KAPAN SEORANG MUKMIN MENJADI KAFIR KEMBALI
Kita telah mengetahui bagaimana proses
seseorang untuk bisa dianggap sebagai penganut Dinullah Islam dan bisa
berlindung di bawah payung iman. Dan kita juga talah mengetahui bahwa ditinjau
dari kualitasnya, mereka itu terdiri dari beberapa tipe. Di antara mereka ada
yang dikaruniai Allah SWT dengan iman
yang teguh, sehingga ia meninggal dunia dalam keadaan membenarkan
(mentashdiqkan) kalimat syahadat.
Barangsiapa yang mengucapkan, atau
mengerjakan perkara-perkara yang menunjukkan keingkaran terhadap ikrar syahadatnya
maka batallah syahadatnya dan keluarlah dia dari pintu Islam, dan wajib atas
negara Islam memberlakukan hukum murtad bagi pelakunya, yaitu dimulai dengan
menyuruhnya bertaubat sampai kepada menjatuhkan hukuman bunuh baginya jika
tidak mau bertaubat. Dan jika dia meninggal dunia dalam keadaan seperti itu
(syahadatnya batal), maka tempat kembalinya adalah neraka.
Adapun bagi orang Mukmin yang melakukan
perbuatan dosa, maka tidak batal imannya sekalipun dia belum bertaubat, jika
tidak ada perkara2 yang membatalkan syahadatnya. Dan jika Allah menghendaki,
maka diampuni –Nya-lah dia, dan jika Allah menghendaki lain, dimasukkan-Nya dia
ke dalam neraka, kemudian dimasukkan-Nya pula ke dalam surga. Pernyataan
seperti ini banyak didukung oleh hadits shahih yang menjelaskan bahwa Allah
akan membebaskan dari neraka kepada orang-orang yang ada iman di dalam hatinya
walau hanya sebesar zarrah, dan juga oleh firman Allah SWT.
Di antaranya adalah ayat berikut:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ
ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا
بَعِيدًا
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa
syirik (mempersekutukan sesuatu dengan Dia), dan Dia mengampuni dosa yang
selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-nya”. (An-Nisaa’:
116)
HAL YANG MEMBATALKAN IMAN
Dalam bahasan berikut ini, kita akan
mengetahui bahwa perkara yang menjadi sebab keluarnya seseorang dari Islam
(Dinullah ‘Azza wa Jalla) itu bervariasi jenisnya, yang semuanya dikembalikan
kepada kaidah umum yang disebutkan tadi. Sebenarnya apabila kita rinci
sat-persatu banyak sekali jenisnya, akan tetapi dapat kita sederhanakan menjadi
empat jenis, yaitu:
1. Mengingkari atau mencela sifat rububiyyah Allah SWT.
Kita telah
mengetahui bahwa yang paling pertama di dalam tauhid adalah mentauhidkan Allah
SWT pada rububiyyah-Nya dengan mengi’tikadkan diri bahwa Dia-lah Rabb semesta
alam ini. Dialah yang mengurusnya dan memilikinya, Dialah Sang pemberi rezki,
yang semuanya berjalan di bawah kekuasaan ilmu-nya, kebijaksanaan-Nya, serta
kehendak-nya yang tidak terhingga. Maka setiap i’tikad, perkataan, dan
perbuatan yang menunjukkan keingkaran terhadap hal-hal yang telah disebutkan di
atas membawa pelakunya menjadi kafir dan murtad. Misalnya orang yang
mengingkari bahwa semua mahluk itu ciptaan Allah SWT, orang yang menganggap
adanya rezki yang datang dari selain Allah SWT, dan lain-lain. Selain itu,
menjadi kufur pula orang yang menganggap bahwa sifat-sifat di atas juga
dimiliki oleh yang selain Dia. Begitu juga orang yang mengakui dirinya sebagai
pemilik , pemberi rezki, dan pengurus yang selain dari Allah SWT, atau bersaing
dengan Allah SWT.
Contohnya apa yang dinyatakan oleh Fir’aun:
“(Seraya)
berkata: ‘Akulah tuhanmu yang paling tinggi”. (An-Naazi’aat:
4)
Dan menjadi
kafir juga orang-orang yang turut serta atau meyakini siapa saja yang membuat
pengakuan tersebut.
2. Mengingkari
atau mencela asma Allah dan sifat-sifat-Nya.
Ada dua
macam tindakan yang termasuk ke dalam kategori mengkafirkan sifat-sifat Allah
dan asma-nya, yaitu: Kufur Nafyin dan
Kufur Itsbat.
Yang dimaksud kufur nafyin adalah meniadakan atau menafikan atau mengurangi sifat2 Allah, seperti menafikan ilmu-Nya, qudrat-Nya, atau sifat-sifat lainnya sebagaimana yang telah ditetapkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Juga termasuk menafikan sifat adalah mentakwilkan sifat Allah SWT dengan takwil (tafsir bebas) yang membatasi kesempurnaan Allah SWT. Misalnya orang yang mengakui bahwa Allah SWT itu bersifat ‘ilmu, tetapi menurutnya ‘ilmu-nya itu hanya bersifat ijmal (global; terbatas pada garis besarnya saja) dan tidak mengetahui secara tafsil (detail) nya. Dan tindakan lainnya yang tergolong kepada kufur nafyin ini adalah menyamakan sifat Allah SWT dengan difat makhluk.
Yang dimaksud kufur nafyin adalah meniadakan atau menafikan atau mengurangi sifat2 Allah, seperti menafikan ilmu-Nya, qudrat-Nya, atau sifat-sifat lainnya sebagaimana yang telah ditetapkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Juga termasuk menafikan sifat adalah mentakwilkan sifat Allah SWT dengan takwil (tafsir bebas) yang membatasi kesempurnaan Allah SWT. Misalnya orang yang mengakui bahwa Allah SWT itu bersifat ‘ilmu, tetapi menurutnya ‘ilmu-nya itu hanya bersifat ijmal (global; terbatas pada garis besarnya saja) dan tidak mengetahui secara tafsil (detail) nya. Dan tindakan lainnya yang tergolong kepada kufur nafyin ini adalah menyamakan sifat Allah SWT dengan difat makhluk.
Sedangkan
yang dimaksud dengan kufur itsbat
adalah menetapkan berbagai sifat kekurangan atau sifat yang mustahil bagi Allah
SWT, padahal Allah SWT dan Rasul-nya telah menafikan sifat itu. Contohnya
adalah orang-orang yang menyatakan bahwa Allah SWT itu mempunyai anak, isteri,
atau sekutu-sekutu. Allah SWT itu juga punya sifat mengantuk, tidur, lalai,
mati, dan sebagainya. Begitu pula orang yang mengaku mempunyai sifat seperti
yang dimiliki Allah SWT, maka kafirlah orang yang berkata demikian dan kafir
juga orang yang mempercayai perkataan tersebut.
3. Mengingkari
atau mencela sifat uluhiyyah Allah SWT.
Yang
dimaksud adalah setiap perkataan atau perbuatan atau i’tikad yang arahnya untuk
memungkiri kenyataan bahwa Allah SWT saja yang berhak disembah dengan haq,
sedangkan yang lain dari pada-Nya tidak berhak disembah dan diibadahi. Maka
barangsiap yang berkata atau beramal atau beri’tikad dengan cara yang
bertentangan dengan uluhiyyah-Nya maka kafir dan murtadlah dia. Dan kekafiran
macam inilah yang paling banyak terjadi di kalangan ummat manusia. Sesungguhnya
kebanyakan manusia sejak dahulu kala hingga zaman super canggih ini mengakui
tauhid rububiyyah dengan meyakini qudrat Allah SWT, urusan-Nya, rezki-Nya, dll.
Mereka mengakui bahwa Dialah yang menghidupkan dan yang mematikannya,
sebagaimana firman Allah:
“Dan sungguh
jika kamu bertanya kepada mereka: ‘Siapakah yang menciptakan mereka!, niscaya
mereka menjawab: ‘Allah’, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari
menyembah Allah)?”. (Az-Zukhruf: 87)
4. Mengingkari
atau mencela Rasulullah SAW dan kerasulannya.
Yang
dimaksud dengan tindakan ini adalah setiap perkataan atau perbuatan atau
i’tikad yang menafikan atau mencela kerasulan
atau pribadi orang yang menjadi
Rasul SAW, atau mengingkari apa-apa yang diberitakan oleh Rasulullah SAW,
seperti kebangkitan setelah mati, hari mahsyar, hisab, mizan, sirath, surga,
neraka, dan lain-lain pemberitaan yang menyangkut masalah ghaib. Dikategorikan
kekafiran sebab yang demikian itu termasuk tindakan yang membatalkan syahadat
(kesaksian) bahwa Muhammad itu utusan Allah. Jadi sesungguhnya yang dimaksud
dengan syahadat kerasulan adalah: “Membenarkan
bahwa setiap apa yang ditetapkan oleh Rasulullah SAW adalah haq dan benar, dan
bahwa Muhammad SAW itu dilengkapi dengan berbagai sifat istimewa yang
memungkinkan beliau sanggup memikul amanat risalah, serta menyampaikannya dalam
penampilan sempurna”.
Ringkasnya,
syahadat kerasulan dinyatakan batal oleh salah satu diantara dua perkara
berikut:
-
Mengingkari
atau mencela Rasulullah SAW.
-
Mengingkari
atau mencela sebagian dari apa-apa yang diberitakan oleh Rasulullah SAW.
Pembatalan iman melalui keempat perkara
tersebut berlaku dengan i’tikad perkataan dan perbuatan, yang berarti siapa
saja yang melakukannya (baik dengan perkataan maupun perbuatan) maka batallah
imannya dan keluarlah dia dari Dinullah (Islam), dan dengan demikian tidak
sah-lah syahadatnya. Semoga Allah melindungi kita dari hal ini.
____________________
YANG MENGUATKAN
YANG MEMBATALKAN IMAN
KAJIAN RINCI DUA KALIMAH SYAHADAH
Dr.
Muhammad Na’im Yasin
Bahasan terkait, berikut ini saya sajikan ringkasan
kajian yang saya dapat dari sebuah stasiun radio;
Keimanan akan bertambah seiring meningkatnya
ketakwaan, dan akan berkurang seiring banyaknya maksiat yang dilakukan dan
berkurangnya amal kebaikan.
Allah swt melarang 4 hal, yang dengan kata lain bisa disebut sebagai tingkatan dosa;
a) dosa dan perbuatan keji
b) melampaui batas
c) syirik
d) berkata tentang Allah swt tanpa ilmu. Ini
adalah tingkatan dosa yang tertinggi.
Hal mengenai kafir-mengkafirkan seseorang,
itu adalah hak Allah swt.
Tidak semua orang yang jatuh ke dalam
kekufuran, bisa dikatakan orang itu kafir. –kisah seorang sahabat yang dikenal
dengan mu’ad bin jabbal, ketika beliau pulang dari syam beliau lgsung sujud
kepada Rasul saw, Rasul saw tidak mengatakan mu’ad untuk memperbaharui
syahadatnya, namun beliau mengatkan bhwa jika Rasul saw memerintahkan
Kisah; Ada seorang Budak perempuan yang ketika menyenandungkan
nasyid, dia mengatakan, 'dan diantara kami ada seorang Rasul saw., yang mengetahui
apa yang terjadi esok'. Ini adalah perkataan kufur, karena sebenarnya yang Maha Mengetahui
hanyalah Allah SWT., Maka Rasul saw menegur budak tsb, akan tetapi beliau tidak mengkafirkannya
atau menyuruhnya untuk memperbaharui syahadatnya.
Kisah zaatu anwat, ketika para sahabat yang
baru masuk islam, dan baru saja keluar dari kemusyrikannya, mereka meminta
kepada Rasul saw untuk membuatkan semacam dengan zaatu anwat tsb yang digunakan
untuk menggantungkan senjata mereka supaya menjadi sakti. Rasul saw tidak
kemudian mengkafirkan para sahabat tsb. Namun beliau mengatakan bahwa itu
adalah perbuatan syirik, namun mereka tidak disebut sebagai musyrikin oleh
Rasul saw.
Ketika ada seorang yang mengatakan ‘ya Allah
swt engkau adl hambaku dan aku adlah tuhanmu’ Rasul saw mengatakan, orang ini
keliru karena saking senangnya menemukan ontanya kembali dari padang pasir.
Beliau tidak mengkafirkan orang tsb.
Ibnu thaimiah mengatakan, pengkafiran merupakan
bab masalah ancaman. Bisa jadi orang yang berbuat kekufuran adalah orang yang baru masuk islam
atau belum sampai kepadanya ilmu. Belum bisa dikatakan kafir sebelum ditegakkan
hujjah.
Ibnu katsir; pengkafiran secara umum, adalah
ancaman secara umum. Masalahnya, barangsiapa yang berdoa kepada selain Allah
swt maka dia musyrik. Hal ini adalah secara umum, tidak boleh dihukumkan secara
individu. Adapun mengatakan ‘si fulan yang berdoa kpd selain Allah swt, dia
syirik’, sebelum mengatakan hal tersebut, perlu ditegakkan hujjah terlebih
dahulu dan dihilangkan syubhatnya.
Syarat2 pengkafiran secara umum;
a)
apabila org itu mengetahui apa yang dia
katakan(berilmu), tegakkan dulu hujjah padanya.
Jika salah, maka benarkan. Jika keliru maka luruskan. Tidak semua orang berhak
mengkafirkan salah seorang dari kaum muslimin, baik berilmu atau tidak sebelum
ditegakkan hujjah, brgsp yang sdh diyakini keislamanya, maka hal tersebut tidak bisa dihilangkan dengan keraguan,
bahkan tidak akan mungkin dihukumi kafir sebelum ditegakkan hujjah dan dihilangkan
syubhatnya. Sebagaimana kisah2 di atas, yangmana sahabat melakukan kekufuran
karena belum ada ilmu padanya, dan juga karena tidak dalam kesengajaan/tanpa
disengaja.
Diceritakan oleh syekhul islam, ibnu Thaimiah,
bahwa pada masanya ada firqah Jahmiah yang mereka memiliki keyakinan bahwa
Allah swt bersatu dengan makhluknya dan Allah swt tidak berada di atas arsy,
aku(Ibnu Thaimiah) berkata ‘seandainya aku mengatakan seperti yang kalian
katakan maka aku kafir, namun menurutku kalian tidak kafir, karena kalian masih
jahil’. Padahal para ulama lain telah mengkafirkan mereka. Abdull wahabb;
seandainya aku tidak mengkafirkan orang yang sujud kepada kuburan abdul qadir
jaelani, (itu) dikarenakan(menurutku) kejahilan mereka. Imam ahmad, beliau
dipaksa oleh penguasa pada masa beliau, untuk mengatakan ‘Al-Qur'an adalah
makhluk’, jelas beliau menolaknya, sehingga menyebabkan beliau dipenjara oleh
penguasa tsb. Namun beliau tidak lantas mengkafirkan pemimpin tsb, atau
memerintahkan untuk memberontak, karena disekeliling penguasa tsb ada para da’I
penyesat umat.
b)
Atas pilihannya sendiri tanpa ada paksaan. Kisah sahabat Amar bin Yasin, orang tuanya
dibunuh oleh kafir quraisy karena tidak
mau mengikuti perkataan mereka. Kemudian dia brtanya kepada Rasul saw mengenai
bolehkah mengikuti kafir quraisy dengan mengatakan ‘lata dan uzza sebagai
tuhan’ karena dipaksa? Beliau menjawab boleh asalkan hatinya tetap pada keimanan.
c)
mengucapkannya dengan sengaja(bukan karena
keprucut/kelepasan). Seperti
kisah di atas mengenai seorang yang keceplosan karena sangat gembiranya,
kemudian salah dalam mengucapkan, maka tidaklah dia dihukumi kafir. Seperti
halnya orang yang dalam keadaan marah yang kehilangan kendali.
d) baligh. Ketika ada anak kecil(yang belum bisa membedakan antara
baik dan buruk) mengatakan/melakukan perbuatan kufur, maka dia tidaklah kafir.
e) berakal. Artinya dalam kesadaran penuh dalam keadaan bisa
berpikir, atas perbuatan yang dilakukan. Orang gila terbebas dari pengkafiran.
Wallahu
a’lam.,
----Perpus Pusat UII, 05 Mei 2012----
02:53 pm
0 komentar:
Posting Komentar