Bismillah,,
Segala
puji milik Allah Ta’ala.
Di hari yang
cerah se-cerah hati ku kali ini, saya akan berbagi kisah ndak begitu penting
tapi mungkin bisa diambil pelajaran darinya. Yaitu mengenai salah satu
pengalaman ta’aruf saya. Acieehh,, ehhem.
Ta'aruf = kenalan. via: ldkummi.unikom.ac.id
Hari itu
berlalu seperti biasa. Bekerja seharian, lalu sore pulang ke rumah kakak.
Ketika itu saya masih numpang sama kakak alias belum menjadi anak kos sejati,
malah sebagai nebengers yang tak tahu diri. Karena di samping saya numpang
tidur, makan, dan mandi, saya sekaligus numpang cuciin baju plus setrikain sama
mbak saya. Ahhhaiii. Yang ini bukan untuk dicontoh yaw. Malesun.!
Waktu itu
ba’da subuh saat mbak saya bilang;
“nis, nanti
malem ada yang mau kenalan sama kamu kesini”.
Saya, “hah,
kenalan? Siapa?” agak kaget.
Mbak,
“adiknya bapaknya Unai (tetangga), tadi bilang sama bapake ridho (mas min -suaminya
mbak)”
Saya,
“yangmana orangnya?”
Mbak,
“Entah, aku juga belum pernah lihat.”
Saya, “Kan
tetangga, mosok gak tau?”, protes.
Mbak, “Heheh,
entah, mungkin pernah ketemu, tapi gak
ngeh kalau itu adik e bapaknya Unai”
Tersebab
saya tergolong spesies introvert (terhadap orang yang belum dikenal), saya tidak terlalu kenal dengan tetangga
sekitar tempat mbak saya tinggal. Pun rutinitas setiap hari hanya dari rumah,
berangkat ke tempat kerja, pulang lagi, tidur. Sabtu, 2 kali sebulan masuk
kerja, 2 kali kadang ke kajian. Ndak pernah sama sekali ngobrol atau main ke
tetangga rumah. Paling sama pakde-budhe (saudaranya mas min) karena rumahnya
dempetan.
via: www.manjur.net
Tibalah sore
yang dijadwalkan kenalan, sempat kepikiran bahwa sebentar lagi akan ada yang
datang untuk ketemu dengan saya,, ikhwan.!!. Saya pikir, sekedar kenalan biasa
ya ndak apa2 lah. Lagipula kan di rumah, tidak berkhalwat. Dan... hhemmm
amazing juga jaman sekarang ada yang bersikap tidak biasa, di kota Jakarta
pula. Biasanya, kenalan mah kenalan aja, ndak pakai acara datang ke rumah minta
anterin kakaknya. Ini luarrrr biasa.
Ohhoy,,
malam yang dinanti ternyata berlalu begitu saja. Beliau nya sedang lembur, jadi
ndak bisa ke rumah. Eits, jangan sedih.. masih ada sabtu2 berikutnya.
“Assalamu’alaikum”,
suara bapaknya Unai tertangkap kedua telingaku. Lalu sahutan mbak Wit,
“wa’alaikumussalam”,, disambung “Nis,,..!!!” kode agar saya segera turun. Saya
sedang di ruang atas ketika itu. Turun lah saya dengan hati yang agak ahhem
penasaran. Rumah kakak yang tak terlalu lebar mengharuskan kami duduk dengan
formasi melingkar. Saya di depan tv persis mepet tembok, sebelah kanan saya ada
avivah (sengaja saya kasih pinjem mainan hape, biyar ndak kemana2), sebelahnya
avivah yaitu bapaknya Unai, sebelahnya ada si Mas yang mau kenalan, kanannya
ada Mas Min, kanannya lagi dan tepat di kiri saya adalah mbak Wit.
lirikan matamu menarik sapi ku :D via: penulispro.com
Woeh, pas
banget saya dan masnya itu hadap2an. Lirik dikit ahh,,, ciaaahhhh :D, :D.
Sekelebat sudah tertangkap mata, mas nya pas lagi senyum ke mbak wit.
Acara pun
dimulai dengan pembukaan oleh Bapaknya Unai (saya ndak tahu namanya). Beliau
jelaskan maksud kedatangannya yaitu adeknya yang bernama mas U**** yang disampingnya
itu pengin kenalan dengan saya. Dijelaskanlah bahwa mas U tersebut adeknya yang
ke sekian, tinggalnya dimana, kerja dimana, de es be. Disambutlah oleh si mas
Min, dengan meluncurkan beberapa pertanyaan, sehingga terjadi tanya jawab
beberapa saat, kemudian berkembang menjadi obrolan yang seru di antara mereka
termasuk si mas U menjelaskan seputar pekerjaannya.
Saya.?? Saya
hanya mbatin “ini acara opo....lah,,”. Sementara pada ngobrol, saya sok fokus (sejak
awal) dengan buku di pangkuan saya, ‘Jalan Cinta Para Pejuang’nya Salim
A.Fillah sudah sengaja saya persiapkan. Alibi, sok sibuk. :D
Oh, no.!
Topik pembicaraan mulai beralih ke jati diri saya #halah. “Mbak Manis, kerjane
ten pundi?”, tanya bapaknya Unai. Saya dengan sok malu2, padahal biasanya
malu2in, “daerah Kemayoran”. Disambung mbak Wit menjelaskan tentang saya anak
keberapa, kita orang berapa bersaudara, de el el. Pertanyaan2 Bapaknya Unai
berikutnya, mbak/mas saya yang jawab. Alhamdulillah ada juru bicara. :D
Setelah
dirasa cukup acara perkenalannya, Mas U dan Bapaknya Unai pun undur diri.
Alhamdulillah, hhemmmm. Saya sebenarnya agak bingung, jadi tadi itu yang pengen
kenalan itu Mas U apa Bapaknya Unai ya,,? Ehheheheh.
Perkenalannya
cukup berkesan, karena saya dan Mas U tidak ngobrol secara langsung. Meskipun
begitu, sudah terwakilkan oleh kakak2 kami. :D
------Jakarta, 9 Juni 2016-----
meja kerja, menanti berbuka