Bismillah...,
Alhamdulillah,, hari ini
rintik hujan membasahi bumi Jogja bagian UII. Hujan di musim kemarau, meski
hanya beberapa rintikan saja, tapi membawa nuansa tersendiri. Hemmm.... damai..
Mencari-cari inspirasi,
bermasksud meminjam buku untuk diambil ilmunya, kamar Ummi Kalsum Jani dituju.
Mmmm... sepertinya gak ada. Belok ke
kamar mbak Erni Fariatun, nampaklah sebuah buku yang sudah sempat dibaca, meski
hanya sebagian. Berjudul ‘Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan’, karya Ustadz
Salim A.Fillah. Di kalangan akhwat2 LDF yang dulu sempat ngobrol di shelter
Gondang 1 merapi, buku ini cukup populer lho..
beberapa kali pertemuan (jadwal pertemuan; 1 minggu sekali) bahasan tentang
buku ini begitu hangat dibicarakan. Isinya sangat mengena, sehingga mudah
membuat mereka (termasuk saya) merasakan mak
jlebb...
Setiap babnya ada
hikmah2 tersendiri yang sangat joss untuk dijadikan bahan renungan dalam rangka
perbaikan diri. Salah satunya adalah di bab 4 ini, dengan judul ‘Cantik,
Ijinkan Aku Menunduk’. Dari judulnya, sudah jelas-lah bahasan ini sangat cocok
bagi para ikhwan. Oleh karena itu, salinan ini saya bagikan terkhusus untukmu,
wahai saudaraku...
----------------
Cantik,
Ijinkan Aku Menunduk
“Katakanlah kepada
laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan sebagian pandangannya dan
hendaklah mereka jaga kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi
mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (An-Nur;30)
“Sesiapa yang menundukkan pandangannya dari apa-apa yang diharamkan Allah, maka Allah akan mengaruniakan hikmah pada lisannya, yang dengan itu ia memberikan petunjuk kepada orang-orang yang mendengarkannya. Sesiapa yang menundukkan pandangannya dari syubhat, maka Allah akan menempatkan cahaya di hatinya, cahaya yang menerangi menuju jalan keridhaanNya.” (Abul Husain Al Warraq)
Demi Allah,
Aku tak tahu apa harus
kukecam hawa nafsuku,
Atas cinta
Atau mataku yang menggoda,
ataukah hati ini
Jika kukecam hati, ia
berkata: gara-gara mata yang memandang!
Dan jika kuhardik mata, ia
berdalih: Ini kesalahan hati!
Mata dan hati telah dialiri
darah,
Maka wahai Rabbi, jadilah
Penolongku atas mata dan hati ini.
(Kata-kata seorang penyair yang dikutip
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Al Ghazuli dalam Ghadhdhul
Bashar)
Syaithan,
kata ibnu ‘Abbas, menempati tiga lokasi dalam diri seorang lelaki: pandangan,
hati, dan ingatan. Sementara kedudukan syaithan dalam diri seorang wanita
menurut Faqih-nya para sahabat ini
ada pada lirikan mata, hati, dan kelemahannya. Luar biasa. Betapa semua titik
lemah manusia telah diketahui syaithan!
Sungguh
benar kemudian jika Ustadz Rahmat ‘Abdullah mengatakan bahwa di titik lemah
ujian datang. Demi Allah, ada banyak laki-laki jujur yang akan mengakui bahwa
titik lemahnya ada pada kecantikan wajah. Sejujur para istri bangsawan Mesir di
masa Yusuf ‘Alaihis Salam yang mengiris-iris jemarinya menyaksikan ketampanan
membius. Cukuplah ungkapan keterpanaan mereka mewakili perasaan para lelaki, “.., ini bukan manusia, ini malaikat yang
mulia...” (Yusuf; 31)
Di
tengah kejujuran itu, biarlah kita merindu sosok-sosok yang pandangannya selalu
tunduk, menyerusuk ke kedalaman bumi. Walau ia menyimpan kekaguman pada
kecantikan mahakarya Allah, tetapi kemampuan membedakan mana yang halal dan
mana yang haram baginya telah mengajarkan kalimat, “Cantik, ijinkan aku
menunduk!”.
Mari
kita dengarkan bagaimana Ummu Salamah berkisah tentang santunnya ‘Utsman bin
Thalhah, dalam perjalanan mereka ke Madinah. Sungguh, hanya Allah yang
mengawasi mereka sepanjang 400 kilometer itu. Ya. Padahal Ummu Salamah adalah
salah satu wanita tercantik di Makkah, dan ‘Utsman pun tergolong tampan.
Agaknya,
ketundukan pandangan ‘utsman bin Thalhah, kemuliaan akhlaqnya, dan kesuciannya
inilah membuat Rasulullah mencegah ‘Umar membunuhnya saat dia masih musyrik dan
menjadi tawanan Badar. Bahkan kemudian, beliau menetapkan hak pemegang kunci
Ka’bah padanya dan keturunannya saat penaklukan Makkah. Inilah yang beliau SAW
lakukan, meski ‘Ali sang menantu mulia menginginkan dan meminta kedudukan itu
untuk disatukan dengan hak pemberian minum jama’ah haji yang ada pada keturunan
‘Abdul Muthalib.
Ibnu
Ishaq meriwayatkan fragmen ini, dalam penggal kisah hijrah Ummu Salamah. Dan
inilah yang dituturkan Ummu Salamah:
....’Utsman
bin Thalhah bertanya padaku, “Hendak pergi ke mana wahai putri Abu ‘Umayyah?”
“Aku
hendak menemui suamiku di Madinah”
“Tidak
adakah seseorang yang menyertaimu?”
“Tak
seorangpun, kecuali Allah dan anakku ini...”
“Demi Allah tidak selayaknya engkau dibiarkan seperti ini”, katanya. Lalu dia menuntun tali kendali unta dan membawaku berjalan dengan cepat. Demi Allah, aku tidak pernah bepergian dengan seorang laki-laki dari kalangan Arab yang lebih santun dari dirinya.
Jika tiba di suatu tempat persinggahan, dia menderumkan unta, kemudian dia menjauh dan membelakangiku agar aku turun. Apabila aku sudah turun, dia menuntun untaku dan mengikatnya di sebuah pohon. Kemudian ia menyingkir dan mencari pohon lain, berteduh di bawahnya sambil tidur telentang. Jika sudah dekat waktunya untuk melanjutkan perjalanan, dia mendekat ke arah untaku dan menuntunnya. Sambil agak menjauh lagi dan membelakangiku dia berkata, “Naiklah!”
Jika
aku sudah naik dan duduk dengan mapan di dalam sekedup, dia mendekat lagi dan
menuntun tali kekang unta. Begitulah yang senantiasa ia lakukan hingga ia
mengantarku sampai ke Madinah. Setelah melihat perkampungan bani ‘Amr bin ‘Auf
di Quba’, dia berkata: “Suamimu ada di kampung itu. Maka masuklah ke sana
dengan barakah Allah.” Setelah itu, ia membalikkan badan dan kembali ke Makkah.
Luar
biasa. Terima kasih padamu wahai ‘Utsman, yang telah mengajarkan pada kami
akhlaq laki-laki sejati. Inilah spontanitas hati yang mampu membedakan mana
yang halal bagi dirinya dan mana yang tidak.
---------------
Di atas adalah salah
satu sub bab yang menjadi bagian dari bab 4 buku ini. Masih ada beberapa sub
bab lagi sebenarnya, yang bisa lebih melengkapi dan saling terkait. Namun, apa
mau dikata, waktu maghrib sudah menjelang...
Semoga bermanfaat....
----------------
“Telah tertulis atas anak Adam nasibnya dari zina. Akan bertemu dalam hidupnya, tidak bisa tidak. Maka kedua mata, zinanya adalah memandang. Kedua telinga, zinanya berupa menyimakdengarkan. Lisan, zinanya berkata. Tangan, zinanya menyentuh. Kaki, zinanya berjalan. Dan zinanya hati adalah ingin dan angan-angan. Maka akan dibenarkan hal ini oleh kemaluan, atau didustakannya.”
(HR
Muslim, dari Abu Hurairah)
Wallahu a’lam...
-----Al-Mahfuzh, 06 Sept, 2012-----
menjelang maghrib
3 komentar:
My book, I Think..
#sewasewa.. :D
hehhe...
halah ro kanca e lho.........
itungan banget 'ik...
ckckck
mba manis.. aku udah kembalikan buku `sehatkah iman anda?
tapi mbanya belum ngambil2 di kamarnya mba MJ..
Posting Komentar