Rabu, 03 Desember 2014

Bencana Hidup_Malas, Males, Munafik,?! **Kajian #2

Posted by Nis |

Bismillah.., 

Melanjutkan uraian saya yang telah lalu, membahas mengenai Al-Hammu wal Hazan. Keduanya termasuk dalam kategori galau. Yang bisa menjadi penyebab adanya bencana bagi kehidupan seseorang. 

Hadits yang berkaitan dengan kegalauan, diantaranya; 

“Barangsiapa yang menjadikan segala kegalauaannya menjadi satu saja kegalauan terhadap negeri akherat, maka Allah akan cukupkan baginya segala bentuk kegalauan dunia. Barangsiapa yang bercabang2 galaunya disebabkan urusan dunia, Allah tidak akan pernah pedulikan dia, dimanakah di kegalauannya itu dia akan binasa” (HR. Ibnu Majah, Baihaqi, shahih Al-Albani) 

Berikutnya kita akan bahas yaitu; 

@Al-‘Ajzun = kelemahan,. Ingin mencapai sesuatu tapi tidak bisa mencapainya. 
@Al-Kasal = malas,, tidak punya harapan/keinginan/hasrat. 

Pada dasarnya setiap kejadian yang dilakukan oleh manusia itu dipengaruhi dengan adanya 2 hal. Yaitu; Iradah (kehendak) dan Qudrah (kemampuan). Dua hal ini selalu berpasangan. Jika yang ada hanyalah satu saja dari 2 hal tersebut, maka seseorang tidak  akan bisa melakukan apa-apa. Misal; sms. Ketika kita berkeinginan sms, dan perangkat yang bisa digunakan untuk sms-nya ada, maka akan terwujud-lah sms kita. Namun jika kita hanya berkeinginan, tanpa ada perangkatnya, apakah bisa sms.? ‘Bisa-lah,, kan bisa pinjem orang lain.,’ Memangnya akan selamanya pinjam orang lain.? Kalau kemampuan itu tidak datang dari kita sendiri,, itu lah kelemahan.  

Lalu adanya kemampuan tapi tidak punya keinginan,.. same saje,, tidak akan terjadi sodara2. Kita punya hp, canggih, pulsanya masih penuh pula, tapi tak terbetik keinginan di hati untuk sms. Apakah akan ada sms.? Masak iya, hp nya mencet2 dirinya sendiri.., Maka dari itu, 2 hal ini selalu berkaitan erat satu sama lain. 

Rasa tidak ingin melakukan sesuatu semisal contoh di atas apakah tergolong dalam kategori yang dimaksud malas.? Ketika ada kemampuan, dan ada kebaikan atau manfaat ketika dilakukan, namun tidak ada keinginan atau tidak ada hasrat di dalam hati untuk melakukannya, padahal tidak ada udzur atau sebab lain untuk tidak melakukannya, maka itu lah malas. Saat kita tidak berkeinginan dikarenakan ada sebab lain, misal; di masjid Ulil ada kajian, tapi kita tidak berkeinginan untuk mengikutinya., lha gimana, orang kita sedang kuliah,, misalkan begitu. Beda lagi ceritanya, di ulil ada kajian, kita salah satu panitianya, kita sedang ada di masjid Ulil tersebut, tapi bukannya kita duduk di paling depan mendengarkan kajian tersebut, malah tidur2an di sekretariat., #kebuangetann buangett yak.. hmm, ini hanya contoh sodara-sodara.. pisss.. 


Jadi intinya..,, hmmm,, gimana ya,, pokoknya malas itu adalah dorongan dari dalam diri sendiri untuk tidak berkeinginan melakukan sesuatu hal yang bermanfaat. Bisa dipahami dan dimengerti sendiri lah ya.,, 

Keinginan/hasrat di sini mempunyai peran yang lebih besar, dibandingkan adanya kemampuan. Jika kita punya keinginan/hasrat/niat yang besar, tentu kita akan berusaha agar kita menjadi mampu. Dengan berusaha itu lah kemampuan itu bisa didapatkan, sehingga keinginan bisa diwujudkan. Misal kita pengin nikah,. #eh,! tapi belum ada calon, belum ada biaya,. Tentu akan berusaha, mengumpulkan modal, sekaligus mengumpulkan informasi., ibu2 mana ini yang lagi cari mantu,? #hlohh.! 

Sedangkan malas yang sudah menjadi watak/sifat,, wahh, ini sangat berbahaya sodara-sodara. Bisa2 al-qur’an gak pernah khatam, shalat ogah2an, ngaji cuman buat cari perhatian, skripsi berantakan, sulit mendapatkan pekerjaan, dan an-an yang lainnya. 

Seorang yang bijak pernah berkata; “Barangsiapa yang dalam dirinya ada sifat malas, sama saja di dalam dirinya ada kemunafikan”  

Malas = munafik.? Hmmm, pemalas itu, jika bukan karena terdesak atau paksaan, sebenarnya dia enggan untuk melakukan. Malas ngaji, malas ibadah, malas ke kampus, malas melakukan kebaikan2 lainnya. Waktunya hanya digunakan untuk bersantai, hidupnya sebagian besar tidak dimanfaatkan dengan baik kecuali untuk hal2 yang tidak bermanfaat. “ngaji yukk.,?!”, ‘ahh, males., enakan tidur gerimis2 begini’. “Ikutan kegiatan ini yukk,?!”, ‘ahh, males,, capek2,, mendingan nonton pilem di rumah’. “Yuk ke perpus ngerjain tugas,” ‘ah, males,, masih lama ini waktunya, seminggu lagi’. “Udah belum tugas-mu, aku tinggal ngeprint nih”, ‘ah, masih tiga hari lagi, besok lah..’. “Mana tugas-mu, lihat,?!”, ‘belum, kan masih besok ngumpulinnya,?’. “Besok dari hongkong.,!! tuwh udah disuruh ngumpulin.,, jadwalnya tuwh sekarang,!!” #gubraaaakkk.
Lemah vs Kuat; apakah lemah itu tercela.? Bagaimana lagi jikalau sudah berusaha namun tetap juga lemah.? Kalau memang sudah ada usaha, maka itu lah yang terpenting. Karena mungkin Allah menjadikan seseorang lemah, agar dia belajar, berusaha untuk menjadi kuat. Lalu Allah akan mencintainya sebab usaha dan kesabarannya itu. 

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu , beliau berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh Azza wa Jalla daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan. Bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allâh (dalam segala urusanmu) serta janganlah sekali-kali engkau merasa lemah. Apabila engkau tertimpa musibah, janganlah engkau berkata, Seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini dan begitu, tetapi katakanlah, Ini telah ditakdirkan Allâh, dan Allâh berbuat apa saja yang Dia kehendaki, karena ucapan seandainya akan membuka (pintu) perbuatan syaitan.” 

Hadits di atas menunjukkan, bahwa yang lemah dan yang kuat itu sama-sama ada kebaikan. Namun ada kata prioritas/menunjukkan adanya keutaman. Yaitu yang kuat lebih dicintai Allah daripada yang lemah. Dan juga dianjurkan untuk bersungguh2, bersemangat untuk mendapatkan kebaikan. 

Jadi, yang merasa saat ini dalam keadaan lemah, jangan berputus asa sodara-sodara. Tidak perlu sedih dan galau, akan tetapi teruslah berusaha dan berdo’a, agar Allah memberikan kemampuan.


Dan yang sekarang sedang terjangkit dalam dirinya penyakit malas #termasuk penulis sendiri,, segera-lah tersadar. Berusaha lah agar rasa malas itu tidak menguasai hati dan pikiran kita. Karena malas itu dekat dengan kefakiran, dan kefakiran itu dekat dengan kakufuran. 

Malas itu dekat dengan kefakiran. Malas dalam segala hal, termasuk dalam bekerja, ya itu dia yang menjadi penyebab kefakiran/kemiskinan. Apakah ada, yang kerja-nya bermalas2an, lalu tiba-tiba dia menjadi kaya.? Memangnya duit itu kayak buah anggur,??? Tinggal nanem pohonnya, nanti sudah berbuah tinggal dipanen,?! Tidak, sodara2...! kekayaan dan kejayaan itu hanyalah didapatkan dengan kerja keras. Lihat-lah, dahulu Rasulullah pun bekerja. Beliau berdagang dan juga kadang menggembalakan ternak.

Kefakiran dekat dengan kekufuran. Karena miskin, kadang menjadikan banyak orang lemah imannya. Dirayu dengan mie instan dan beras beberapa liter saja dengan mudah akan menggadaikan keimanannya. Na’udzubillah.. Inilah bahaya besar, bencana yang sangatttt luar biasa, yang ditimbulkan oleh akarnya yaitu sifat malas. 

So, mari bersama memperbaiki diri, dengan terus belajar mencari ilmu, yang bisa menyelamatkan kita dari segala keburukan di dunia dan di akherat.
Syemangattt..!!!!!!



Bersambung.................


Dari kajian di Masjid Ar-Rahmat, Slipi (29 nov’14) dengan beberapa tambahan.




-----Jakarta, 3 Desember 2014----- 
Jam makan siang, di meja kerja

0 komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger