Sabtu, 15 Desember 2012

little Story_Ibu' I Love U

Posted by Nis |



Bismillah..,,,
Segala puji hanya untuk Allah SWT…,

_(Jum'at, 14 Desember 2012)., Hmmmhhhahhhh,,,,,, segarnya udara pagi di rumah merasuk ke paru-paru. Duiingiiiinnnn rasanya berada satu tingkat di atas dinginnya udara daerah Kaliurang yang berada di kawasan gunung Merapi. “Yuk tumbas jenang nggo sarapan.. (Yukk,, beli bubur buat sarapan..,)” Ibu’ku yang the best, tak pernah  telat menyiapkan sarapan pagi untuk keluarga tercinta.

Teringat dulu ketika masa-masa sekulah. Tiap pagi, “sarapan sik,. Gek mangkat..!”.  Di atas meja sudah tersedia lauk-pauk, kadang ya tempe goreng, tahu goreng, telur goreng, lele goreng, ayam goreng, nasi goreng, de-es-be. Tak lupa sayur mayur, tumis kacang panjang, tumis kangkung, tumis kecambah, tumis tempe, tumis brokoli, dan berbagai tumis-tumisan sayur lainnya. Ketika itu masih pilih2, doyannya hanya sayur tumis. Tidak pernah absen, sebagai intinya adalah ‘sambel’ (hwe.??). Gantian, sambel tomat, sambel terasi, sambel bawang, sambel korek (_bukan yang buat nyalain api lho..!), de-es-be. Dan di reskuker, ketika tutup dibuka, bulllllllll... sumup-e mengepul,. Hmmmm,.. mak nyoossss lah poko’e...

Sudah capek-capek menyiapkan semua itu, beliau harus merasakan kekecewaan setiap pagi. Yah,, sudah banyak-banyak dimasakin, saya makan palingan tiga-empat sendok. Terkadang, “wis telat buk... salim..” cium tangan, “assalamu’alaikum..!!” langsung ngacir. Teriakan beliau mengejar, “sarapan sik..! wis mateng ki lho..! kandani kon sarapan sik..! Ngeyel lho..!”.

Masa Orientasi Siswa (MOS), ritual gojlogan siswa baru. Peraturannya, di antaranya adalah memakai atribut, dan membawa menu makanan sesuai dengan yang sudah ditetapkan oleh senior. Para senior itu tak akan segan membentak, dan menghukum anak2 baru yang melanggar. Bahkan untuk hal terkecil-pun. Sehingga tak jarang ada anak baru yang asma-nya kambuh, jantungnya kambuh, tak terbiasa diperlakukan kasar seperti itu.

Pagi itu, kesiangan. Gak sarapan, gak minum susu, minum air putih aja enggak.. Sampai di jalan raya, hendak menyebrang, ada bis-‘ku’ lewat. Masih berhenti menaikkan penumpang, sementara saya grusa-grusu nyebrang, mana jalannya ruame. Sampai di tengah-tengah (pembatas jalan antara jalur ke Jogja dan ke Solo) eh, bisnya berangkat. Haduuuhhhh telattt.... di saat galau seperti itu, “Nis.! Nis..! Iki ketinggalan..!” teriakannya membahana. Orang-orang di pinggir jalan, yang lagi nunggu bis (baik yang mau ke arah Jogja dan Solo), para tukang ojek, yang lagi nongkrong di tempat penitipan sepeda, yang lagi bertransaksi burjo motor di pinggir jalan, dan yang lagi berhenti karena lampu merah, semua melihat ke sumber suara. Ibuk’ku,. dibelakangnya ada Pak Lik dengan motor kesayangannya.

Saya kembali, menyebrang jalan lagi, menghampiri Ibu’. Beliau menyodorkan sebuah bungkusan, ku buka, dan terlihatlah sebuah kotak makan, berwarna biru. “Iki, koe ngko ndak diseneni kakak kelasmu..” beliau menerangkan. Ekspresi cemas, khawatir, tergambar di guratan wajahnya. Belum sempat bertanya, isinya apa,, dari kejauhan arah Jogja muncul bis Damri. Spontan, “enek bis buk., assalamu’alaikum..!” dan saya sudah berada di sebrang jalan. Saatnya go to sekulah. Dalam hati, “ayo pak sopirr.... ngebut pak...,,!). Bisa berabe ntar telat lagi.

Sampai di Kartosuro, bis mulai lengang. Yang tadinya penuh sesak, mayoritas penumpangnya adalah karyawan pabrik di Kartosuro, dan setengahnya lagi adalah anak2 siswa baru di sekolah2 di Solo. Hmmmm... dapat tempat duduk.

Penasaran, “sing ketinggalan mau opo ya.?”. Ku buka kotak biru di pangkuanku. Baunya menyeruak,. ternyata isinya adalah menu makanan yang harus dibawa pagi ini., ikan asin berkepala dua. Terbayang wajah khawatir Ibu tadi. Terbayang bagaimana ibu tergesa meminta Pak Lik cepat mengantarnya. Tertangkap maksud yang begitu mulia. Tak ingin anaknya diteriaki, tak ingin anaknya dimarahi, tak ingin anaknya disakiti.
Cless... butiran hangat meleleh di pipi. Haru...


Ibu’ I Love U.....

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman:14)

Kog, jadi sedih gini ya, ceritanya... Hmmm.... gpp, diambil hikmahnya saja...

----------
Saatnya kembali ke Jogja. Seperti biasa, wejangan Ibu’ sebelum melajukan motor, “ati-ati... do’a sik..! ngko yen udah mandeg sik...! Yen wis tekan gek ngebell ya...!”

Sesuai dengan saran beliau, mantol sudah dipakai dari rumah, persiapan kalo’ nanti tiba-tiba hujan. Terlihat mendung di langit arah ke Jogja. Dengan mantol berkibar-kibar, menyusuri jalan, melewati daerah-daerah yang ternyata berlangit cerah. Ke selatan lagi, agak gerimis-gerimis. Terus ke selatan, ya, hanya gerimis dikit. Gak sampai kategori membasahi mantol.

Sudah dekat. Di pom Bensin daerah Besi, teringat, ‘hari ini kan Rafiwati ngajar TPA.., sama siapa ya.. (biasanya sendirian). Mampir dulu ah, sekalian jemput’. Sampai di depan masjid, terlihat motornya de’ Icha. ‘O,, sudah bawa motor..(biasanya antar-jemput)’. Menyapa anak2 sebentar, lalu go to asrama.

Maghrib, di Ulil tercinta. Entah sensitifitas hati lagi tinggi atau iman yang lagi down, seorang karib’ku mengucapkan kata-kata. Agak perih di ulu hati.

“Allahu akbar.!” Mengikuti suara mas Hasibuan, pertanda shalat maghrib dilaksanakan. Bersedekap,. Rasa pedih di hati tadi semakin terasa. Menyesak. ’fokus... fokus...’, gak bisa.!


Berbisik di hati, ‘dia tadi gak bermaksud... please deh..!’. Haduhh,,.. berusaha berbaik sangka, menenangkan hati, berbagai kata-kata bijak. Masih juga terasa.! Perih, terbakar, gosong, menganga,,. Haisshhhh...

Sampai akhirnya teringat, ‘ali bin abi thalib ra., mengatakan, “Syarat pertemanan: menutup mata pada kealpaan, berlapang dada dalam bergaul, dan saling mengasihi dalam kesulitan”.

‘Menutup mata pada kealpaan’, ‘syarat berteman adalah menutup mata pada kealpaan’,. Mengulang-ulang kalimat ini.

Berangsur, mak clesss.... adem...

Kalo’ bisa digambarkan sih mungkin, kaya’ yang diiklan-iklan minuman itu lho.., Pas lagi esmosi, muka merah padam, berkobaran api di dada, tiba-tiba ada yang nempelin minuman dingin di pipinya. Cless... Sperti itulah...

Berdiri lagi untuk rakaat kedua. Kembali bersedekap. Rasanya hati ini sudah longgar..,. Kucari-cari..,’mana ya, sakitnya tadi.?? Mana sakitnya tadi.?’.. 
Hilang...,

Alhamdulillah.....



--diambil hikmahnya saja...
_Begitulah cara syaithonirrojim meniupkan api ke dalam hati manusia. Mengipas-ngipasnya, menambahkan garam dan cuka, menjadikan benar-benar dalam kendalinya.
Waspadalah.!!





-----Perpus Pusat UII, 15 Des'12-----
11:28 

0 komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger