Kamis, 06 September 2012

Bro,.It's4U_'Cantik Ijinkan Aku Menunduk'

Posted by Nis |




Bismillah...,
Alhamdulillah,, hari ini rintik hujan membasahi bumi Jogja bagian UII. Hujan di musim kemarau, meski hanya beberapa rintikan saja, tapi membawa nuansa tersendiri. Hemmm.... damai..

Mencari-cari inspirasi, bermasksud meminjam buku untuk diambil ilmunya, kamar Ummi Kalsum Jani dituju. Mmmm... sepertinya gak ada. Belok ke kamar mbak Erni Fariatun, nampaklah sebuah buku yang sudah sempat dibaca, meski hanya sebagian. Berjudul ‘Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan’, karya Ustadz Salim A.Fillah. Di kalangan akhwat2 LDF yang dulu sempat ngobrol di shelter Gondang 1 merapi, buku ini cukup populer lho.. beberapa kali pertemuan (jadwal pertemuan; 1 minggu sekali) bahasan tentang buku ini begitu hangat dibicarakan. Isinya sangat mengena, sehingga mudah membuat mereka (termasuk saya) merasakan mak jlebb...

Setiap babnya ada hikmah2 tersendiri yang sangat joss untuk dijadikan bahan renungan dalam rangka perbaikan diri. Salah satunya adalah di bab 4 ini, dengan judul ‘Cantik, Ijinkan Aku Menunduk’. Dari judulnya, sudah jelas-lah bahasan ini sangat cocok bagi para ikhwan. Oleh karena itu, salinan ini saya bagikan terkhusus untukmu, wahai saudaraku...

----------------
Cantik, Ijinkan Aku Menunduk


“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan sebagian pandangannya dan hendaklah mereka jaga kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (An-Nur;30)

“Sesiapa yang menundukkan pandangannya dari apa-apa yang diharamkan Allah, maka Allah akan mengaruniakan hikmah pada lisannya, yang dengan itu ia memberikan petunjuk kepada orang-orang yang mendengarkannya. Sesiapa yang menundukkan pandangannya dari syubhat, maka Allah akan menempatkan cahaya di hatinya, cahaya yang menerangi menuju jalan keridhaanNya.” (Abul Husain Al Warraq)

Demi Allah,
Aku tak tahu apa harus kukecam hawa nafsuku,
Atas cinta
Atau mataku yang menggoda, ataukah hati ini
Jika kukecam hati, ia berkata: gara-gara mata yang memandang!
Dan jika kuhardik mata, ia berdalih: Ini kesalahan hati!
Mata dan hati telah dialiri darah,
Maka wahai Rabbi, jadilah Penolongku atas mata dan hati ini.

(Kata-kata seorang penyair yang dikutip Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Al Ghazuli dalam Ghadhdhul Bashar)

Syaithan, kata ibnu ‘Abbas, menempati tiga lokasi dalam diri seorang lelaki: pandangan, hati, dan ingatan. Sementara kedudukan syaithan dalam diri seorang wanita menurut Faqih-nya para sahabat ini ada pada lirikan mata, hati, dan kelemahannya. Luar biasa. Betapa semua titik lemah manusia telah diketahui syaithan!

Sungguh benar kemudian jika Ustadz Rahmat ‘Abdullah mengatakan bahwa di titik lemah ujian datang. Demi Allah, ada banyak laki-laki jujur yang akan mengakui bahwa titik lemahnya ada pada kecantikan wajah. Sejujur para istri bangsawan Mesir di masa Yusuf ‘Alaihis Salam yang mengiris-iris jemarinya menyaksikan ketampanan membius. Cukuplah ungkapan keterpanaan mereka mewakili perasaan para lelaki, “.., ini bukan manusia, ini malaikat yang mulia...”  (Yusuf; 31)

Di tengah kejujuran itu, biarlah kita merindu sosok-sosok yang pandangannya selalu tunduk, menyerusuk ke kedalaman bumi. Walau ia menyimpan kekaguman pada kecantikan mahakarya Allah, tetapi kemampuan membedakan mana yang halal dan mana yang haram baginya telah mengajarkan kalimat, “Cantik, ijinkan aku menunduk!”.

Mari kita dengarkan bagaimana Ummu Salamah berkisah tentang santunnya ‘Utsman bin Thalhah, dalam perjalanan mereka ke Madinah. Sungguh, hanya Allah yang mengawasi mereka sepanjang 400 kilometer itu. Ya. Padahal Ummu Salamah adalah salah satu wanita tercantik di Makkah, dan ‘Utsman pun tergolong tampan.

Agaknya, ketundukan pandangan ‘utsman bin Thalhah, kemuliaan akhlaqnya, dan kesuciannya inilah membuat Rasulullah mencegah ‘Umar membunuhnya saat dia masih musyrik dan menjadi tawanan Badar. Bahkan kemudian, beliau menetapkan hak pemegang kunci Ka’bah padanya dan keturunannya saat penaklukan Makkah. Inilah yang beliau SAW lakukan, meski ‘Ali sang menantu mulia menginginkan dan meminta kedudukan itu untuk disatukan dengan hak pemberian minum jama’ah haji yang ada pada keturunan ‘Abdul Muthalib.

Ibnu Ishaq meriwayatkan fragmen ini, dalam penggal kisah hijrah Ummu Salamah. Dan inilah yang dituturkan Ummu Salamah:

....’Utsman bin Thalhah bertanya padaku, “Hendak pergi ke mana wahai putri Abu ‘Umayyah?”

“Aku hendak menemui suamiku di Madinah”

“Tidak adakah seseorang yang menyertaimu?”

“Tak seorangpun, kecuali Allah dan anakku ini...”

“Demi Allah tidak selayaknya engkau dibiarkan seperti ini”, katanya. Lalu dia menuntun tali kendali unta dan membawaku berjalan dengan cepat. Demi Allah, aku tidak pernah bepergian dengan seorang laki-laki dari kalangan Arab yang lebih santun dari dirinya.


Jika tiba di suatu tempat persinggahan, dia menderumkan unta, kemudian dia menjauh dan membelakangiku agar aku turun. Apabila aku sudah turun, dia menuntun untaku dan mengikatnya di sebuah pohon. Kemudian ia menyingkir dan mencari pohon lain, berteduh di bawahnya sambil tidur telentang. Jika sudah dekat waktunya untuk melanjutkan perjalanan, dia mendekat ke arah untaku dan menuntunnya. Sambil agak menjauh lagi dan membelakangiku dia berkata, “Naiklah!”

Jika aku sudah naik dan duduk dengan mapan di dalam sekedup, dia mendekat lagi dan menuntun tali kekang unta. Begitulah yang senantiasa ia lakukan hingga ia mengantarku sampai ke Madinah. Setelah melihat perkampungan bani ‘Amr bin ‘Auf di Quba’, dia berkata: “Suamimu ada di kampung itu. Maka masuklah ke sana dengan barakah Allah.” Setelah itu, ia membalikkan badan dan kembali ke Makkah.

Luar biasa. Terima kasih padamu wahai ‘Utsman, yang telah mengajarkan pada kami akhlaq laki-laki sejati. Inilah spontanitas hati yang mampu membedakan mana yang halal bagi dirinya dan mana yang tidak.

---------------
Di atas adalah salah satu sub bab yang menjadi bagian dari bab 4 buku ini. Masih ada beberapa sub bab lagi sebenarnya, yang bisa lebih melengkapi dan saling terkait. Namun, apa mau dikata, waktu maghrib sudah menjelang...
Semoga bermanfaat....
----------------


“Telah tertulis atas anak Adam nasibnya dari zina. Akan bertemu dalam hidupnya, tidak bisa tidak. Maka kedua mata, zinanya adalah memandang. Kedua telinga, zinanya berupa menyimakdengarkan. Lisan, zinanya berkata. Tangan, zinanya menyentuh. Kaki, zinanya berjalan. Dan zinanya hati adalah ingin dan angan-angan. Maka akan dibenarkan hal ini oleh kemaluan, atau didustakannya.”
(HR Muslim, dari Abu Hurairah)

Wallahu a’lam...








-----Al-Mahfuzh, 06 Sept, 2012-----
menjelang maghrib

3 komentar:

Syourin Aez mengatakan...

My book, I Think..
#sewasewa.. :D

Nis mengatakan...

hehhe...
halah ro kanca e lho.........
itungan banget 'ik...
ckckck

my advancure mengatakan...

mba manis.. aku udah kembalikan buku `sehatkah iman anda?
tapi mbanya belum ngambil2 di kamarnya mba MJ..

Posting Komentar

Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger