Bismillah.,
Segala puji dan sanjungan hanya milik Allah
Ta’ala.
Idul Fitri.. Hhmmmm
tiada kata lebih indah hari ini selain “Alhamdulillah,. Kembali Kau pertemukan
lagi hamba-Mu ini dengan hari Raya Idul Fitri di tahun ini, 1434 Hijriah,. Dan
semoga Kau beri kesempatan lagi untuk-ku bertemu kembali dengan Idul Fitri
tahun depan, dalam segala hal yang lebih baik dari saat ini... amiiin.”
Dan.... saatnya
mengucapkan.. “taqobalallahu minna wa minkum.., syiyamana wa syiyamakum..”
Semoga Allah menerima amal ibadah puasa kita semua..
Rabu, 27 November 2013
Nurani Menyelamatkan Ummat
--------------
Di hari ini, saya
tidak akan membahas sesuatu hal yang terkait dengan Idul Fitri. Saya tertarik
untuk membagi sebuah tulisan, dari sebuah buku, karya seorang penulis sekaligus
ustadz favorit saya.. Ustadz Salim A. Fillah.. yang bertajuk “Jalan Cinta Para
Pejuang”.
Kali ini, pada
Bab-nya yang berjudul ‘Bertanya Pada Hati’, di point Nurani Menyelamatkan Ummat. Silahkan disimak...
----------------
Nurani
Menyelamatkan Ummat
Bagaimana rasanya
menjadi orang yang paling bisa mengerti sahabat tercinta? Tentu indah. Kita
menjadi yang pertama-tama menangkap kilasan cahaya gembiranya, lalu menjadikan
hati kita lensa konkaf untuk menebarkannya. Atau kita juga segera menangkap
tebaran masalah yang menggayuti benaknya, lalu menjadi lensa konveks untuk
memberinya fokus dan orientasi. Dan di sebalik lensa itu, kita juga yang
pertama-tama akan menangkap bayangan nyata dari kesemuan-kesemuan tentangnya.
Seringkali, itu membuat kita menangis terlebih dahulu. Bahkan menangis
sendirian. Abu Bakr Ash Shiddiq pernah merasakannya.
Ketika itu, Sang Nabi
menerima wahyu. Wahyu yang sangat menggembirakan semua shahabat. Beliau
membacakannya dari atas mimbar. “Apabila datang pertolongan Allah dan
kemenangan, dan engkau lihat manusia masuk ke dalam agama Allah dengan
berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun
kepada-Nya. sesungguhnya Ia adalah Maha Penerima Taubat.”
Semua shahabat
tersenyum, lega, bahagia, dan penuh syukur. Tapi dari depan mimbar, Abu Bakr
tiba-tiba berteriak dengan gemuruh isak, “Ya Rasulallah, kutebus engkau dengan
ayah dan ibuku!” Dan ia terus menangis. Para shahabat belum pernah heran akan
Abu Bakr sedahsyat hari itu. Mereka menatap tajam ke arahnya dengan mulut yang
tanpa disadari setengah terbuka. Tapi Rasulullah tersenyum padanya.
“Seorang hamba
diminta untuk memilih”. Beliau Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam melanjutkan sabda, “Antara perhiasan dunia menurut
kehendaknya, atau apa yang ada di sisi Allah. Dan dia memilih apa yang ada di
sisi Allah.” Tangis Abu Bakr semakin keras, terdengar menggigil bagai burung
dalam badai, menyesakkan. “Demi Allah Ya Rasulallah, ayah dan ibu kami sebagai
tebusanmu.!”, ia kembali berteriak.
Hingga kata perawi hadits ini, orang-orang bergumam dalam hati, “Lihatlah orang
tua ini! Rasulullah mengabarkan tentang kemenangan dan seorang hamba yang diberi
pilihan, tapi dia berteriak-teriak tak karuan!”
Entah mengapa, hari
itu kebeningan hanya menjadi milik Abu Bakr seorang. Ketika para shahabat
bergembira mendengar sabda-sabda Sang Nabi, ia menangkap Surat An Nashr dan segala yang beliau katakan
sebagai satu isyarat pasti. Ajal sang Nabi telah sangat dekat! Maka ia
menangis. Maka ia berteriak. Hanya dia. Hanya dia yang mengerti.
Rasulullah masih
tersenyum. “Sesungguhnya orang yang paling banyak membela dan melindungiku
dengan pergaulan dan hartanya adalah Abu Bakr”, kata beliau. “Andai aku boleh
mengambil kekasih selain Rabbku, niscaya aku akan mengambil Abu Bakr sebagai Khaliil-ku. Tetapi ini adalah
persaudaraan Islam dan kasih sayang. Semua pintu yang menuju ke Masjid harus
ditutup, kecuali pintunya Abu Bakr.”
Abu Bakr adalah orang
dengan nurani yang begitu jernih, begitu suci. Dia yang paling berduka,
menangis, dan histeris ketika Sang Nabi memberi isyarat tentang dekatnya saat
berpisah. Namun, di saat kekasih yang dicintainya itu benar-benar pergi, Abu
Bakr menjadi orang yang paling waras, paling tenang, dan paling menenteramkan.
Di jalan cinta para pejuang, Abu Bakr menyelamatkan kaum muslimin dari
keterguncangan massal yang bisa berakibat fatal.
“Tiada hari yang
lebih bercahaya di Madinah”, kata Anas ibn Malik, “Daripada hari ketika
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam
datang kepada kami. Dan tidak ada hari yang lebih gelap dan muram daripada saat
beliau wafat.” Hari itu isak dan sedu menyatu. Tangis dan ratap berbaur. Air
mata bergabung dengan keringat dan cairan hidung. Dan seorang lelaki
berteriak-teriak, membuat suasana makin kalut.
“Sesungguhnya
beberapa orang munafik beranggapan bahwa Rasulullah meninggal dunia!”, kata
sosok tinggi besar itu. Banyak orang berhimpun di sekelilingnya hingga yang di
belakang harus berjinjit untuk mengenali bahwa si gaduh itu adalah ‘Umar ibn Al
Khatthab. “Sesungguhnya beliau tidak wafat!”, ia terus berteriak dengan mata
merah berkaca-kaca dan berjalan hilir mudik ke sini ke sana. “Sesungguhnya
beliau tidak mati! Beliau hanya pergi menemui Rabb-nya seperti Musa yang pergi
dari kaumnya selama 40 hari, lalu kembali lagi pada mereka setelah dikira mati!
Demi Allah, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
wa Sallam pasti akan kembali! Maka tangan dan kaki siapapun yang mengatakan
beliau telah meninggal harus dipotong!”
Ilustrasi Umar muntab.
via: http://oasemuslim.com/ketika-khalifah-umar-bin-khattab-menghadapi-ajalnya/
‘Umar masih terus
berteriak-teriak bahkan menghunus pedang ketika Abu Bakr datang dan masuk ke
bilik ‘Aisyah, tempat di mana jasad Sang Nabi terbaring. Disibaknya kain
berwarna hitam yang menyelubungi tubuh suci itu, dipeluknya Sang Nabi dengan
tangis. “Ayah dan ibuku sebagai tebusanmu...”, bisiknya. “Allah tidak akan
menghimpun dua kematian bagimu. Kalau ini sudah ditetapkan, engkau memang telah
meninggal.” Abu Bakr mencium kening Sang Nabi. “Alangkah wanginya engkau di
kala hidup, alangkah wangi pula engkau di saat wafat.”
‘Umar masih
mengayun-ayunkan pedang ketika dia keluar. “..kaki dan tangannya harus
dipotong! Dipotong!”, teriak ‘Umar.
“Duduklah hai
‘Umar!”, seru Abu Bakr. Tapi ‘Umar yang bagai kesurupan tak juga duduk.
Orang-orang, dengan kesadaran penuh mulai mendekati Abu Bakr dan meninggalkan
‘Umar. “Barangsiapa menyembah Muhammad, maka sungguh Muhammad telah wafat”,
katanya berwibawa, “Tapi barangsiapa menyembah Allah, sesungguhnya Allah hidup
kekal!” Abu Bakr lalu membaca ayat yang dibaca Mush’ab ibn ‘Umair menjelang
syahidnya, saat tubuhnya yang menghela panji Uhud dibelah-belah dan tersiah
kabar bahwa Rasulullah terbunuh.
“Muhammad
itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya
beberapa orang Rasul. Apakah jika dia mati atau terbunuh kalian akan berbalik
ke belakang? Dan barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat
mendatangkan madharat kepada Allah sedikitpun. Dan Allah akan memberi balasan
kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS
Ali ‘Imran [3]: 144)
‘Umar jatuh terduduk
mendengar ayat ini. Pedangnya lepas berdentang dari genggaman. Dengan gumaman
diselingi isak, disimak dan dilafalkannya ayat yang dibaca Abu Bakr. Demikian
juga yang lain. Mereka semua membaca ayat itu. Seolah-olah ayat itu baru saja
turun. Seolah-olah mereka tak pernah mendengar ayat ini sebelum Abu Bakr
membacakannya. Entah mengapa, sekali lagi, kebeningan hanya menjadi milik Abu
Bakr seorang pada hari itu.
Maka inilah Abu Bakr.
Seorang yang mata batinnya begitu jernih. Dia yang paling berduka, menangis,
dan histeris ketika Sang Nabi memberi isyarat tentang dekatnya saat berpisah.
Namun, di saat kekasih yang dicintainya itu benar-benar pergi, Abu Bakr menjadi
orang yang paling waras, paling tenang, dan paling menenteramkan. Di jalan
cinta para pejuang, Abu Bakr menyelamatkan kaum muslimin dari keterguncangan
massal yang bisa berakibat fatal.
welcome ^^
Cari
The Time;
Day;
About Me
Followers
Popular Posts
-
Bismillah,,, Segala puji milik Allah Ta’ala,, Tuhan semesta alam.. Memasuki sesi tanya jawab, ada beberapa pertanyaan dari jama’ah se...
-
Bismillah... Segala pujian milik Allah Ta’ala. Sebuah buku luarrrrr biasa, -semoga penulisnya senantiasa dirahmati Allah- yang isinya...
-
Bismillah.., Kajian 29 Nov’14 di Masjid Ar-Rahmat, Slipi #Bencana Hidup Oleh Ustadz..... afwan, nama ustadznya saya kurang tahu., ...
-
Bismillah, Segala puji bagi Allah, Penggenggam alam semesta. Kajian Sabtu ini membahas mengenai ilmu, langsung saja, silakan disima...
-
Bismillah... Wa alhamdulillah.., Sebuah cerita untuk kita renungkan lagi hikmahnya.... Di sebuah ekosistem #parit, ada beberapa...
-
Bismillah.., Segala pujian dan sanjungan hanyalah milik Allah SWT, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Sebuah kosakata yang be...
-
Bismillah... Kebahagiaanmu bukan tanggung jawab orang lain. Pun bukan tanggung jawab orang yang kamu cintai kasihi. Mengapa? ...
-
Bismillah... Segala puji milik Allah Ta’ala. Sempitnya hati dan lemahnya iman , kadang membuat kita senantiasa terkungkung dalam an...
-
Bismillah., Segala puji kepunyaan Allah Taa'aala.. Dari Abu Muslim al-Khaulani radhiyallahu ‘anhu, dari Mu’adz bin Jabal radh...
-
Bismillah, Segala puji kepunyaan Allah Ta’ala. Baiklah, saya beri gambaran terlebih dahulu sodara-sodara. Ini mungkin sesuatu y...
Total Pageviews
sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup, dan matiku., sebab dan untuk-Nya...
Prev Post
Memuat...
ingin brlangganan.?
Featured Posts
Setitik cahaya berpadu dengan mutiara cinta dengan sesama.., bulirnya indah nan mempesona.,, Teruntukmu duhai saudaraku,,. Tertuang dari telaga hatiku... __"Aku mencintaimu... fillah.."
Blog Tricks
Labels
- 'Alim (1)
- Ahmadiyah (2)
- Akhlak (49)
- Al-Qur'an (5)
- Bid'ah (1)
- Biografi (1)
- Buku (2)
- Cerita (55)
- CINTA (42)
- Dzikir (3)
- Fiksi (1)
- Galau (8)
- Gallery (18)
- Hadits (1)
- Hikmah (24)
- Ilmu (23)
- Istiqomah (1)
- Jalan-jalan (9)
- Kajian (31)
- Keluarga (7)
- Kisah (19)
- Kuliah (3)
- Muhasabah (23)
- nafkah (1)
- Niat (2)
- Nikah (12)
- Pacaran (16)
- Persahabatan (9)
- Puasa (1)
- Qiyamul Lail (1)
- Rukun Iman (5)
- Sajak (16)
- Surga dan Neraka (8)
- Syari'at (56)
- Ta'aruf (6)
- Ta'lim (5)
- Tahajud (1)
- Takmir Masjid Ulil Albab (TMUA) (8)
- Tanya Jawab (4)
- Teladan (5)
- Tentang Islam (19)
- Tokoh (1)
syair renungan,,,
Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar