Jumat, 22 Juni 2012

Di HATI_ada 'niat'

Posted by Nis |






Bismillah.,
Semoga Rahmat Allah SWT senantiasa tercurah kepada kita semua., amiin.

Berangkat dari sebuah niat, setiap perbuatan kita dinilai oleh Allah SWT. Dimanakah sebenarnya niat itu bermula.? Yak, tepat di dasar hati.!
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
Sesungguhnya semua amalan itu terjadi dengan niat, dan setiap orang mendapatkan apa yang dia niatkan
[HR. Bukhori, no. 1; Muslim, no. 1907; dari Umar bin Al-Khaththab]

Sedikit cerita yang saya ingat terkait hadits di atas, yaitu ketika Rasulullah SAW, memerintahkan pengikutnya untuk berhijrah. Ada di kalangan sahabat yang niat mereka berhijrah ternodai oleh hal-hal duniawi seperti kekayaan, harta, dan wanita. Jika yang diinginkan dari berhijrah itu hanya untuk hal-hal semacam itu, ya itu saja yang didapat, tanpa sedikitpun pahala bisa dikantongi. Maka hadits tersebut muncul untuk mengingatkan kepada umat muslim agar meluruskan niat semata-mata hanya karena Allah SWT.

Contoh kasus; dua orang bershodaqoh di jalan Allah SWT, yang satu berinfaq sebesar 10 juta, satunya lagi hanya 1 juta. Dari kedua orang tersebut, belum tentu infaq mereka berdua diterima oleh Allah SWT. Allah tidak melihat besarnya materi yang dikeluarkan, akan tetapi menilai apa yang dimaksudkan di dalam hati masing-masing. Bisa jadi yang diterima adalah yang berinfaq 1 juta karena niat lurusnya untuk berinfaq di jalan Allah, sementara yang berinfaq 10 juta tidak mendapatkan apa-apa karena memberikannya dengan maksud agar dipuji banyak orang, agar dilihat sebagai orang yang dermawan, atau agar sukses mengambil simpati sang idaman. Bisa juga sebaliknya, kembali lagi kepada maksud hati perbuatan masing-masing.

Salah-salah dalam berniat, bisa jadi seperti apa yang disabdakan Rasulullah SAW berikut ini, (na’udzubillah); Rasulullah Shollallahu’alaihi wassalam bersabda: “Sesungguhnya manusia pertama yang diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan Allah. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan (yang diberikan di dunia), lalu ia pun mengenalinya. Allah bertanya kepadanya: ‘Amal apakah yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Ia menjawab: ‘Aku berperang semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.’ Allah berfirman: ‘Engkau dusta! Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah berani. Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret orang itu atas mukanya (tertelungkup), lalu dilemparkan ke dalam neraka. Berikutnya orang (yang diadili) adalah seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca al-Quran. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengakuinya. Kemudian Allah menanyakannya: ‘Amal apakah yang telah engkau lakukan dengan kenikmatan-kenikmatan itu?’ Ia menjawab: ‘Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya serta aku membaca al-Quran hanyalah karena engkau.’ Allah berkata: ‘Engkau dusta! Engkau menuntut ilmu agar dikatakan seorang ‘alim (yang berilmu) dan engkau membaca al-Quran supaya dikatakan seorang qari’ (pembaca al-Quran yang baik). Memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka. Berikutnya (yang diadili) adalah orang yang diberikan kelapangan rezeki dan berbagai macam harta benda. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengenalinya (mengakuinya). Allah bertanya: ‘Apa yang engkau telah lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Dia menjawab: ‘Aku tidak pernah meninggalkan shadaqah dan infaq pada jalan yang Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau.’ Allah berfirman: ‘Engkau dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeretnya atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.’” (HR. Muslim)

Amal ibadah orang yang lalai hanyalah rutinitas, namun rutinitas orang yang waspada semuanya bernilai ibadah (Syarah al-Arba’in an-Nawawiyah oleh Syaikh Muhamad Ibnu Utsaimin rahimahullah, hlm. 9).

Tak bisa dipungkiri, nilai segala sesuatu yang kita kerjakan bergantung kepada niat. Dalam sebuah kajian (di Masjid Ulil Albab UII *tercinta), yang mana Ustadz Alfi Syahr selaku pembicara, beliau menerangkan bahwa segala sesuatu yang kita kerjakan di dunia ini bisa bernilai ibadah kepada Allah SWT apabila diniatkan memang hanya karena dan untuk Allah SWT. Contohnya, ketika hendak pergi kuliah, dalam hati berkata ‘ya Allah., q niatkan kuliah hari ini karena-Mu, ridhoilah ya Allah..’. Kemudian ketika tidur, sebelum memejamkan mata sempatkan di dalam hati memuji Allah SWT dan.. ‘ya Allah., istirahatku malam ini adalah karena-Mu agar jasad ini kuat dalam menjalankan ketaatan kepada-Mu esok hari..’ cukup dengan seperti itu, insyaallah akan bernilai ibadah di mata Allah SWT. Untuk redaksi dan rangkaian kata-kata bisa bervariasi, bagaimana-lah baiknya­ cara bahasa kita kepada Allah SWT.

MENGENAL DUA MACAM AMALAN
Untuk dapat menjadikan setiap aktifitas kita bernilai ibadah, maka terlebih dahulu harus mengenali berbagai aktifitas dan niat pada setiap amalan. Para Ulama menjelaskan bahwa secara global amalan terbagi menjadi dua :
1.      Amalan Yang Tidak Sah Bila Tanpa Niat.
Contoh; amalan jenis ini ialah berbagai amal ibadah murni, seperti shalat, puasa, haji, wudhu dan lain sebagainya. Andai kita melakukan amal ini tanpa disertai dengan niat, niscaya amalan kita tertolak dan tidak mendapatkan pahala. Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Tiada puasa bagi orang yang tidak membulatkan niatnya untuk berpuasa sebelum terbit fajar. (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi dan lainnya).

Itulah kenapa niat menjadi rukun shalat. Puasa di bulan Ramadhan pun begitu, harus ada niat sebelum melaksanakan. Berbeda dengan puasa sunnah (misal_Senin-Kamis), niatnya tidak harus sebelum Fajar menyingsing, bahkan jika pun di tengah hari baru berniat, insyaallah tetap diterima. Dengan catatan; memang belum makan dan minum sama sekali semenjak fajar, dan diperbolehkan suami (bagi seorang istri).
Seperti yang pernah dilakukan Rasulullah SAW; pada suatu siang beliau pulang ke rumah sehabis dari perang dan belum makan apa-apa semenjak subuh. Beliau bertanya kepada istri beliau (_A'isyah ra), 'Wahai A'isyah, ada makanan apa hari ini.?'. A'isyah menjawab 'duhai Rasulullah, ketahuilah bahwa tidak ada asap yang mengepul di rumah ini sejak 3 hari yang lalu'. Mendengarkan jawaban seorang istri seperti ini, coba bayangkan hal ini terjadi di jaman sekarang.. Hmm,. kalau suami saya (*sekarang beliau masih dalam pencarian menemukan saya.. _ngeeex) insyaallah akan menjawab seperti Rasulullah SAW; 'kalau begitu hari ini aku puasa..'.
Itulah contoh yang begitu agung diberikan oleh Rasulullah SAW kepada kita.
2.      Amalan Yang Sah Walau Tanpa Niat.
Berbagai amal ibadah yang mendatangkan manfaat bagi pelakunya atau orang lain adalah contoh nyata dari amalan jenis ini. Misalnya menolong orang kesusahan, menyambung tali silaturahmi, sedekah, dan yang serupa. Dan diantara contoh amalan ini ialah amalan dalam bentuk meninggalkan hal-hal yang dilarang dalam syariat. Misalnya, bersuci dari najis, mengembalikan barang rampasan, membayar hutang, dan yang semisal dengannya. Bila kita mengamalkan amalan jenis ini tanpa niat, maka amalan kita sah alias menggugurkan kewajiban, namun kita tidak mendapatkan pahala darinya.

Indahnya ajaran Islam, bahkan sesuatu yang suaangat ringan tapi berat bernama niat, memiliki nilai yang luar biasa. Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah SAW. bersabda, “Barangsiapa yang berniat untuk berbuat kebaikan tetapi tidak jadi mengerjakannya, maka akan dituliskan untuknya 1 kebaikan (pahala) yang sempurna, jika dia benar-benar mengerjakannya, maka Allah akan menuliskan untuknya 10 hingga 700 kebaikan, bahkan bisa lebih banyak lagi. Barngsiapa yang berniat untuk berbuat kejahatan tetapi tidak jadi mengerjakannya, maka akan dituliskan untuknya 1 kebaikan yang sempurna, jika dia benar-benar mengerjakannya, maka Allah (hanya) akan menuliskan 1 keburukan (dosa) untuknya.” 
 (HR Bukhari & Muslim)

Saya beri contoh, ketika kita berniat untuk bersedekah kepada seorang pengamen di bis misalnya, truss kita ubek2 tas dan kantong mencari uang, eh ternyata dompet ketinggalan, gak jadi ngasih deh., insyaallah 1 pahala kita dapat. (trus pusing *ntar bayar bisnya pake apa ya...? tuingg). Berbeda kalau misalkan contoh lain; kita ada niat dari pagi untuk mengikuti kajian sore nanti di Ulil Albab (_masjid) dan tanpa ada halangan memang terlaksana niat tersebut, maka pahalanya tentu lebih banyak.
Beda lagi kalau kita berniat buruk, ‘Wah, ntar ujian.. hafalan, materinya buaanyak pula,.. hadehh pusing kepala.. bikin contekan ah..’. Ketika soal sudah dihadapkan, ternyata bisa mengerjakannya tanpa harus mengeluarkan contekan, (akibat dari bikin contekan malah jadi hafal).. atau nggak karena pengawasnya ndongkrok di depan meja kita, jadi malu-malu gimanaa gitu untuk menyontek. Seperti ini, insyaallah gak jadi dosa. Tapi jika memang dari awal sudah dipersiapkan, kesempatan pun terbuka lebar, sehingga menyontek bisa dilakukan dengan santai.. hmmm,, hanya 1 dosa kita dapat.
MasyaAllah sekali yah...

Wallahu a’lam..



----Perpus Pusat UII, 22 June 2012---
Ba’da Ashar




2 komentar:

Unknown mengatakan...

Joss mba.., Semangat berdakwah fi sabilillah.

Nis mengatakan...

yak... trma kasih dukungannya mas bill...
semangatt..

Posting Komentar

Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger