Bismillah..,
Manusia akan diuji bukan hanya dengan apa atau siapa yang
dibencinya, tapi juga dengan apa dan siapa yang dicintainya. Membenci dan
mencintai sekadarnya saja. Allah berfirman,
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu,
Dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk
bagimu;
Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
(QS. Al-Baqarah: 216)
Don't be sad. via: https://www.tumblr.com/search/suka%20dan%20duka
Sekadarnya saja.
Semua telah terekam.
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula)
pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum
Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”
(QS. Al-Hadiid: 22)
Zaman sekarang ini dengan atau tanpa disadari, manusia
mengumpulkan data atau kehidupannya masing-masing, melalui data KTP, email,
sosmed, dan lain-lain. Berbondong-bondong merekam kehidupannya.
Semua terekam. Maka bagi Allah, amat MUDAH menuliskan semua gerak
kehidupan, SEBELUM diciptakannya kehidupan ini.
Lauh Mahfudzh itu nyata.
Sedih Sekadarnya Saja
Setelah mengetahui bahwa segalanya telah tercatat di Lauh Mahfuzh,
lalu apa? Adalah pengetahuan ini yang akan menjadikan seseorang sekadarnya saja
dalam hidup. Tidak kagetan saat mendapati kehidupan tidak sesuai pikiran. Toh,
semuanya telah ditentukan oleh Tuhan yang Maha Mengetahui.
Tidak ada episode kesedihan yang akan membuatmu mati. Begitu pula
tidak ada kenikmatan dunia yang akan membuatmu hidup selamanya.
-Sekadarnya Saja-
Bunyi ayat selanjutnya, “Supaya kamu tak berdukacita terhadap apa
yang luput darimu,” (QS. Al-Hadid: 23). Menyadari yang telah terjadi
adalah ketentuan Allah. Sudah tercatat. Sudah diperhitungkan; kemampuan kita
menghadapinya, seberat apa ujiannya. Semua diperhitungkan dan tercatat, maka
takkan sedih berlarut.
Nabi sallallahu ‘alaihi wasalam; ‘sesuatu yang ditakdirkan akan menimpamu, tidak mungkin luput darimu.
Dan segala sesuatu yang ditakdirkan luput darimu, pasti takkan menimpamu.’
Yang terjadi,, terjadilah. via: http://inspirably.com/quotes/by-ridwansyah-marzukinata/galau-dalam-hidup-itu-wajar-tinggal-kita-yang-harus-menyikapinya
Musibah dari yang kecil hingga yang besar, semua itu sudah jadi
ketentuan Allah. Hilang barang berharga atau bahkan ditinggal oleh sanak
saudara, semua sudah tercatat dalam Lauh Mahfudzh. Hati mengimani dan menerima,
toh sudah takdir dan tiada ketentuan Allah bagi muslim kecuali itu BAIK baginya.
Kekhawatiran pun telah tercatat; apa benar terjadi atau hanya
ketakutan belaka. Karena diri tak tahu
apa yang akan terjadi, maka tawakal itulah sikap terbaik. Inilah sikap
sekadarnya dalam menangani kekalutan masa depan. Tawakal membawa ketenteraman. “Supaya
kamu tak berduka pada apa yang luput darimu”
Indahnya hati yang MENERIMA ketentuan Allah. Damai dan luas.
Bermula dari keyakinan: Allah yang Maha Berkehendak memiliki Kehendak, yang
pasti MUTLAK BAIK.
Sedih sekadarnya saja. Karena kisah sedihmu itu sudah dicatat
Allah Ta’ala. Pulang dan bersandar kepada yang MAHA MEMAHAMI adalah
sebaik-baiknya jalan keluar.
Ayat selanjutnya, “Supaya kamu jangan terlalu gembira pada apa
yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah TAK MENYUKAI setiap orang yang sombong lagi
membanggakan diri.” (QS. Al-Hadiid: 23)
“Jangan terlalu bangga dengan nikmat yang kita peroleh karena itu
sama sekali bukanlah usaha kita. itu semua adalah takdir yang Allah tetapkan.”
–Tafsir Al-Qur’an Al-Adzhim
Bahagia Sekadarnya Saja
Bahagia sekadarnya saja. Karena nikmat ataupun capaianmu itu sudah
tercatat, jauh sebelum alam ini dicipta.
Jadi jangan ke-GR-an
kalau itu semua atas usaha diri. Pun dalam beramal. Bisa menutup aurat atau
selalu bisa shalat di shaf pertama, misalnya, itu semata atas TAUFIK dan
HIDAYAH dari ALLAH. Bukan atas kemampuan diri. Ketaatan akan berbuah
ketundukan. Tertunduk malu, atas amal ibadah yang belum tentu diterima. Apa
lagi dengan gunungan dosa yang belum tentu diampuni.
Alhamdulillah,
Mari bahagia atau sedih sekadarnya
saja, dan terus menjadi hamba-Nya.
Crayon Untuk Pelangi Sabarmu ---karena
kesabaran perlu terus diteguhkan, ~Natisa
–penerbit; PT.elex media
komputindo.
Secukupnya. via: http://duniajilbab.tumblr.com/post/122107666900/bahagia-secukupnya-sedih-seperlunya-mencintai
----------------------------
Mengelola rasa di dalam hati yang begitu menggelora, sungguh
tidaklah semudah mengucapkan kata. Entah rasa duka, kecewa atau lara yang tiada
terhingga. Pun dengan suka, bahagia, atau cinta yang panas membara. Perasaan yang
menggebu, menjalar ke dalam fikir, berputar-putar, menghasilkan sikap yang
lebih dari standar seharusnya.
Misal, tersakiti ucapan teman yang sebenarnya tak ia sengaja namun
sangat dalam menusuk ke dalam hati. Lantas dengan sangat mudahnya kita
memutuskan tali silaturahim. Badahal Allah Ta’ala menetapkan standar emosi,
cukup 3 hari.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak halal bagi seorang muslim untuk memboikot (tidak menyapa)
saudaranya
lebih dari 3 hari.”
(HR. Bukhari 6237 dan Muslim
2560).
Via: http://www.konsultasisyariah.com/tidak-bertegur-sapa-3-hari/
Perasaan-perasaan tersakiti, benci, iri, memang tak bisa kita hindari,
tiba-tiba ia datang sendiri,, apalagi saat hati lagi sensi. Wajar, manusia. Ya,
dengan itu lah kita diuji. Agar bisa mengendalikan emosi, dan mampu menempatkan
diri. Menakar dengan rasa dalam hati sendiri, sehingga tak mudah menyakiti,
atau melukai perasaan orang lain.
Cinta dan benci. via: https://taqisthi.wordpress.com/author/taqisthi/page/8/
Nah, suka dan cinta yang meluap-meluap juga kadang membuat buta
hati. Susah dinasehati dan cenderung semaunya sendiri dalam berekspresi. Badahal
kita tahu bahwa Allah Ta’ala Mahamembolak-balikkan hati. Detik ini cinta
setengah mati, semenit kemudian bisa berubah jadi benci. So, mari senantiasa menghadirkan Allah ke dalam hati sanubari. Mohon
agar diberikan kemudahan mengelola rasa. Sehingga bisa tetap berlaku adil,
bijak, dan wajar dalam bersikap.
~SEKADARNYA SAJA~
-------Jakarta, 2 September 2015-------
11;00
0 komentar:
Posting Komentar