Bismillah..,
-------
Dalam sebuah atsar disebutkan
bahwa ketika seorang hamba bertaubat kepada Allah dan berusaha menjaga kualitas
taubatnya, lalu ia bangun untuk melalukan Qiyamul Lail dan meratap di hadapan
Rabbnya, niscaya malaikat akan meyalakan sebuah lentera baginya dan
menggantungkannya di antara langit dan bumi. Para malaikat yang lain kemudian
bertanya, “Apa yang terjadi?” Malaikat yang menggantungkan lentera menjawab, “Sungguh,
Fulan bin Fulan telah menghabiskan malamnya untuk meratap kepada Rabbnya.”
Dalam sebuah hadits, diriwayatkan
bahwa Nabi Muhammad bersabda, “Jika seorang hamba bangun di malam hari untuk
melakukan Qiyamul Lail, niscaya bagian-bagian tubuhnya akan saling memanggil
satu sama lain seraya berkata ‘Bangunlah, tuan kita telah bangun untuk mengabdi
kepada Allah.”[1]
Diriwayatkan dari Ahmad bin Abul
Hawari[2], beliau
berkata: Suatu ketika aku dating mengunjungi Sulaiman Ad-Darini. Aku
mendapatinya tengah menangis, aku berkata kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis
tuanku?” Ia pun menjawab, “Wahai Ahmad, sungguh ketika malam tiba, orang-orang
yang mencintai Rabbnya akan menegakkan kaki mereka sedang air mata mereka
menganak sungai. Mereka menangis di antara rukuk dan sujud. Kemudian Rabb
mereka datang dan berkata,
“Wahai Jibril, tunjukkanlah kepada-Ku siapa saja
yang menghabiskan malam bersama kalam-Ku., siapa saja yang bermunajat kepada-Ku.
Aku akan datang kepada mereka, Aku akan mendengarkan apa yang mereka katakan.
Aku akan mendengarkan ratap tangis mereka. Panggillah mereka wahai Jibril,
katakan kepada mereke, ‘Mengapa kalian meratap seperti ini? Apakah seseorang
telah mengabarkan kepada kalian bahwa seorang kekasih akan menyiksa kekasihnya
dengan siksa neraka?’ Mungkinkah Aku membiarkan suatu kaum menangisi malam
mereka dengan munajat kepada-Ku lalu Aku memasukkan mereka ke dalam neraka?
Jika seorang hamba yang hina saja tidak pantas melakukannya, maka bagaimana
dengan raja yang Mahamulia. Sungguh, demi kemuliaan-Ku, Aku bersumpah bahwa Aku
akan memberikan hadiah dengan menyingkapkan wajah-Ku bagi mereka, sehingga Aku
dapat melihat wajah mereka dan mereka dapat melihat wajah-Ku.” [3]
Sumber
kitab: Air Mata Taubat – Ibnul Jauzi
Penerbit
: Al Qowam
[1]
Tidak ditemukan sumbernya.
[2] Ahmad bin
Abul Hawari adalah Abdullah bin Maimun Abul Abbas Ad-Dimasyqi. Beliau pernah
tinggal di Darani dan beberapa kota lain, namun akhirnya beliau menetap di
Damaskus. Beiau memiliki seorang putra yang terkenal zuhud, bernama Abdullah.
Beliau juga memiliki seorang saudara bernama Muhammad yang memiliki sifat wara’
dan takwa sebagaimana yang dimiliki oleh beliau. Ayah beliau, Abul Hawari juga
termasuk orang yang memiliki sikap wara’ dan mlazimkan diri pada kehidupan yang
wara’ dan zuhud. Beliau wafat pada tahun 230 H. Shifatush Shafwah, IV/237;
Thabaqatul Auliya’,31.
[3]
HR. Abu Nu’aim dalam kitab Hiyatul Auliya’, X/16, 12.
0 komentar:
Posting Komentar