Bismillah...
Segala puji milik Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Dalam
ikrar, ikatan itu ingin terus dijalin bersama Namun seketika badai
datang menerpa. Saat itu, ia pun terpaku seraya bertanya pada diri.
Haruskah perjalanan kita berakhir di sini…?
Islam
telah memberikan bimbingan untuk mengatasi suami atau istri yang berbuat
nusyuz. Islam juga tidak melarang apabila perpisahan terpaksa diambil ketika
kedua pihak tidak bisa lagi disatukan.
•••••••
Mengobati
Istri yang Nusyuz
Perbuatan-perbuatan nusyuz. via: http://dpposterterbaru.blogspot.co.id/2015/11/nusyuz.html
Apabila
terjadi problem dalam rumah tangga, tidak sepantasnya pasangan suami istri
langsung memutuskan perceraian, padahal masalah itu bisa diselesaikan dengan
cara lain yang lebih baik tanpa harus memutuskan ikatan nikah.
Demikian
pula bila terjadi nusyuz (pembangkangan) dari pihak istri. Islam memberikan
jalan untuk menyembuhkannya dengan cara yang disebutkan dalam al-Qur’an,
ãÓÉL»©9$#ur tbqèù$srB Æèdyqà±èS ÆèdqÝàÏèsù £`èdrãàf÷d$#ur Îû ÆìÅ_$ÒyJø9$# £`èdqç/ÎôÑ$#ur ( ÷bÎ*sù öNà6uZ÷èsÛr& xsù (#qäóö7s? £`Íkön=tã ¸xÎ6y 3
“Dan
para istri yang kalian khawatirkan (kalian ketahui dan yakini) nusyuznya maka
hendaklah kalian menasihati mereka, meninggalkan mereka di tempat tidur, dan
memukul mereka. Kemudian jika mereka menaati kalian, janganlah kalian
mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka.” (an-Nisa’: 34)
Penyembuhan
istri yang nusyuz ini dilakukan dengan tahapan (Ruhul Ma‘ani, 5/25), tidak
langsung memakai cara kekerasan. Ini sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas
radhiallahu ‘anhuma, “Istri itu diberi nasihat kalau memang ia mau menerima
nasihat. Kalau tidak mempan, ia ditinggalkan di tempat tidurnya, bersamaan
dengan itu ia didiamkan dan tidak diajak bicara.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/504)
Apabila
cara nasihat tidak berhasil, istri tersebut di-hajr (dijauhi) dengan tidak
digauli (senggama) selama waktu tertentu hingga tercapai maksud yang
diinginkan. Kalau tidak berhasil juga, barulah ditempuh cara pukulan, namun
tidak boleh meninggalkan bekas.
(Taisir
al-Karimir Rahman, hlm. 177)
•••••
📚Memberi nasihat dan
bimbingan📚
Berikanlah nasihat. via: al-uyeah.blogspot.com
Ini
adalah langkah pertama yang harus ditempuh untuk mengembalikan istri kepada
ketaatannya atau menjauhkannya dari pelanggaran yang dilakukannya. Nasihat
dilakukan dengan penuh kelembutan dan kasih sayang.
Ibnu
Qudamah rahimahullah mengatakan,
“Dalam nasihat itu ia ditakut-takuti kepada
Allah subhanahu wa ta’ala, diingatkan apa yang Allah subhanahu wa ta’ala
wajibkan kepadanya untuk memenuhi hak suami dan keharusan menaatinya,
diperingatkan akan dosa apabila menyelisihi suami dan bermaksiat padanya. Ia
juga diancam akan gugur hak-haknya berupa nafkah dan pakaian apabila tetap
durhaka kepada suami, dan ia boleh dipukul serta di-hajr oleh suami kalau tidak
mau menerima nasihat.” (al-Mughni,
7/241)
•••••••
🎈al-Hajr🎈
Mendiamkan istri. via: www.kabari.xyz
Terkadang
seorang istri tidak cukup diberi nasihat dalam upaya menghentikannya dari
nusyuz yang dilakukan, sehingga harus ditempuh cara penyembuhan yang kedua,
yaitu dengan hajr.
Ibnu
Abbas radhiallahu ‘anhuma menafsirkan hajr dengan tidak menggauli istri, tidak
menidurinya di atas tempat tidurnya, dan memunggunginya. As-Suddi, adh-Dhahhak,
‘Ikrimah, dan Ibnu ‘Abbas dalam satu riwayat menambahkan,“Bersamaan
dengan itu ia mendiamkan dan tidak mengajak bicara istrinya.” (Tafsir
Ibnu Katsir, 1/504, Tafsir al-Baghawi, 1/423)
••••••
✏Pukulan✏
Terkadang
penyembuhan dan pendidikan butuh sedikit kekerasan. Sebab, ada tipe manusia
yang tidak bisa disembuhkan dari penyimpangannya kecuali dengan cara diberikan
tindakan fisik.
Pukulan. via: www.balitapedia.com
Termasuk
penyembuhan nusyuz istri adalah dengan pukulan yang diistilahkan oleh al-Qurthubi
rahimahullah dengan pukulan pendidikan (al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, 1/113),
bukan pukulan untuk tujuan menghinakan atau menyiksa. (al-Mughni, 7/242)
Disyaratkan
pukulan itu tidak keras atau meninggalkan bekas, sebagaimana pesan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam haji Wada’,
“Bertakwalah
kalian dalam urusan para wanita (istri-istri kalian), karena sesungguhnya
kalian mengambil mereka dengan amanah dari Allah dan kalian menghalalkan
kemaluan mereka dengan kalimat Allah. Hak kalian atas mereka adalah mereka
tidak boleh mengizinkan seorang pun yang tidak kalian sukai untuk menginjak
permadani kalian[1]. Bila mereka melakukan hal tersebut maka pukullah mereka
dengan pukulan yang tidak keras. Dan hak mereka atas kalian adalah kalian harus
memberikan nafkah dan pakaian untuk mereka dengan cara yang ma’ruf.” (Sahih,
HR. Muslim no. 1218)
Yang
dimaksud (ضَرْبًا مُبَرِّحٍ غَيْرَ)[2]
kata al-Hasan al-Bashri rahimahullah, ialah pukulan yang tidak membekas (Tafsir
Ibnu Katsir, 1/504); atau pukulan yang tidak membelah daging dan mematahkan
tulang.
Ibnu
Abbas menyatakan,
“Memukul
dengan siwak.” (Ruhul Ma‘ani, 5/25)
‘Atha
rahimahullah pernah bertanya kepada Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma tentang
maksud ضَرْبًا غَيْرَمُبَرِّحٍ
Ibnu
‘Abbas menjawab,
“Pukulan
dengan memakai siwak dan semisalnya.”
(al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, 1/113, Ruhul
Ma’ani, 5/25)
Al-Imam
an-Nawawi rahimahullah berkata setelah membawakan hadits di atas, “Hadits ini
menunjukkan bolehnya seorang suami memukul istrinya dalam rangka mendidiknya.”
Beliau
menyebutkan sifat pukulan di sini dengan pukulan yang tidak keras dan
memayahkan. (Syarah Shahih Muslim,
8/184)
Berlemah lembutlah terhadap istri. via: kucinghilang.wordpress.com
Pukulan
itu juga tidak ditujukan ke wajah. Sebab, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah memperingatkan, “Apabila salah seorang dari kalian memukul,
hendaklah menjauhi (jangan memukul) wajah.” (Sahih, HR. al-Bukhari no. 2559 dan
Muslim no. 2612)
Ulama
mengatakan bahwa hadits ini secara jelas menunjukkan larangan memukul wajah.
Termasuk dalam larangan ini bila seorang suami memukul istri, anak, ataupun
budaknya dengan alasan pukulan pendidikan. (Syarah Shahih Muslim, 16/165)
Apabila
istri telah kembali kepada ketaatannya terhadap suami dan meninggalkan
perbuatan nusyuz-nya maka “janganlah kalian mencari-cari jalan untuk
menyusahkan mereka”, yakni janganlah kalian berbuat jahat kepada mereka baik
dalam ucapan maupun perbuatan. Dalam ayat ini ada larangan untuk menzalimi para
istri. (al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, 1/113)
Simak kelanjutannya: HARUSKAH KEBERSAMAAN KITA BERAKHIR DISINI 2
ditulis oleh al-Ustadzah Ummu Ishaq al-Atsariyyah
[1]
Maknanya, kata al-Imam an-Nawawi rahimahullah, istri tidak boleh mengizinkan
seseorang yang tidak kalian sukai untuk masuk ke rumah kalian dan duduk-duduk
di tempat tinggal kalian. Sama saja, apakah orang tersebut laki-laki yang bukan
mahram istri (ajnabi), seorang wanita, ataupun salah seorang dari mahram istri.
(Syarah Shahih Muslim, 8/184)
[2]
Yakni tidak mematahkan, sebagaimana disebutkan dalam an-Nihayah (1/113) karya
Ibnul Atsir rahimahullah.
•┈┈┈┈•✿❁✿••✿❁✿•┈┈┈┈•
http://asysyariah.com/tag/istri-nusyuz/
•°•
Whatsapp: 🌹syarhus
sunnah lin nisaa`
•°•
Channel Telegram:
🎈http://bit.ly/syarhussunnahlinnisa
•°•
Website:
🎈http://catatanmms.wordpress.com
•┈┈┈┈•✿❁✿••✿❁✿•┈┈┈┈•
-------Jakarta, 30 Maret 2016-------
15:59
0 komentar:
Posting Komentar