maka akan terwujud-lah sms kita. Namun jika kita hanya berkeinginan, tanpa
ada perangkatnya, apakah bisa sms.? ‘Bisa-lah,, kan bisa pinjem orang lain.,’
Memangnya akan selamanya pinjam orang lain.? Kalau kemampuan itu tidak datang
dari kita sendiri,, itu lah kelemahan.
Lalu adanya kemampuan tapi
tidak punya keinginan,.. same saje,,
tidak akan terjadi sodara2. Kita punya hp, canggih, pulsanya masih penuh pula,
tapi tak terbetik keinginan di hati untuk sms. Apakah akan ada sms.? Masak iya,
hp nya mencet2 dirinya sendiri.., Maka dari itu, 2 hal ini selalu berkaitan
erat satu sama lain.
Rasa tidak ingin melakukan
sesuatu semisal contoh di atas apakah tergolong dalam kategori yang dimaksud
malas.? Ketika ada kemampuan, dan ada kebaikan atau manfaat ketika dilakukan,
namun tidak ada keinginan atau tidak ada hasrat di dalam hati untuk
melakukannya, padahal tidak ada udzur atau sebab lain untuk tidak melakukannya,
maka itu lah malas. Saat kita tidak berkeinginan dikarenakan ada sebab lain,
misal; di masjid Ulil ada kajian, tapi kita tidak berkeinginan untuk mengikutinya.,
lha gimana, orang kita sedang kuliah,, misalkan begitu. Beda lagi ceritanya, di
ulil ada kajian, kita salah satu panitianya, kita sedang ada di masjid Ulil
tersebut, tapi bukannya kita duduk di paling depan mendengarkan kajian
tersebut, malah tidur2an di sekretariat., #kebuangetann buangett yak.. hmm, ini
hanya contoh sodara-sodara.. pisss..
Jadi intinya..,, hmmm,, gimana ya,, pokoknya malas itu adalah
dorongan dari dalam diri sendiri untuk tidak berkeinginan melakukan sesuatu hal
yang bermanfaat. Bisa dipahami dan dimengerti sendiri lah ya.,,
Keinginan/hasrat di sini
mempunyai peran yang lebih besar, dibandingkan adanya kemampuan. Jika kita
punya keinginan/hasrat/niat yang besar, tentu kita akan berusaha agar kita
menjadi mampu. Dengan berusaha itu lah kemampuan itu bisa didapatkan, sehingga
keinginan bisa diwujudkan. Misal kita pengin nikah,. #eh,! tapi belum ada
calon, belum ada biaya,. Tentu akan berusaha, mengumpulkan modal, sekaligus
mengumpulkan informasi., ibu2 mana ini yang lagi cari mantu,? #hlohh.!
Sedangkan malas yang sudah
menjadi watak/sifat,, wahh, ini sangat berbahaya sodara-sodara. Bisa2 al-qur’an
gak pernah khatam, shalat ogah2an, ngaji cuman buat cari perhatian, skripsi berantakan, sulit mendapatkan
pekerjaan, dan an-an yang lainnya.
Seorang yang bijak pernah
berkata; “Barangsiapa yang dalam dirinya ada sifat malas, sama saja di dalam
dirinya ada kemunafikan”
Malas = munafik.? Hmmm, pemalas
itu, jika bukan karena terdesak atau paksaan, sebenarnya dia enggan untuk
melakukan. Malas ngaji, malas ibadah, malas ke kampus, malas melakukan
kebaikan2 lainnya. Waktunya hanya digunakan untuk bersantai, hidupnya sebagian
besar tidak dimanfaatkan dengan baik kecuali untuk hal2 yang tidak bermanfaat.
“ngaji yukk.,?!”, ‘ahh, males., enakan tidur gerimis2 begini’. “Ikutan kegiatan
ini yukk,?!”, ‘ahh, males,, capek2,, mendingan nonton pilem di rumah’. “Yuk ke
perpus ngerjain tugas,” ‘ah, males,, masih lama ini waktunya, seminggu lagi’. “Udah
belum tugas-mu, aku tinggal ngeprint nih”, ‘ah, masih tiga hari lagi, besok
lah..’. “Mana tugas-mu, lihat,?!”, ‘belum, kan masih besok ngumpulinnya,?’. “Besok
dari hongkong.,!! tuwh udah disuruh ngumpulin.,, jadwalnya tuwh sekarang,!!”
#gubraaaakkk.
Lemah vs Kuat; apakah lemah itu
tercela.? Bagaimana lagi jikalau sudah berusaha namun tetap juga lemah.? Kalau memang
sudah ada usaha, maka itu lah yang terpenting. Karena mungkin Allah menjadikan
seseorang lemah, agar dia belajar, berusaha untuk menjadi kuat. Lalu Allah akan
mencintainya sebab usaha dan kesabarannya itu.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu , beliau berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh Azza wa Jalla daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan. Bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allâh (dalam segala urusanmu) serta janganlah sekali-kali engkau merasa lemah. Apabila engkau tertimpa musibah, janganlah engkau berkata, Seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini dan begitu, tetapi katakanlah, Ini telah ditakdirkan Allâh, dan Allâh berbuat apa saja yang Dia kehendaki, karena ucapan seandainya akan membuka (pintu) perbuatan syaitan.”
Hadits di atas menunjukkan,
bahwa yang lemah dan yang kuat itu sama-sama ada kebaikan. Namun ada kata
prioritas/menunjukkan adanya keutaman. Yaitu yang kuat lebih dicintai Allah
daripada yang lemah. Dan juga dianjurkan untuk bersungguh2, bersemangat untuk
mendapatkan kebaikan.
Jadi, yang merasa saat ini
dalam keadaan lemah, jangan berputus asa sodara-sodara. Tidak perlu sedih dan
galau, akan tetapi teruslah berusaha dan berdo’a, agar Allah memberikan kemampuan.
Dan yang sekarang sedang
terjangkit dalam dirinya penyakit malas #termasuk penulis sendiri,, segera-lah
tersadar. Berusaha lah agar rasa malas itu tidak menguasai hati dan pikiran
kita. Karena malas itu dekat dengan kefakiran, dan kefakiran itu dekat dengan
kakufuran.
Malas itu dekat dengan
kefakiran. Malas dalam segala hal, termasuk dalam bekerja, ya itu dia yang
menjadi penyebab kefakiran/kemiskinan. Apakah ada, yang kerja-nya bermalas2an,
lalu tiba-tiba dia menjadi kaya.? Memangnya duit itu kayak buah anggur,??? Tinggal
nanem pohonnya, nanti sudah berbuah tinggal dipanen,?! Tidak, sodara2...!
kekayaan dan kejayaan itu hanyalah didapatkan dengan kerja keras. Lihat-lah,
dahulu Rasulullah pun bekerja. Beliau berdagang dan juga kadang menggembalakan
ternak.
Kefakiran dekat dengan
kekufuran. Karena miskin, kadang menjadikan banyak orang lemah imannya. Dirayu dengan
mie instan dan beras beberapa liter saja dengan mudah akan menggadaikan
keimanannya. Na’udzubillah.. Inilah bahaya besar, bencana yang sangatttt luar
biasa, yang ditimbulkan oleh akarnya yaitu sifat malas.
So, mari bersama memperbaiki
diri, dengan terus belajar mencari ilmu, yang bisa menyelamatkan kita dari
segala keburukan di dunia dan di akherat.
Syemangattt..!!!!!!
Bersambung.................
Dari
kajian di Masjid Ar-Rahmat, Slipi (29 nov’14) dengan beberapa tambahan.
-----Jakarta, 3 Desember
2014-----
Jam makan siang, di meja kerja
0 komentar:
Posting Komentar