Bismillah..,
Puja dan puji syukur kehadirat Allah Ta’ala...
Segelas susu panas, dan kue brownis... Alahmdulillah... Kombinasi yang cukup luar biasa di sore nan Fithri ini, menjadi teman yang mantapp untuk saya kembali berbagi dengan antum semuanya.
Obsesi tujuh abad itu begitu bergemuruh di dada seorang Sultan muda, baru 23 tahun usianya. Tak sebagaimana lazimnya, obsesi itu bukan mengeruhkan, melainkan semakin membeningkan hati dan jiwanya. Ia tahu, hanya seorang yang paling bertaqwa yang layak mendapatkannya. Ia tahu, hanya sebaik-baik pasukan yang layak mendampinginya.
Maka di sepertiga malam terakhir menjelang penyerbuan bersejarah itu ia berdiri di atas mimbar, dan meminta semua pasukannya berdiri. “Saudara-saudaraku di jalan Allah”, ujarnya, “Amanah yang dipikulkan ke pundak kita menuntut hanya yang terbaik yang layak mendapatkannya. Tujuh ratus tahun lamanya nubuat Rasulullah telah menggerakkan para mujahid tangguh, tetapi Allah belum mengizinkan mereka memenuhinya. Aku katakan pada kalian sekarang, yang pernah meninggalkan shalat fardhu sejak balighnya, silakan duduk!”
Andai sebutir keringat jatuh ketika itu, pasti terdengar. Hening sekali, tak satu pun bergerak.
“Yang pernah mengkhatamkan Al-Qur’an melebihi sebulan, silakan duduk!”
Kali ini, beberapa gelintir orang perlahan menekuk kakinya. Berlutut berlinang air mata.
“Yang pernah kehilangan hafalan Al-Qur’annya, silakan duduk!”
Puja dan puji syukur kehadirat Allah Ta’ala...
Segelas susu panas, dan kue brownis... Alahmdulillah... Kombinasi yang cukup luar biasa di sore nan Fithri ini, menjadi teman yang mantapp untuk saya kembali berbagi dengan antum semuanya.
Masih dari buku ber-tajuk “Jalan
Cinta Para Pejuang” karya Salim A. Fillah.
----------
Kekuatan Bening
Bukan kita yang memilih takdir
Takdirlah yang memilih kita
Bagaimanapun, takdir bagaikan angin
bagi seorang pemanah
Kita selalu harus mencoba
untuk membidik dan melesatkannya
di saat yang paling tepat
-Shalahuddin Al Ayyubi-
Obsesi tujuh abad itu begitu bergemuruh di dada seorang Sultan muda, baru 23 tahun usianya. Tak sebagaimana lazimnya, obsesi itu bukan mengeruhkan, melainkan semakin membeningkan hati dan jiwanya. Ia tahu, hanya seorang yang paling bertaqwa yang layak mendapatkannya. Ia tahu, hanya sebaik-baik pasukan yang layak mendampinginya.
Maka di sepertiga malam terakhir menjelang penyerbuan bersejarah itu ia berdiri di atas mimbar, dan meminta semua pasukannya berdiri. “Saudara-saudaraku di jalan Allah”, ujarnya, “Amanah yang dipikulkan ke pundak kita menuntut hanya yang terbaik yang layak mendapatkannya. Tujuh ratus tahun lamanya nubuat Rasulullah telah menggerakkan para mujahid tangguh, tetapi Allah belum mengizinkan mereka memenuhinya. Aku katakan pada kalian sekarang, yang pernah meninggalkan shalat fardhu sejak balighnya, silakan duduk!”
Begitu sunyi. Tak seorang pun
bergerak.
“Yang pernah meninggalkan puasa
Ramadhan, silakan duduk!”
Andai sebutir keringat jatuh ketika itu, pasti terdengar. Hening sekali, tak satu pun bergerak.
“Yang pernah mengkhatamkan Al-Qur’an melebihi sebulan, silakan duduk!”
Kali ini, beberapa gelintir orang perlahan menekuk kakinya. Berlutut berlinang air mata.
“Yang pernah kehilangan hafalan Al-Qur’annya, silakan duduk!”
Kali ini lebih banyak yang
menangis sedih, khawatir tak terikut
menjadi ujung tombak pasukan. Mereka pun duduk.
“Yang pernah meninggalkan shalat malam sejak balighnya, silakan duduk!”
“Yang pernah meninggalkan shalat malam sejak balighnya, silakan duduk!”
Tinggal sedikit yang masih
berdiri, dengan wajah yang sangat tegang, dada berdegub kencang, dan tubuh
menggeletar.
“Yang pernah meninggalkan puasa Ayyaamul Bidh, silakan duduk!”
Kali ini semua terduduk lemas.
Hanya satu orang yang masih berdiri. Dia, sang sultan sendiri. Namanya Muhammad
Al Fatih. Dan obsesi tujuh abad itu adalah Konstantinopel.
------------------------
Ah...meleleh.... hhmmm malunya...
Bagaimana akan ikut menjadi salah satu yang duduk di sana..
Al-qur'an...shalatku.... puasaku....
Al-qur'an...shalatku.... puasaku....
Hiks...
-----------------------
++++++Telat posting...
:D
----- Hotel Ibis, Yogyakarta -----
ashar