Bismillah...
Segala puji teruntuk Allah SWT,
Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang..,
“Dan
diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismusendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” (Ar-Ruum; 21)
Pada
kesempatan ini, saya akan sampaikan masih dari buku ‘Nikmatnya Pacaran Setelah
Pernikahan’. Langsung ke bab 7, sub bab ‘Dinginnya Keringat Saat Akad’. Di
bagian inilah yang paling mak clesss
menurut saya pribadi. Tentang suasana, nuansa yang teramat sangat sakral,
sangat mendebarkan, yang hanya sekali untuk se-umur hidup (..amiiin.), yang
dengan ini kita membuka sebuah gerbang dari sisi lain kehidupan, yang hanya
dalam beberapa menit ini berlangsung akan mengubah kehidupan kita puluhan tahun
ke depan.
Seperti
apakah itu..?? Coba kita simak bersama bagaimana Ustadz Salim A.Fillah
menguraikannya;
--------------------
Dinginnya Keringat Saat Akad
“Jika seorang hamba menikah, maka telah menjadi sempurnalah setengah
agamanya. Maka hendaklah ia bertaqwa kepada Allah pada sebagian lainnya.” (HR Al-Hakim dan Ath-Thabrani dari Anas bin
Malik. Al-Albani meng-hasan-kannya.)
Di sinilah indahnya sensasi itu.
Ketika seseorang telah mengambil dari kita sebuah perjanjian berat. Al-Qur’an
menyebutnya mitsaaqan ghaliizhaa,
frasa yang hanya tiga kali muncul dalam redaksi 30 juznya.
Sensasi itu menghadirkan
perwujudan menakjubkan. Bahwa dua mitsaaqan
ghaliizhaa yang lain adalah perjanjian besar Allah dengan Bani Israil
sampai-sampai Ia mengangkat gunung Thursina ke atas mereka, dan juga perjanjian
agung antara Allah dan Rasul-RasulNya.
Serta-merta gambaran gunung yang
siap ditimpakan itu datang, sosok-sosok manusia besar itu membayang, dan gemetarlah
ucapan “Saya terima nikahnya Fulanah binti Fulan...”. Erat tangan calon mertua
menggenggam saat qabul diucapkan. Matanya seakan berkata, kini engkau telah
kuikat, kubelit, kucencang, dan kupanggulkan Thursina ke pundakmu (sruuuuut....hiks...
*terharu saya). Lalu siapa yang tak berkeringat dingin kalau begitu?
“....Dan mereka (isteri-isteri kalian) telah mengambil dari kalian
mitsaaqan ghaliizhaa (perjanjian yang berat).” (An-Nisa’; 21)
Saya –mungkin juga anda- tak
pernah menyangka bahwa ayat ini memberikan banyak makna dari satu kata di
dalamnya. Kata yang menggambarkan sebuah cakupan luas tentang kehadiran mitsaaqan ghaliizhaa, dalam hidup rumah
tangga yang membentang. Penjelasan penulis tafsir Zhilal, Sayyid Quthb, akan menambah nikmatnya sensasi yang
ditimbulkan keringat dingin kita ini, insyaallah.
“...padahal sebagian kalian telah afdha (bercampur) dengan sebagian
yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isteri kalian( telah
mengambil dari kalian mitsaaqan ghaliizhaa (perjanjian yang berat).” (An-Nisa’; 21)
Sayyid Quthb ketika mentafsir
Surah An-Nisa’ ayat 21 menguraikan dengan indah kata afdha (bercampur) yang ada di dalamnya. “Kata ini..”, jelas beliau,
“dibiarkan secara umum memberikan semua maknanya, menyampaikan semua
naungannya, dan menuangkan semua inspirasinya. Tidak berhenti pada batas jasad
dan pelampiasannya, tetapi meliputi berbagai emosi, perasaan, suasana batin,
persepsi, rahasia, cita-cita, dan kesepakatan.”
“Kata itu...”, sambung Sayyid,
“dibiarkan melukiskan puluhan gambaran tentang kehidupan bersama di waktu-waktu
malam dan siang hari.” Subhanallah, indah sekali.
Mari kita tambah sedikit. Ustadz
Fauzil ‘Adhim dalam Menuju Pernikahan
Barakah menuliskan sebuah khutbah nikah yang indah dan penuh makna sebagai
berikut:
“Dahulu anda adalah manusia bebas
yang boleh pergi sesuka anda. Tetapi sejak pagi ini, bila anda belum pulang
setelah larut malam, di rumah anda ada seorang wanita yang tak bisa tidur
karena mencemaskan anda. Kini, bila berhari-hari anda tidak pulang tanpa berita,
di kamar anda ada seorang perempuan lembut yang akan membasahi bantalnya dengan
linangan air mata. Dahulu, bila anda mendapat mushibah, anda hanya akan
mendapat ucapan, “Turut berduka cita” dari sahabat-sahabat anda. Tetapi kini,
seorang isteri akan bersedia mengorbankan apa saja agar anda meraih kembali
kebahagiaan anda. Anda sekarang mempunyai kekasih yang diciptakan Allah untuk
berbagi suka dan duka dengan anda.” (MasyaAllah..... mak clesss..... meleleh..)
--------------------
Hwaaaah....
terbayang lagi saat-saat saya menunggui proses akad salah dua orang yang
sekarang tersemat gelar ‘alumni’ Takmir Masjid Ulil Albab. Siapakah
mereka...??? He...he,,,
Dua orang terdakwa(yang akan
dinikahkan) sudah siap, para undangan dan saksi yang dipercaya sudah menempatkan
diri di kursi masing-masing(termasuk saya dan teman2). Orang-orang yang lalu
lalang sedikit mengganggu pandangan saya ketika itu. Tapi ada kamera takmir
yang alhamdulillah menjadi perantara saya untuk bisa dengan jelas mengabadikan moment2
itu, tak hanya di memori kamera, tapi memori
otak juga..(he...).
Suasana begitu ‘sesuatu’ banget, saat pak penghulu
memberikan do’a untuk kedua mempelai. Mas Ovide (eh, keceplosan..), sang
mempelai pria menunduk, begitu menghayati. Para hadirin mengangkat tangan,
meng-aminkan do’a, turut mengharapkan kebahagiaan dua orang yang menjadi sebab
kedatangan mereka. Yang saya lihat di depan saya, di kedalaman tunduknya,
tetesan2 air mata mengiringi kesungguhan akan janjinya yang baru saja beliau
ikrarkan. Dalam ikrar ijab qabul barusan,
dengan menjabat tangan ayah mertua, “saya terima nikahnya....” seolah mewakili sebuah
janji; “Ayah.., terima kasih telah merawat dengan baik, dengan penuh cinta
kasih, wanita saya ini. Wahai ayah, hari ini saya menjemputnya, untuk menjadi
pendamping hidup saya. Yang akan saya berikan kebahagiaan sepanjang hidupnya.
Yang tidak akan pernah saya sakiti hatinya. Yang akan saya curahkan kepadanya
cinta, kasih, dan sayang saya seperti atau bahkan melebihi yang sudah ayah
berikan padanya. Doakan saya ayah.., agar terasa ringan saya pikul tanggung
jawab dan amanah yang ayah letakkan di pundak saya. Doakan agar saya bisa
menjadi imam yang baik, seperti yang ia harapkan. Doakan kami dapat menyambung
keturuan ayah dengan keturunan-keturunan sholeh-sholehah. Doakan kami agar
diberikan oleh Allah, kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan penuh
rohmah... ayah..percayalah padaku untuk menjaganya...
Sementara kakak dari mempelai
putri juga tersapu haru, seolah berkata.. ‘mas Ovide...saya percayakan ade’
perempuan saya (satu-satunya), pelita dalam keluarga, kepadamu. Tolong jagalah
ia, bahagiakanlah ia, jangan sampai satu tetes pun airmata kesedihan membasahi
pipinya(karna kalau sampai itu terjadi, bersiap-siaplah berhadapan dengan
saya). Bimbinglah ia dengan penuh cinta. Do’aku menyertai kalian berdua,
ade’ku..
Mak
grujugg... suasana haru membuat butiran-butiran mutiara
derass berjatuhan...
Wiss..
yen ngene iki wis gak isoh nglanjutke...
Hemmmmhhhhh.....
--------------------
Akhirnya, ungkapan
ustadz Fauzil Adhzim dalam Kupinang Engkau Dengan Hamdalah (yang sangatt mak clesssssssssss) di bawah ini menjadi penutup;
Menikah merupakan sunnah
yang diagungkan oleh Allah. Al-Qur’an menyebut pernikahan sebagai mitsaqan-ghalizha
(perjanjian yang sangat berat). Mitsaqanghalizha adalah nama dari
perjanjian yang paling kuat dihadapan Allah. Hanya tiga kali Al-Qur’an menyebut
mitsaqan-ghalizha. Hanya untuk tiga perjanjian Allah memberi nama mitsaqan-ghalizha.
Dua perjanjian berkenaan dengan tauhid, yaitu perjanjian Allah dengan Bani
Israel yang untuk itu Allah mengangkat bukit Thursina ketika mengambil sumpah.
Sedang yang lain adalah perjanjian Allah dengan para Nabi ulul-azmi,
Nabi yang paling utama di antara para Nabi. Dan, pernikahan termasuk perjanjian
yang oleh Allah digolongkan sebagai mitsaqan-ghalizha. Allah menjadi
saksi ketika seseorang melakukan akad nikah.
Wallahua’lam
bishawab.
-----Al-Mahfuzh, 08 Sept 2012-----
Ashar
0 komentar:
Posting Komentar