Bismillah...,.
Pujian teragung senantiasa
hanya untuk-Mu ya Allah..,
Hari
ini, (05 Februari 2013). Suasana damai di rumah begitu melekat, menggelayut,
menguntai, menelisik, halahh..! Tak lama menikmati suasana yang seperti itu,
sms panggilan datang.
From: T_Indraji
Bismillah
Hadiri kajian tazkiyatun nufs bersma ust
SYATORI ABDURROUF hari ini selasa 5 Februari 2013 ba’da maghrib @masjid ulil
albab UII
FREE SNACK + TEH..
Mohon dibantu publikasi ke tmn2 melalui
seluruh media yang dimiliki.. monggo klo redaksinya mau diperindah lg..jzkllh
Jam 15;44 sudah menempatkan diri di Masjid
Ulil Albab, shalat Ashar. Asik browsing-an, membuat waktu terlewat rasanya
begitu cepat. Adzan maghrib berkumandang. Usai shalat, saatnya untuk thalabul ‘ilm..,
-----------
Ustadz Syatori, 05 Februari 2013
Masjid Ulil Albab, UII
“Sesungguhnya jawaban orang-orang
mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum
(mengadili) di antara mereka ialah ucapan." "Kami mendengar dan kami
patuh." Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung” (QS.
An-Nuur; 51)
Ayat tersebut menjelaskan bagaimana seorang yang beriman itu,
ketika dipanggil kepada Allah dan Rasulnya, ia hanya akan menjawab dengan Sami’na wa atha’na; kami mendengar dan kami
taat/patuh.
Kemudian, akan muncul pertanyaan, ‘kalau begitu, bagaimanakah
Allah itu memanggil kita.?’. Kita yang dimaksud di sini, tentulah kita sebagai
orang yang beriman. Selain dari itu, tidak masuk daftar. Kemudian Ustadz
menjelaskan, bahwasanya Allah itu memanggil kita dengan 2 hal; Menetapkan Takdir dan Memutuskan Hukum.
1.
TAKDIR
Takdir adalah ketentuan yang ditetapkan oleh Allah kepada
makhluknya, yangmana ini adalah wilayah ataupun kewenangan yang hanya dimiliki
oleh Allah SWT. Hendaknya, sebagai seorang yang beriman, memiliki prinsip
bahwa, ‘apapun takdir kita, harus
mengantarkan kita ke surga’. Cararanya.???? Yaitu dengan Sami’na wa atha’na.
Dan ketika ditanya ‘apa literaturnya?’ kehidupan! Sebagaimana yang Allah perintahkan kepada
kita untuk membaca, “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,” (QS. Al ‘Alaq; 1). Bacalah.! Apa yang kita baca.?? Tidak hanya
membaca buku-buku keilmuan, tapi banyak hal yang bisa kita baca. Dan yang
terpenting dari bahan-bahan bacaan yang ada, adalah kehidupan. Bagaimana membaca
kehidupan itu.? Yah.. insyaAllah antum semua sudah memahaminya. Belum.?? Aiih..
tak usah merendah seperti itu lah... :D
Lanjut... mengenai takdir ini, ustadz Syatori menjelaskan
pembagian takdir, ada 2. Yaitu;
a. Takdir Hissiyyah = indrawi
Yaitu takdir yang nyata, yang
dapat diindera, yang melekat kepada fisik kita. Contohnya adalah; cantik,
kurang cantik, tampan, kurang tampan, hidung mancung, hidung kurang mancung,
mata yang sipit, kulit yang hitam, dsb.
b. Takdir Ma’nawiyah = maknawi, tidak
dapat diindera
Contohnya; takdir menjadi kaya,
miskin, sehat, sakit, bahagia, dsb.
Nah, kedua takdir di atas, masing-masing diikuti dengan ketentuan
berikutnya, yaitu ada takdir Baik dan
takdir Buruk.
-
Takdir
Hissiyyah baik = contohnya adalah cantik, tampan
-
Takdir
Hissiyyah buruk = contohnya adalah kurang cantik, kurang tampan
-
Takdir
Ma’nawi baik = contohnya adalah sehat, kaya, senang, kemudahan
-
Takdir
Ma’nawi buruk = contohnya adalah sakit, miskin, sedih, kesusahan
Definisi baik dan buruk di sini tentu sudah pada mafhum semua
yak.. meliputi hal positif dan negatif. Mengapa Allah SWT menciptakan takdir
buruk.?, agar jelas terasa keberadaan
takdir baik itu. Ya, kalau tidak ada takdir buruk, tentu tidak akan ada
takdir baik. Misalnya adalah sakit. Sakit ini kan takdir buruk, nah manusia
diberikan sakit, agar jelas terasa nikmatnya ketika sehat. Takdir baik dan
takdir buruk, dua-duanya agar bisa
menjadikan kebaikan akherat.
Berikutnya, takdir Baik dan takdir Buruk tersebut diikuti lagi
dengan ketentuan; sudah terjadi >< belum terjadi. Pembagiannya;
-
Takdir
baik yang sudah terjadi >< takdir baik yang belum terjadi
-
Takdir
buruk yang sudah terjadi >< takdir buruk yang belum terjadi
Alurnya, dalam takdir baik
yang sudah terjadi, ada takdir buruk yang belum terjadi, begitu sebaliknya,
dalam takdir buruk yang sudah terjadi, ada takdir baik yang belum terjadi. Lalu,
bagaimana bentuk sami’na kita terhadap takdir baik maupun takdir buruk.?? Yaitu
dengan MENERIMA. Tidak cukup hanya
dengan menerima saja, akan tetapi harus diikuti dengan ata’na. Bentuk ata’na-nya yaitu;
a.
AL KASBU -> terhadap takdir baik yang belum terjadi
Yaitu berusaha agar takdir baik
itu selalu mengisi seluruh relung hidup kita. Misalnya, kita menginginkan
menjadi orang kaya, ya kita berusaha untuk bisa menjadi kaya. Atau kita
menginginkan menjadi orang cerdas, nilainya tinggi., ya kita berusaha untuk
jadi pintar dan mendapatkan nilai yang bagus.
Syukur. Yaitu menjadikan semua
takdir baik yang sudah tergenggam sebagai tangga untuk membuat kualitas hidup
kita lebih baik dari yang belum mendapat takdir baik. Misalnya, kita
cantik/ganteng., nah, bagaimana caranya agar tidak hanya sekedar cantik/tampan
namun juga membawa ke surga. Percuma saja berwajah cantik/ganteng, tapi tempat
kembalinya kelak di neraka (na’udzubillah..).
c.
AL JANBU -> terhadap takdir buruk yang belum terjadi
Yaitu, menjauhi segala jalan
menuju takdir buruk. Misalnya, jika kita sekarang belum sakit kanker, ya
jauhilah kebiasaan-kebiasaan hidup yang akan menyebabkan kita jadi sakit
kanker. Atau jika kita sekarang belum mengalami kecelakaan lalu-lintas, ya
jangan kebut-kebutan di jalan, patuhi peraturan lalu-lintas, dan berhati-hati
agar tidak mengakibatkan kita kecelakaan.
d.
AL INABAH -> terhadap takdir buruk yang sudah terjadi
Yaitu, kembali kepada Allah SWT,
yakni menjadikan sesuatu yang buruk itu sebagai pintu gerbang untuk kembali
kepada Allah SWT. Misalnya sekarang kita ditimpa suatu kesusahan, kita
kembalikan lagi kesusahan itu kepada Allah, bahwa Allah memberikan itu sebagai
bentuk ujian kesabaran terhadap kita, dengan begitu akan ada keinginan untuk
lebih mendekatkan diri kepada Allah, memohon pertolongan kepada-Nya.
Pada intinya, terhadap takdir yang ditetapkan oleh Allah SWT
kepada kita, hendaknya disikapi sebagai suatu hal yang positif. Kita tidak tahu
takdir kita ke depan seperti apa, maka tugas kita adalah berusaha untuk menuju
kepada takdir yang baik. Kita tidak tahu, kelak kita akan masuk surga atau
terjungkal ke neraka, dan kewajiban kita adalah berusaha agar langkah kaki kita
menuntun kita untuk menuju surga.
Untuk menjadi orang yang bersyukur itu sebenarnya mudah. Ketika kita
diberikan takdir baik, lihatlah mereka yang mendapatkan takdir buruk. Dan ketika
kita mendapat takdir buruk, tengok-lah betapa banyak orang-orang yang berada di
bawah kita, apa yang kita peroleh masih lebih baik daripada mereka. Maka rasa
syukur itu akan tumbuh, menjadikan kita manusia yang pandai bersyukur atas
karunia Allah SWT. insyaAllah.
Yah... dikarenakan keterbatasan waktu, yaitu dibatasi dari ba’da
shalat maghrib sampai adzan isya’, pembahasannya jadi harus diakhiri sampai di
sini. Sesi tanya jawab-pun ditiadakan... hhemm penonton kecewa.
Sekian dari saya.,,,, semoga bermanfaat bagi kita semua.
Akhiru da’wana, alhamdulillahirobbil ‘alamiin.
Wallahu a’lam bishshawwab.,
-----Masjid Ulil Albab, UII-----
06 Februari 2013
eskalator berbunyi (menanti maghrib)
0 komentar:
Posting Komentar