Bismillah..,
Sebuah kisah inspiratif,. Kelak ingin baca lagi, so., saya share di blog ini,.
---------------------------------------
Dalam ta’lim
bulanan di mesjid pada suatu hari, Pak Ustadz membahas masalah kewajiban dan
hak seorang istri dalam rumah tangga. Beliau menyinggung ketika bagaimana suatu
saat Nabi yang mulia pulang ke rumah (Siti Khodijah) kemalaman, dan Beliau
tidak mengetuk pintu istri tercintanya, dengan alasan takut mengganggu.
Seketika
saya langsung teringat, ketika suatu saat pasca melahirkan, saya baru tertidur
hampir jam 11 malam. sementara suami belum pulang juga saat itu, sekitar jam 12
lewat bayi saya aha ehe minta mimi, saya lihat hp dengan tujuan hendak melihat
jam, ternyata ada beberapa sms masuk yang isinya panjang lebar, ketika saya
baca, diantaranya ;”….berarti nanti lagi, kita harus duplikat kunci, supaya
kalau aa pulang malem, neng Geul ga usah bukain pintu,….sekarang sih ga apa aa
tidur di luar, tapi barusan ada ronda lewat, takutnya kita disangka
berantem……””
Membaca sms
panjang, secara repleks, saya buka gordin untuk mengintip…dan masya Allah,
suamiku tengah meringkuk di pinggir motor, dengan beralas jas hujan kalau tidak
salah.
Saya
bersyukur kepada Allah SWT dengan syukur yang tiada terhingga, ketika suatu
saat mendengar seorang teman yang menceritakan suaminya tidak mau makan jika ia
(teman saya) tidak memanaskan lauk pauknya terlebih dahulu, padahal suami teman
saya itu pulang ke rumah lebih dahulu dari pada teman saya yang bekerja
tersebut.
Saya
bersyukur yang tiada terhingga, karena suami tercinta selalu membantu urusan
rumah tangga setiap harinya. Dalam aktifitas di pagi hari, sementara saya sibuk
menyiapkan sarapan dan makan siang untuk anak anak sambil menggendong bayi,
suami saya turut serta terjun di dapur, bukan hanya sekedar berteriak; Bun, teh
manis!!
Syukur yang
tiada henti kepada Allah SWT yang telah memberikan suami yang akhlaq nya
mendekati akhlaq nabi. Syukur tiada henti yang memberikan suami, yang
didikannya hanya melalui sindiran halus saja, tidak melalui
bentakan.Didikannya, hanya melalui kelemah lembutan, bukan kata kata kasar.
Pernah saya
mendengar seorang umahat menceritakan suaminya yang berkomentar tentang
dirinya, yang ”bagaimana penampilanku jika aku menggendong bayi dengan kain
gendongan ya?”subhanallah, ternyata suami dendy seperti itu, ditengah kesibukan
istrinya pun masih sempat berfikir seperti itu?
Saya selalu
berfikir, berfikir, bahwa di dunia ini, hanya ada dua tipikal suami,
sebagaimana halnya ada dua tipikal istri. Hanya pendapat lho. Ini bukan hasil
riset yang kebenarannya absolut.
Tipikal
suami yang pertama adalah, tipikal nabi, yang banyak toleransinya, sehingga
tidak banyak menuntut terhadap istrinya, yang menyanbung tali sendalnya
sendiri, yang menambal bajunya sendiri, yang membantu istrinya di dapur,
memotong motong daging untuk istrinya.
Tipikal
suami yang kedua adalah tipikal Ali bin Abi Tholib, seorang yang berani, tegas,
andalan nabi dalam pertempuran, faqih dalam diennya karena dididik nabi dari
kecil.
Tipikal
suami yang pertama ini selalu berjodoh dengan tipikal istri Siti Aisyah, yang
ceria, berani, luas ilmunya, memberi pengajaran kepada para shahabiyah, akan
tetapi pencemburu.
Suami
bertipikal Sayyidina Ali, sangat sepadan dengan istri yang mempunyai tipikal
Siti Fatimah, yang lemah lembut, lagi agung, sangat sabar, karena selalu
ditinggal Sayidina Ali berjihad, yang dengan sabar mengerjakan urusan rumah
tangganya sendirian tanpa khodimat, yang suatu saat meminta kepada ayahandanya
untuk diberikan khodimat, namun bukan khodimat yang didapat, tetapi nasihat
berharga, yaitu nasihat untuk mengamalkan wirid yang dibacakan sebelum tidur.
Maha adil
Allah yang memasang masangkan hambanya dengan benar, tiada salah, walaupun
menikah dengan tiada proses pengenalan, penjajagan seperti keumuman orang
banyak.
Maka, kepada
teman temanku yang sedang menjalani proses penjajagan, atau ta’aruf, janganlah
engkau mengulur ulur waktu menikah, jika engkau sudah ada calonnya, tsiqoh
billah, karena Allah tidak akan salah dalam perencanaanya. Allah SWT lebih
mengetahui kita, dari pada diri kita sendiri. Allah SWT lebih mengetahui yang
terbaik untuk kita, dari pada diri kita sendiri.
Dia
memberikan dan memasangkan kita dengan orang yang sekufu dengan kita.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An-Nuur ayat 26;
”Wanita-wanita
yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat
wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk
laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang
baik (pula)…..”
Maha Suci
Allah, yang kepada Nyalah hamba memohon ampun atas ketidak sempurnaan dalam
pengabdian kepada suami, semoga Ia senantiasa mendidik hamba setiap saat. (Yuyu Latifah)
www.eramuslim.com
-----Jakarta, 22 Nov 2014-----
siang, di meja kerja