Bismillah...
Segala puji milik Allah subhanahu wa ta'ala
Bagaimana
Bila Suami yang Nusyuz?
Seorang
istri diberi hak oleh Islam untuk mengobati nusyuz suaminya. Namun, tentu saja
ia tidak bisa menempuh cara hajr atau pukulan sebagaimana hak ini diberikan
kepada suami, karena perbedaan tabiat wanita dengan laki-laki serta lemahnya
kemampuan dan kekuatannya.
Jangan terburu say good bye. via: www.ceritaapaya.blogspot.com
Seorang
istri yang cerdas akan mampu menyabarkan dirinya guna mengembalikan suaminya
menjadi suami yang baik sebagaimana sedia kala, sebagai ayah yang lembut penuh
kasih sayang. Ketika mendapati nusyuz suaminya, ia bisa melakukan hal-hal
berikut.
Mencurahkan
segala upayanya untuk menyingkap rahasia di balik nusyuz suaminya. Kenapa
suamiku berbuat demikian? Apa yang terjadi dengannya? Ada apa dengan diriku?
🍃Menasihati suami dengan
penuh santun, mengingatkannya terhadap apa yang Allah subhanahu wa ta’ala
wajibkan atasnya berupa keharusan membaguskan pergaulan dengan istri dan
sebagainya.
🍃Sepantasnya istri selalu
mencari keridhaan suaminya dan berupaya mencari jalan agar suaminya
menyayanginya. Jadi, ketika ia mendapati suaminya menjauh darinya, ia bisa
melakukan bimbingan Al-Qur’an berikut ini,
ÈbÎ)ur îor&zöD$# ôMsù%s{ .`ÏB $ygÎ=÷èt/ #·qà±çR ÷rr& $ZÊ#{ôãÎ) xsù yy$oYã_ !$yJÍkön=tæ br& $ysÎ=óÁã $yJæhuZ÷t/ $[sù=ß¹ 4 ß
“Dan
apabila seorang istri khawatir akan nusyuz suaminya atau khawatir suaminya akan
berpaling darinya maka tidak ada keberatan atas keduanya untuk mengadakan
perbaikan/perdamaian dengan sebenar-benarnya.” (an-Nisa’: 128)
Al-Imam
ath-Thabari rahimahullah berkata,
“Istri
yang khawatir suaminya berbuat nusyuz atau berpaling darinya maka ia boleh
untuk mengadakan perdamaian dengan suaminya, dengan cara ia merelakan tidak
dipenuhi hari gilirannya, atau ia menggugurkan sebagian haknya yang semestinya
dipenuhi oleh suami, dalam rangka mencari simpati dan rasa ibanya. Juga agar ia
tetap dalam ikatan pernikahan dengan suaminya (tidak dicerai).” (Tafsir
ath-Thabari, 5/306)
Perilaku nusyz oleh suami. via:
Ibnu
Qudamah rahimahullah berkata,
“Tidak
apa-apa ia (istri) merelakan sebagian haknya dalam rangka mencari ridha
suaminya. Ketika istri mengadakan perdamaian dengan suaminya dengan cara
meninggalkan sesuatu dari hak gilirannya, nafkahnya, atau kedua-duanya, maka
hal ini dibolehkan.” (al-Mughni, 7/243)
Asy-Syaikh
Abdurrahman bin Nashir as-Sa‘di rahimahullah berkata tentang ayat di atas,
“Jadi, yang lebih baik dalam keadaan ini,
keduanya melakukan perbaikan dan perdamaian dengan cara si istri merelakan
gugurnya sebagian haknya yang semestinya dipenuhi suami, asalkan ia tetap hidup
bersamanya (tidak dicerai). Atau ia ridha diberi nafkah yang sedikit, diberi
pakaian dan tempat tinggal seadanya. Atau dalam hal giliran[3], ia menggugurkan
haknya tersebut, atau dengan cara menghadiahkan hari dan malam gilirannya kepada
madunya.” (Taisir al-Karimir Rahman, hlm. 206)
••••••
🌸Mendamaikan Sengketa🌸
Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman,
÷bÎ)ur óOçFøÿÅz s-$s)Ï© $uKÍkÈ]÷t/ (#qèWyèö/$$sù $VJs3ym ô`ÏiB ¾Ï&Î#÷dr& $VJs3ymur ô`ÏiB !$ygÎ=÷dr& ...
“Dan
bila kalian khawatir perselisihan antara keduanya maka hendaklah kalian
mengutus seorang hakim (pendamai) dari keluarga si suami dan seorang hakim
(pendamai) dari keluarga si istri….” (an-Nisa’: 35)
Apabila
terjadi perselisihan antara suami dan istri, sementara tidak diketahui siapa
yang berbuat nusyuz di antara keduanya, atau malah kedua-duanya berbuat nusyuz,
ketika itu ulama sepakat disyariatkannya mengirim dua orang hakim untuk
menyelesaikan perselisihan tersebut. Mereka bersepakat, dua orang hakim itu
harus berasal dari keluarga kedua belah pihak. Satu dari pihak suami dan yang
lain dari pihak istri. Namun, jika tidak ada, boleh dari selain keluarga. (al-Mughni,
7/243, Bidayatul Mujtahid, hlm. 473)
Apabila
kedua pasangan ini tidak bisa didamaikan kembali, kedua hakim tersebut berhak
untuk memisahkan antara keduanya, menurut pendapat yang rajih (kuat). Ini yang
dipegangi oleh mazhab Maliki, satu riwayat dari ulama mazhab Syafi‘i, dan satu
riwayat dari ulama Hanbali. (al-Muwaththa’ karya al-Imam Malik rahimahullah,
2/584; al-Mughni, 7/243—244)
Wallahu
ta‘ala a‘lam bish-shawab.
Suami idaman. via: www.ainuamri.wordpress.com
ditulis
oleh al-Ustadzah Ummu Ishaq al-Atsariyyah
[3]
Bila suaminya memiliki istri yang lain (poligami).
•┈┈┈┈•✿❁✿••✿❁✿•┈┈┈┈•
http://asysyariah.com/tag/istri-nusyuz/
•°•
Whatsapp: 🌹syarhus
sunnah lin nisaa`
•°•
Channel Telegram:
🎈http://bit.ly/syarhussunnahlinnisa
•°•
Website:
🎈http://catatanmms.wordpress.com
•┈┈┈┈•✿❁✿••✿❁✿•┈┈┈┈•
-------Jakarta, 31 Maret 2016-------
16:47