Bismillah....,
Puji syukur senantiasa tercurah hanya kepada Allah SWT.
Masih membahas buku ‘Nikmatnya
Pacaran Setelah Pernikahan’ karya Salim A. Fillah, benar-benar joss..
Seriuss..!!! Antum harus baca.! Saya bukan bagian pemasaran-nya buku ini, tapi ikhlas
saya mempromosikannya, dikarenakan ilmunya yang sangat luar biasa penting kita
terapkan sebagai generasi Muhammad SAW yang sudah seharusnya berakhlak dengan
akhlak sebagaimana yang beliau SAW contohkan. Hhhemm ambil nafas dulu..
Dibawah ini, saya salinkan sub
bab berikutnya yang masih dari bab 4. Tulisan saya yang sebelumnya juga pernah
membahas tentang ini, coba di cek. Baca satu-satu ya, tulisan saya... he..he..
Ilmu yang seperti ini sangat
bermanfaat untuk dijadikan perisai dari panah-panah syaithan yang sangat
beracun. Check it out...!
--------------------
Maka
Hilanglah Hafalannya
“Dari Jarir ibn ‘Abdillah, ia berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah tentang pandangan yang tiba-tiba. Beliau bersabda: Palingkan segera pandanganmu!” (HR Ahmad, Muslim, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi)
Apa yang salah dari
melihat tak sengaja, kemudian segera dipalingkan. Mungkin tidak ada. Tetapi
pengalaman Imam Al-Bukhari menjadi pelajaran bahwa sekecil apapun larangan
Allah didekati, akan ada efek yang terasa. Diriwayatkan bahwa ketika beliau
menghafal hadits-hadits yang sedang diteliti, tanpa sengaja beliau melihat
betis seorang wanita yang terbuka. Dan, -catat ini-, serta merta empat puluh
hadits yang sedang beliau hafal itu hilang dari memori!
Ah, hafalan kita kan
sedikit. Aduhai, itu bukan alasan untuk menipu diri. Poros nilai yang kita
bicarakan bukan soal sedikit banyaknya hafalan, hilang atau tidak karena
memandang. Bukan itu. Nilai yang kita bicarakan adalah pandangan dan
konsekuensi ketaqwaan yang mengikutinya.
Esensi ketaqwaan kepada
Allah telah mengajarkan kepada salah seorang pelayan Rasulullah untuk melarikan
diri ketakutan setelah melihat seorang wanita Anshar mandi. Betapa malu ia
kepada Allah dan RasulNya, sampai ia tak bisa menunjukkan muka kepada Rasulullah,
mengisi malamnya dengan tangis pilu di tengah gurun selama 40 hari. “Aku
dapati, seperti semut-semut yang merayap di sekujur kulit dan tulangku..”,
katanya menggambarkan dosa yang ia rasakan. Demikian Syaikh Muhammad Assaf
mengisahkannya kepada kita dalam Berkas-Berkas
Cahaya Kenabian.
Demikian juga kisah
berikut ini menjadi pelajaran, dengarlah...
“Akan datang kepada
kita..”, kata ‘Utsman bin ‘Affan di majelisnya suatu ketika, “..seorang
laki-laki yang di matanya ada bekas zina!”. Setelah ditunggu, datanglah
laki-laki itu yang dengan jujur mengakui, ia baru saja berpapasan dengan
seorang muslimah yang ia kagumi kecantikannya. (Aduh kita pasti jadi malu kalau
ketemu ‘Utsman!)
Mari belajar dari sisi
lain kisah ini. Selain ungkapan ‘bekas zina’ yang kita dengar, ada sisi pribadi
‘Utsman yang menarik. Bagaimana ia tahu ada bekas zina? “Bukan, bukan wahyu..,”
kata ‘Utsman, “..hanya firasat seorang mukmin!”
Menyelami kehidupan
pribadi ‘Utsman bin ‘Affan, adalah mengarungi lautan pelajaran tentang sikapnya
yang sangat menjaga kesucian diri. Kejernihan bashirah, kebeningan mata hati,
dan kepekaan terhadap ma’shiat yang berkait dengan kesucian anggota badan
adalah produk dari kesucian diri itu. Bukankah ia –seperti kata Rasulullah-,
manusia yang malaikat pun malu kepadanya.
Anda ingin tahu
bagaimana ‘Utsman menjaga ‘aurat diri? Mandinya ‘utsman tidak dilakukan kecuali
dalam rumah yang terkunci rapat, tertutup semua lubangnya, di kamar yang paling
terlindung dan terkunci, dalam sebuah bilik rapat di kamar itu, dan dipasang
selubung kain yang tinggi. Itupun, ‘Utsman masih tak bisa menegakkan punggung
karena rasa malu.
Salam untukmu pemilik
dua cahaya, menantu ganda Rasulullah. Tampaknya engkaulah contoh termanis
tentang menjaga pandangan dan menjaga diri, sesuatu yang telah kau rasakan
manisnya dalam hati. Dan Iblis pun tak bisa merentang busur...
“Pandangan
adalah anak panah beracun dari anak panah Iblis. Siapapun yang menghindarkannya
karena takut kepada Allah, Allah akan mengaruniakan keimanan, yang ia temui
rasa manisnya di dalam hati.” (HR
Al Hakim)
--------------------
Yak, salah satu inti dari tulisan di atas adalah membahas tentang 'nilai dari sebuah pandangan dan konsekuensi ketakwaan yang mengikutinya'Sedikit di sini saya akan menambahkan;
Pacaran. Adakah pacaran
islami.?? Hemmm.... mana ada.????!! Dan perlu digaris bawahi, bahwa pacaran itu
bukanlah status, tapi sikap dan perilaku yang mengarah kepada yang biasa
dilakukan orang-orang yang pacaran, ya itulah pacaran. Nama lainnya adalah
pacaran terselubung, atau pacaran yang tersamar, atau pacaran tapi tidak
kelihatan, de-el-el, terserah mau dikasih nama apa. Tapi tetaplah itu disebut
pacaran. Para aktivis dakwah, kadang tanpa disadari, atau sebenarnya sadar tapi
dengan sengaja tidak menyadarkan diri, mereka bisa saja terjebak jenis virus
ini.
Kalau ditanya, “kamu pacaran
ya, sama akhwat/ikhwan itu...?” Maka dengan PD dan merasa benar, akan dijawab,
“Enggak..!” Padahal dibalik kesehariannya,
ada sms-annya, cara saling pandangnya, telfon2nya, perhatian2nya.. yang semua
itu menjurus kepada perasaan2 tak semestinya. Meski pun tidak pernah secara
langsung ada kata-kata “pacaran yuk..” Namun jika aktivitasnya seperti orang
pacaran,.???? Ya itu tadi yang namanya ‘pacaran tanpa status’. Semoga kita
selamat dari hal-hal semacam ini... amiinn.
-------------------
“Telah tertulis atas anak Adam nasibnya dari
zina. Akan bertemu dalam hidupnya, tidak bisa tidak. Maka kedua mata, zinanya
adalah memandang. Kedua telinga, zinanya berupa menyimakdengarkan. Lisan,
zinanya berkata. Tangan, zinanya menyentuh. Kaki, zinanya berjalan. Dan zinanya
hati adalah ingin dan angan-angan. Maka akan dibenarkan hal ini oleh kemaluan,
atau didustakannya.”
(HR
Muslim, dari Abu Hurairah)
Wallahu a’lam...
-----Al-Mahfuzh, 07 Sept 2012-----
10;32
0 komentar:
Posting Komentar