Rabu, 15 Juni 2016

Senandung Patah Hati

Posted by Nis |

Bismillah...

Ah, aku merasakannya lagi
Pahitnya lebih getir
Sakitnya lebih menyiksa
Lukanya pun lebih dalam

Hatiku hancur sehancur-hancurnya
Hatiku remuk sebegitu parahnya


Jatuh berdenting
Pecah berkeping
Berserakan
Berhamburan

Sedemikian hebatnya kah
Sedemikian kuatnya kah
Sedemikian cetarr membahananya kah
Tak mampu menahan, hingga akhirnya patah

Ku bilang ‘sayang
Kau bilang ‘sudah kubuang!
Ku bilang ‘cinta
Kau bilang ‘sudah tak ada lagi yang tersisa!

Se mudah itu kah?
Se ringan itu kah?




Hikss....        via: gambarcantik.blogspot.com


------------------------------------





Ciyeeeeeeeeeee yang lagi patah hati, jangan baper yaaa.... :D

Ini tulisan opo sih??!, kamu patah hati nis?. Entahlah, saya juga bingung sodara-sodara. Mungkin karena pengaruh labilitas ekonomi yang semakin sulit di Jakarta. #lhoh? hubungane opo??!


:D










----------Jakarta, 15 Juni 2016-------
menantikan dzuhur, di meja kerja







Kamis, 09 Juni 2016

TA'ARUF (pengalaman) 1

Posted by Nis |

Bismillah,,
Segala puji milik Allah Ta’ala.

Di hari yang cerah se-cerah hati ku kali ini, saya akan berbagi kisah ndak begitu penting tapi mungkin bisa diambil pelajaran darinya. Yaitu mengenai salah satu pengalaman ta’aruf saya. Acieehh,, ehhem.


Ta'aruf = kenalan.   via: ldkummi.unikom.ac.id

Hari itu berlalu seperti biasa. Bekerja seharian, lalu sore pulang ke rumah kakak. Ketika itu saya masih numpang sama kakak alias belum menjadi anak kos sejati, malah sebagai nebengers yang tak tahu diri. Karena di samping saya numpang tidur, makan, dan mandi, saya sekaligus numpang cuciin baju plus setrikain sama mbak saya. Ahhhaiii. Yang ini bukan untuk dicontoh yaw. Malesun.!

Waktu itu ba’da subuh saat mbak saya bilang;
“nis, nanti malem ada yang mau kenalan sama kamu kesini”.
Saya, “hah, kenalan? Siapa?” agak kaget.
Mbak, “adiknya bapaknya Unai (tetangga), tadi bilang sama bapake ridho (mas min -suaminya mbak)”
Saya, “yangmana orangnya?”
Mbak, “Entah, aku juga belum pernah lihat.”
Saya, “Kan tetangga, mosok gak tau?”, protes.
Mbak, “Heheh, entah, mungkin pernah ketemu, tapi gak ngeh kalau itu adik e bapaknya Unai”

Tersebab saya tergolong spesies introvert (terhadap orang yang belum dikenal),  saya tidak terlalu kenal dengan tetangga sekitar tempat mbak saya tinggal. Pun rutinitas setiap hari hanya dari rumah, berangkat ke tempat kerja, pulang lagi, tidur. Sabtu, 2 kali sebulan masuk kerja, 2 kali kadang ke kajian. Ndak pernah sama sekali ngobrol atau main ke tetangga rumah. Paling sama pakde-budhe (saudaranya mas min) karena rumahnya dempetan.


via: www.manjur.net

Tibalah sore yang dijadwalkan kenalan, sempat kepikiran bahwa sebentar lagi akan ada yang datang untuk ketemu dengan saya,, ikhwan.!!. Saya pikir, sekedar kenalan biasa ya ndak apa2 lah. Lagipula kan di rumah, tidak berkhalwat. Dan... hhemmm amazing juga jaman sekarang ada yang bersikap tidak biasa, di kota Jakarta pula. Biasanya, kenalan mah kenalan aja, ndak pakai acara datang ke rumah minta anterin kakaknya. Ini luarrrr biasa.

Ohhoy,, malam yang dinanti ternyata berlalu begitu saja. Beliau nya sedang lembur, jadi ndak bisa ke rumah. Eits, jangan sedih.. masih ada sabtu2 berikutnya.

“Assalamu’alaikum”, suara bapaknya Unai tertangkap kedua telingaku. Lalu sahutan mbak Wit, “wa’alaikumussalam”,, disambung “Nis,,..!!!” kode agar saya segera turun. Saya sedang di ruang atas ketika itu. Turun lah saya dengan hati yang agak ahhem penasaran. Rumah kakak yang tak terlalu lebar mengharuskan kami duduk dengan formasi melingkar. Saya di depan tv persis mepet tembok, sebelah kanan saya ada avivah (sengaja saya kasih pinjem mainan hape, biyar ndak kemana2), sebelahnya avivah yaitu bapaknya Unai, sebelahnya ada si Mas yang mau kenalan, kanannya ada Mas Min, kanannya lagi dan tepat di kiri saya adalah mbak Wit.


lirikan matamu menarik sapi ku :D     via: penulispro.com

Woeh, pas banget saya dan masnya itu hadap2an. Lirik dikit ahh,,, ciaaahhhh :D, :D. Sekelebat sudah tertangkap mata, mas nya pas lagi senyum ke mbak wit.

Acara pun dimulai dengan pembukaan oleh Bapaknya Unai (saya ndak tahu namanya). Beliau jelaskan maksud kedatangannya yaitu adeknya yang bernama mas U**** yang disampingnya itu pengin kenalan dengan saya. Dijelaskanlah bahwa mas U tersebut adeknya yang ke sekian, tinggalnya dimana, kerja dimana, de es be. Disambutlah oleh si mas Min, dengan meluncurkan beberapa pertanyaan, sehingga terjadi tanya jawab beberapa saat, kemudian berkembang menjadi obrolan yang seru di antara mereka termasuk si mas U menjelaskan seputar pekerjaannya.

Saya.?? Saya hanya mbatin “ini acara opo....lah,,”. Sementara pada ngobrol, saya sok fokus (sejak awal) dengan buku di pangkuan saya, ‘Jalan Cinta Para Pejuang’nya Salim A.Fillah sudah sengaja saya persiapkan. Alibi, sok sibuk. :D

Oh, no.! Topik pembicaraan mulai beralih ke jati diri saya #halah. “Mbak Manis, kerjane ten pundi?”, tanya bapaknya Unai. Saya dengan sok malu2, padahal biasanya malu2in, “daerah Kemayoran”. Disambung mbak Wit menjelaskan tentang saya anak keberapa, kita orang berapa bersaudara, de el el. Pertanyaan2 Bapaknya Unai berikutnya, mbak/mas saya yang jawab. Alhamdulillah ada juru bicara. :D

Setelah dirasa cukup acara perkenalannya, Mas U dan Bapaknya Unai pun undur diri. Alhamdulillah, hhemmmm. Saya sebenarnya agak bingung, jadi tadi itu yang pengen kenalan itu Mas U apa Bapaknya Unai ya,,? Ehheheheh.

Perkenalannya cukup berkesan, karena saya dan Mas U tidak ngobrol secara langsung. Meskipun begitu, sudah terwakilkan oleh kakak2 kami.  :D



~Belum selesai..

lanjutan cerita Klik di sini: Ta'aruf (pengalaman) 2






------Jakarta, 9 Juni 2016-----
meja kerja, menanti berbuka

Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger