Bismillah...
Segala
pujian milik Allah Ta’ala.
Sebuah buku
luarrrrr biasa, -semoga penulisnya senantiasa dirahmati Allah- yang isinya
sangat mak nyuussss buangettt. Atas
izin Allah Ta’ala sampailah ke tangan
saya buku tersebut, yang sungguh menginspirasi, menyejukkan hati –buat
yang merasa sudah jadi jomblo sejati, wkwkwk- ilmu tentang bagaimana prosesnya
menjemput jodoh yang baik dan benar. Ahhayyyy ini cocok sekali untuk kita yang
sekian lama merana memikirkan yang namanya pernikahan. #kita.?? Lu aja kali...
:D
Ayolah...
Merasa sudah tahu ilmunya itu tidak baik untuk kesehatan hati dan jiwa. Terus
gali dan kaji setiap ilmu dan informasi yang menunjang kita untuk memperbaiki
diri lebih dan lebih lagi. Nah, setelah mendapatkan ilmu tadi, afdholnya adalah
kita berbagi. Semoga dinilai ibadah di sisi Illahi Rabbi. Ingat dong sabda
Nabi, “sampaikanlah walaupun satu ayat..”
Baiklah,
tidak perlu berlama-lama silakan dinikmatin saja bagaimana isinya.. :D
Sudah siap. via: http://sikotak.tumblr.com/
----------------------------------
CEK NIAT
MENIKAH, SUDAH BENARKAH?
“Jodoh
itu tak seperti jelangkung. Kedatangannya harus dijemput, proses bertemu
dengannya harus diikhtiarkan, dan gelar jodohnya pun harus diperjuangkan.”
--Canun
& Fu
“Di
saat hati telah merasa siap untuk menikah, tetapi belum jua Allah pertemukan
dengan jodohnya, sedangkan waktu terus bergulir menambah usia, inilah saatnya
untuk bermuhasabah; sudahkah diri sebenar-benarnya ‘layak’ di mata Allah untuk
menyempurnakan separuh agama?”
Segala hal
yang dilakukan berawal dari niat, bahkan segala hal yang dilakukan pun dinilai
dari niat. Bisa terlaksana karena ada sebuah niat, yang meskipun wujudnya
abstrak tak terlihat, pasti ada. Entah disadari langsung atau tidak, meskipun
hanya diri kita dan Tuhan yang tahu. Nah, justru karena hanya diri kita dan
Tuhan yang tahu, sering kali niat ini tersepelekan, teracuhkan, tak
terhiraukan. Bahkan, sering kali kita lupa cek dan ricek apa niat dalam hati
kita yang sebenarnya ketika melakukan segala amal perbuatan kita, termasuk
menikah.
Ditanya soal
“Apa niat menikahmu?” tentu banyak yang akan menjawab, “niat ibadah”, “melaksanakan
Sunnah Rasul”, “Karena Allah”, “Mempunyai keturunan”, dan jawaban-jawaban
lainnya, yang mohon maaf, adalah jawaban-jawaban umum, atau bisa dibilang
klise. Alhamdulillah, bila memang jawaban2 tersebut adalah niat Anda yang
sesungguhnya untuk menikah, lantas bila tidak? Maksudnya? Oke, mari kita cek
beberapa fenomena berikut ini, resapi betul dan tanyakan kepada hati Anda,
adakah hal tersebut juga terjadi pada diri Anda? Let’s see...
Tidakkah Anda terlalu merasa BOSAN hidup
sendiri?
Yakinkah
niat menikah Anda benar-benar karena ingin menyempurnakan separuh agama? Bukan
karena Anda sudah terlalu jengah akan kehidupan? Bukan karena Anda sudah merasa
terlalu lelah melakukan segalanya sendirian? Bukan karena itu semuakah? Lalu,
bila memang semua alasan itu benar2 ada di benak Anda, salahkah?
Jenuh. via: http://elfian-psy.blogspot.co.id/2013/06/mengatasi-rasa-jenuh-bosan-dan.html
Tentu tidak
sepenuhnya salah, tetapi kurang tepat. Kurang baik untuk Anda jadikan alasan,
karena secara tidak langsung, unconsciously
bersemayam dalam pikiran juga hati. Merasa ingin seperti orang lain yang sudah
memiliki ia yang bisa mencintai dan dicintai, itu adalah hal yang wajar, wajar
banget malah. Namun, saat keinginan tersebut hanyalah “selimut” bagi alasan
Anda sebenarnya yang sudah BOSAN dalam kesendirian, Anda harus hati2. Jangan2
Anda memang belum pantas untuk menikah karena hal tersebut yang masih
mengganjal “kepantasan” Anda.
Jangan2 Anda
memang hanya ingin “dicintai”, tapi belum siap mencintai. Jangan2 Anda hanya
siap “menuntut”, tapi belum siap “menuntun”. Jangan2 Anda hanya ingin tempat
bersandar yang nyaman, tapi belum siap untuk menjadi tempat ternyaman bagi pasangan.
Jangan2 juga Anda hanya siap untuk “dibahagiakan”, tapi belum memiliki mental
“membahagiakan”. Jangan2 apa lagi, ya? Yuk, programming
ulang! Pastikan niat menikah Anda bukan karena sudah BOSAN hidup sendiri, namun
benar2 siap untuk “memiliki dan dimiliki” pasangan.
Tidakkah Anda sebenarnya ingin “kabur” dari
rumah?
Kabur dari penjara hatimu. :D via: http://jurnalintelijen.id/news-53347
Yakinkah
niat Anda benar2 karena ingin lebih khusyuk dalam beribadah? Bukan karena Anda
sudah tidak nyaman berada di rumah orangtua? Bukan karena Anda sudah ingin
“lepas” dari bayang2 keluarga Anda? Bukan karena Anda ingin menghilang dari
ketidakkondusifan rumah untuk menciptakan “dunia baru”? bukan karena itu
semuakah? Lalu, kalau alasannya karena semua hal tersebut, memangnya salah?
Baiklah,
biar Anda yang menyimpulkan jawabannya sendiri. Begini, dengan menikah tentu
kita akan menciptakan sebuah “rumah” baru, keluarga baru yang kita rintis. Yang
awalnya terdiri dari diri kita dan pasangan, kemudian ada anak dan lain2,
sehingga tercipta kembali sebuah keluarga. Ya, yang dibangun dalam pernikahan
adalah “rumah” baru, keluarga baru, yang kita inginkan dan harapkan.
Bisa Anda
bayangkan bagaimana bila Anda akan membangun sebuah rumah yang harmonis,
nyaman, dan tenteram, namun ternyata Anda sendiri punya track record “bermasalah” dengan yang namanya “rumah”. Anda pernah
begitu “tidak suka” pada yang namanya rumah, dan itu menjadi dendam tersendiri
dalam hati Anda. Belum terselesaikan. Tidakkah itu ibarat “lari” dari masalah
dan menuju “masalah” yang sama? Dengan kondisi seperti itu, yakinkah Anda bisa
melewatinya? Bisakah Anda menciptakan sebuah “rumah” yang nyaman, padahal
sebelumnya malah “lari” karena gagal dalam menciptakan kenyamanan tersebut
(sebelumnya)?
Adakah yang
bisa menjamin Anda tidak akan melakukan hal yang serupa, alias “lari” lagi saat
impian Anda menciptakan “rumah” itu kembali gagal? Tidakkah Anda akan “kabur”
kembali?
Yuk, cek
kembali niat menikahnya! Pastikan Anda tidak sedang ingin kabur dari rumah
sehingga ingin “terburu2” menikah.
Tidakkah Anda “panas” terhasut euforia menikah?
Siapkan hati dan amplop :D via: http://www.rosasusan.com/2015/09
Yakinkah
niat menikah Anda memang karena kemantapan hati yang sudah “siap menikah”?
bukan karena Anda gerah melihat fenomena janur kuning di akhir minggu, yang
berderet hampir di setiap tikungan yang Anda lalui? Ada rasa panas, gerah, dan
gemuruh di hati, yang biasanya diiringi helaan napas begitu ingin sekali
menikah, mempertanyakan, “Kapankah nama
yang tergantung di janur kuning itu adalah namaku dan ia yang menjadi jodohku?”
yakin, itu terjadi pada Anda?
Tak ada yang
salah dengan euforia menikah, tetapi tak pantas juga ia menjadi pembenaran niat
menikah Anda. Fenomena menikah muda, ikut2an tren, atau something like that tak sepantasnya menjadi alasan Anda untuk
menikah. Ingat, setiap pernikahan haruslah diniatkan untuk berlangsung seumur
hidup, sekali saja tanpa siaran ulang. Anda bisa bayangkan bila niat menikah
Anda hanya karena euforia semata, ada masa “aus”-nya, ada masa layunya laiknya
janur kuning itu sendiri. Ya, segala sesuatu yang berbau euforia pastilah hanya
bertahan sementara, tak bisa Anda jamin terus-menerus semangatnya. Sedangkan
yang namanya pernikahan harus diperjuangkan, lika-likunya tidak stabil, tak
bisa dijamin “api”-nya akan terus menyala sepanjang masa bila tanpa diusahakan.
So, masih karena euforiakah niat menikahmu?
Berhenti untuk merasa “gerah” melihat janur kuning, ya. Ganti semua rasa gerah,
panas, gerutu tak menentu dengan doa, “Semoga Allah segera pantaskan namaku dan
si dia yang menggantung di sana.”
Tidakkah Anda memelihara rasa “iri” terhadap
yang sudah menikah?
Kapan aku? via: http://obraldp.blogspot.co.id
Yakinkah
niat menikah Anda memang untuk membangun keluarga sakinah, mawaddah, dan penuh rahmah?
Bukan karena ada rasa iri negatif terhadap mereka yang sudah menikah? Bukan
karena sudah terlalu sering mendapat undangan, tetapi belum jua jelas kapan
diri ini yang mengundang? Bukan juga karena ingin membuktikan kepada orang lain
bahwa “Saya juga bisa menikah”? Benarkah semua perasaan iri kepada orang lain
itu tidak ada pada hati Anda? Lalu, saat Anda merasa iri, apakah hal positif
yang ada dalam hati Anda atau justru hal negatif? Dendam ataukah doa yang
terlontar saat iri bercokol di dalam hati Anda?
“Hellooowww... penting, ya, mau tau urusan
hati? Itu kan hati gue, ya, mau iri juga urusan gue, mau dendam juga urusan
gue, rempong amat, si?”
Ya, benar.
Apa yang ada dalam hati Anda adalah urusan Anda. Namun, pernahkah berpikir
bahwa boleh jadi rasa “iri: itulah yang mengaburkan “niat menikah” Anda yang
sebenarnya. Sebaiknya kita kurangi keluhan2 seperti merasa capek terus menerima
undangan, merasa “iri” kepada mereka yang sudah menikah sementara “gue kapan?”.
Ganti semua itu dengan doa. Semoga dengan ikut mendoakan mereka yang sudah
menikah, malaikat juga turut mendoakan Anda untuk segera menikah. Ganti rasa
iri dengan doa, agar semakin menjernihkan niat menikah Anda. Bismillah...
Tidakkah Anda menjadikan pernikahan urusan
“menang dan kalah”?
Yakinkah
niat menikah Anda karena ingin berjamaah menggapai ridha-Nya? Bukan karena
orang lain yang terus “mendorong” Anda untuk menikah? Bukan karena pernikahan
adalah piala bergilir yang harus Anda menangkan? Bukan karena Anda tak mau
kalah atas mereka yang selalu membuat Anda “terkompori” untuk segera menikah?
Benarkah bukan karena itu?
“Pernikahan
bukanlah urusan menang-kalah seperti perlombaan, namun ia sangat patut diperjuangkan
melebihi sebuah perlombaan.”
--Fu
Siapa duluan.? via: http://www.sobatandroid.com
Saat urusan
menikah dikaitkan dengan menang-kalah, secara otomatis ia akan menghadirkan
keterlibatan “pihak lain”. Sedangkan niat menikah, kesiapannya, dan
kemantapannya haruslah pure datang
dari hati masing2. Kita tak bisa menyamakan pernikahan dengan sebuah
perlombaan, karena bila sudah disebut perlombaan, ada kesamaan “kriteria” yang
harus dimiliki peserta lomba. Sedangkan menikah adalah urusan individu, setiap
orang berbeda, tak bisa disamaratakan karena usia, jabatan, dan hal2 lainnya.
Ya, karena setiap orang berbeda kebutuhannya.
“Banyak
orang boleh saja memiliki keinginan yang sama dalam satu waktu untuk menikah,
namun tak setiap orang memiliki kebutuhan yang sama dalam satu waktu untuk
menikah.”
--Fu
Menikah
adalah urusan diri Anda utuh. Apakah hati dan logika Anda telah siap? Apakah
fisik dan mental Anda telah siap? Apakah jiwa dan raga Anda telah siap?
Kebutuhan Anda untuk menikah tak bisa disamakan dengan orang lain. Anda
memiliki kebutuhan sendiri. Anda memiliki “ketetapan” sendiri untuk menikah.
Saat orang lain sudah butuh menikah, belum tentu Anda membutuhkannya. Bahkan,
saat Anda ingin menikah, belum tentu Anda butuh menikah.
Ingin itu ibarat saat Anda menginginkan sebuah tas
dengan warna favorit Anda. Tasnya bagus sekali dan membuat Anda begitu ngiler utntuk memilikinya, padahal tanpa
tas tersebut Anda masih bisa beraktivitas seperti biasa. Anda masih punya tas
lain yang masih layak pakai. Karena itu, tas tersebut masuk kategori keinginan saja, belum menjadi
kebutuhan.
Ingin juga seperti seorang anak kecil yang merengek
minta permen, padahal tanpa makan permen juga ia masih bisa hidup baik2 saja.
Lain halnya bila tidak makan, ia akan kelaparan, kemudian sakit, lalu
menghadirkan mudarat lainnya. Karena itu, makan menjadi kebutuhannya, sedangkan permen hanyalah keinginan.
Tanyakan
kepada hati dengan pikiran jernih, sudahkah menikah menjadi kebutuhan? Jangan2
masih sebatas keinginan saja. Jangan2 masih karena alasan orang lain. Jangan2
masih sebatas dorongan eksternal yang menggebu, sementara niat internal masih
rapuh. Jangan2 Anda memang belum benar2 siap untuk menikah. Yuk, cek lebih
dalam lagi niat menikahnya, sudahkah kita terbebas dari semua kekhawatiran ini?
Tidakkah terlanjur cinta kepada makhluk yang
lebih mendorong Anda untuk menikah?
Sumber cinta. via: http://weheartit.com/entry/group/9110963
Yakinkah
niat menikah Anda memang karena Allah, bukan karena sudah terlanjur cinta
kepada si dia? Bukan karena Anda terlalu takut untuk ditinggalkan si dia? Bukan
karena Anda melakukan “pembenaran” bahwa di dia adalah jodoh Anda dengan
mendahului takdir-Nya? Bukan karena pelampiasan cinta namun ternyata obsesi semata? Yakin
berorientasi karena Sang Pencipta, bukan atas makhluk-Nya?
Saat
keputusan sudah berada di tangan, untuk Anda yang sudah memiliki calon pasangan,
mohon cek kembali benarkah kebutuhan menikah Anda bukan karena ikut2an
pasangan? Benarkah Anda juga sudah benar2 butuh menikah, bukan karena terpaksa
sudah terlanjur cinta kepada calon pasangan Anda sehingga Anda setuju menikah
dengannya? Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pernikahan itu urusan
PERSONAL, kesiapan internal diri kita. Tak bisa disamakan dengan orang lain,
sekalipun itu dengan calon pasangan Anda. Jangan dipaksakan, karena jodoh
adalah cermin; saat Anda siap, ia pun siap; saat Anda belum siap, ia pun masih
bersabar memantaskan diri. Kalau sudah begitu, benarkah calon pasangan yang
Anda miliki sekarang benar2 cerminan Anda? Jangan dipaksakan, ya, sebelum
benar2 masuk ke jenjang pernikahan.
Bila cinta
akan makhluk sudah berada di atas segalanya, Anda sebaiknya berhati2 karena hal
itu malah bisa menggerus niat menikah yang sebenarnya. Jangan2 Allah tengah
cemburu karena Anda fokus kepada makhluk-Nya, sehingga Dia terus memberikan
ujian yang membuat Anda tak kunjung menikah. Jangan2 Allah sudah jauh dari
kehidupan Anda karena Anda terlalu mencintai dunia dan cinta-Nya, semua itu
ternyata hanya obsesi untuk memiliki makhluk-Nya. Yuk, cek lagi, di manakah
Anda meletakkan cinta Allah dalam niatan menikah!
Sudah cek
semua kedok dan topeng yang kemungkinan menyamarkan niat menikah Anda? Sudah
yakin bahwa niat menikahnya benar2
lurus, tak ada lagi topeng2 itu? Kalau sudah, alhamdulillah, mari kita lanjut
ke bahasan selanjutnya. Bila belum, yuk berproses, jernihkan kembali niat
menikahnya. Mohon bantuan Allah untuk turut serta menjernihkannya, agar Allah
semakin pantaskan kita segera menikah. Amin.
Kapan? via: http://www.online-instagram.com
----JODOH DUNIA AKHIRAT
Ikhsanun Kamil & Foezi Citra Cuaca
Penerbit: Mizani
-------Jakarta, 8 Desember 2015-----
di meja kerja, 'Ashar