Bismillah.,
Segala puji milik Allah SWT semata...
Malam
berlalu,
Tapi
tak mampu kupejamkan mata dirundung rindu kepada mereka
Yang
wajahnya mengingatkanku akan surga
Wahai
fajar terbitlah segera,
Agar
sempat kukatakan pada mereka
“aku
mencintai kalian karena Allah”
-‘Umar
ibn Al-Khaththab-
“Injak kepalaku ini hai Bilal.!,. Demi Allah, kumohon
injaklah.!”
Abu Dzar al-Ghiffari
meletakkan kepalanya di tanah berdebu. Dilumurkannya pasir ke wajahnya dan dia
menunggu penuh harap terompah Bilal ibn Rabah segera mendarat di pelipisnya.
“Kumohon Bilal Saudaraku,”
rintihnya, “Injaklah wajahku. Demi Allah aku berharap dengannya Allah akan
mengampuniku dan menghapus sifat jahiliah dari jiwaku.” Abu Dzar ingin sekali
menangis. Isi hatinya bergumul campur aduk. Dia menyesal. Dia sedih. Dia takut.
Dia marah pada dirinya sendiri. Dia merasa begitu lemah berhadapan dengan hawa
nafsunya. Maka dengan kepala bersaput debu yang disujudkan dan wajah belepotan
pasir yang disuguhkan, dia mengerang lagi, “Kumohon, injaklah kepalaku!”
Sayang, Bilal terus
menggeleng dengan mata berkaca-kaca.
Peristiwa itu memang bermula
dari kesalahan Abu Dzar pada Bilal. Dia merasa Bilal tak mengerjakan sebuah
amanah dengan utuh, bahkan seakan membuat alasan untuk membenarkan dirinya
sendiri. Abu Dzar kecewa dan, sayang, dia tak dapat menahan diri. Dari lisannya
terlontar kata-kata kasar. Abu Dzar sempat berteriak melengking, “Hai anak
budak hitam!”.
Rasulullah yang mendengar
hardikan Abu Dzar pada Bilal itu memerah wajahnya. Dengan bergegas bagai petir
menyambar, beliau menghampiri dan menegur Abu Dzar, “Engkau!” sabdanya dengan
telunjuk mengarah ke wajah Abu Dzar, “Sungguh dalam dirimu masih terdapat
jahiliah!”
Maka Abu Dzar yang
dikejutkan hakikat dan disergap rasa bersalah itu serta-merta bersujud dan
memohon Bilal menginjak kepalanya. Berulang-ulang dia memohon. Tapi Bilal tetap
tegak mematung. Dia marah, tapi juga haru. “Aku memaafkan Abu Dzar, Ya
Rasulullah,” kata Bilal. “Dan biarlah urusan ini tersimpan di sisi Allah,
menjadi kebaikan bagiku kelak.”
Hati Abu Dzar rasanya perih
mendengar itu. Alangkah lebih ringan andai semua bisa ditebusnya di dunia.
Alangkah tak nyaman menelusuri sisa umur dengan rasa bersalah yang tak
terlupakan. Demikianlah Abu Dzar, shahabat Rasulullah yang mulia. Adapun kita,
dengan segala kelemahan dan kealpaan dalam menjaga hubungan dengan sesama,
mungkin tak hanya satu jari yang harus ditelunjukkan ke wajah kita. Lalu sebuah
kesadaran menyentak, “Engkau! Dalam dirimu masih terdapat jahiliah!” ___Dalam
Dekapan Ukhuwah,. Salim A. Fillah.
---------
Renungan bersama,..
Terkadang, terhadap orang
yang kita cintai, dengan begitu lembut, dengan begitu halus, perkataan atupun
perbuatan kita lakukan. Namun tanpa kita sadari, yang lembut dan halus itu
menjadi sembilu yang mengiris perih hati saudara kita. Tanpa kita sadari,.
Tanpa kita maksudkan,. Kita telah menorehkan luka menganga di dalam dadanya.
Seringnya sebuah sayatan
terbungkus dalam canda dan senyuman. Dalam canda, kita memojokkannya. Dalam
canda, tanpa sadar, kita mencemoohnya. Dalam canda, tanpa sadar, kita membuka
rahasianya yang sudah dipercayakannya. Dalam canda, tanpa sadar, kita
menghinanya. Dalam canda, tanpa sadar, kita memfitnahnya. Dalam canda, terbalut
tawa, kita menancapkan paku ke dinding hatinya. Yang apabila dinding itu terbuat
dari air, maka akan hilang begitu saja. Namun apabila dinding itu terbuat dari
tembok, niscaya bekasnya tak kan hilang selamanya. Dan jika kesadaran itu tak
kunjung tiba, penuhlah hati teman kita dengan bekas-bekas paku yang kita
tancapkan, ‘tanpa kita menyadarinya’.
Ketika kita mengucapkannya
–yang bermaksud candaan kepadanya di depan orang2 ramai, dia hanya akan ikut
tersenyum, ikut tertawa. Sementara hatinya bersuara, menyayat, “sahabatku, ku
mohon hentikan..! Tidak sadarkah kau tengah menyakiti hatiku.?! Tidak sadarkah
kau tengah melukai perasaanku.?!”
Pernahkah coba kita
renungkan sejenak, “Tadi itu dia tersinggung gak ya, dengan kata-kataku.. Tadi itu dia suka gak ya, aku bicara mengenainya seperti itu.. Tadi itu bercandaanku
kelewatan gak ya..”
Sabda Rasulullah SAW;
“Sesungguhnya
salah seorang dari kalian mengucapkan sepatah kata yang diridhai Allah, yang
tidak dia sangka akan mencapai apa yang dicapainya, lalu Allah menuliskan
keridhaan-Nya baginya dikarenakan kata itu hingga hari bertemu dengan-Nya. Dan,
sesungguhnya salah seorang dari kalian mengucapkan sepatah kata yang dimurkai
Allah, yang tidak dia sangka akan mencapai apa yang dicapainya, lalu Allah
menuliskan kemurkaan-Nya baginya dikarenakan kata itu hingga hari bertemu
dengan-Nya.”
(HR.
at-Thirmidzi)
Wallahu
a’alam...
-----Perpus Pusat UII, 05 Des'12-----
'ashar
4 komentar:
Maaf-kan saya ya Mbak Nis... :)
wani piro..????
nangis sikik..!
:D
setiap manusia tidak ada yg luput dari hilaf dan dosa., mbak juga minta maap Vi'...
hikkksss....
#sesi maap2an..
mj juga mnta maap ya mbak2...maafin kata2ku yg sering melukai hati kawan2..
yak., emje si cubitan maut.,
mbak minta maap juga ya.,,
Posting Komentar