Senin, 23 Juli 2012

Cerita Mukena_Ramadhan

Posted by Nis |



BISMILLAH...

Tak lupa pujian teragung kepada Rabb semesta alam, Allah SWT.
Ada hawa berbeda begitu terasa di malam ini, tgl 19 Juli 2012. Apakah karena malam ini akan ada rapat.? Gak juga.. ini terkait Ramadhan tahun ini. Satu masalah yang sudah menjadi tradisi di negeri ini, yaitu masalah penentuan tanggal 1 Ramadhan yang selalu saja ada perbedaan antara ormas islam satu dengan ormas islam satunya, atau duanya, dst.

Di asrama Al-Mahfudz, sejak sore bahkan dari paginya, sudah tersiar kabar bahwa Ulil akan mengadakan shalat tarawih malam ini sebagai bentuk fasilitas yang diberikan kepada jama’ah. Memang ada salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia yang telah menetapkan bahwa tanggal 1 Ramadhan jatuh pada tgl 20 Juli 2012 esok hari. Sementara Ulil dan manusia-manusia yang bernaung di bawah kubahnya yang kuning (_menurutku sih bukan kuning tapi emas) mengikuti ulil amri atau pemerintah. Meskipun ada sepasang kepala yang juga melaksanakan puasa besok. Ribut-ribut, bingung, galau, tergambar di wajah-wajah “polos” anak-anak di Al-Mahfudz, pasalnya pemerintah juga belum memberikan berita atas ketetapan mereka mengenai 1 Ramadhan.

Pukul 5-an sore, perut yang dangdutan sedari pagi tadi akhirnya berhasil memaksaku untuk keluar membeli sesuatu yang bisa dijadikan sedekah agar dangdutannya berhenti. Menu magelangan menjadi pilihan, dan tempat tujuan adalah warung burjo ‘Kabita’ yang mangkal tak jauh dari lokasi kampus. Dikarenakan rutinitas baruku setiap hari yang harus berurusan dengan print-mengeprint, banyaknya orderan surat membuatku belum beranjak dari kamar sejak pagi ini. Kebetulan di hari ini mayoritas penduduk Al-Mahfudz ada keperluan keluar. Ada yang belanja, yang cari baju, kemana gitu.., dan aku sendiri ada kencan dengan salah satu anggota “SARPRAS TMUA” yang selalu membuatku ikut sibuk dengan pekerjaannya, kali ini harus ke daerah Kauman untuk mengambil mukena yang beberapa hari lalu ditinggal di salah satu warung bordir.

Mengenang beberapa hari yang lalu saat mengantarkan mukena, banyak kejadian lucu yang membuatku tersenyum sendiri ketika mengetik ini. Tiba di kawasan warung bordir wilayah Keraton ini, bisa dilihat dan dirasakan aura kebordiran di samping kanan dan kiri jalan. “pelan-pelan mbak, pelan-pelan”, makhluk bernama Vivi Isniawati yang duduk di jok belakang motor yang sedang kulajukan memberikan instruksi ini berulang-ulang. “Haduh yang mana ya... “, hmmm tak kirain ke sana itu langsung ada tempat yang dituju, ternyata mesti ada proses galau dulu. Sudah mentok sampai pertigaan alun-alun, “mbak-mbak balik mbak.., ke tempat yang dulu aja deh..”, dulu katanya sarung Ulil juga di bordir di salah satu warung bordir di pinggir jalan ini. Dengan agak kesusahan, dikarenakan muatan yang agak over (kasihan motor mba’ Erni,.. kalau bisa ngomong, mungkin katanya “ya Allah... bocah loro iki jiaaannn, rak kiro-kiro”). Memang, meskipun saya proporsional dan vivi agak nyempluk (wekaweka _piss,, vi’), jika ditambah 30 mukena langsungan model mukena ulil, akan sangat terasa bobotnya,, dan akhirnya, menyabarang jalan, putar balik. Sampailah di warung bordir yang dimaksud. Agak lama bernegosiasi, sampai akhirnya tercapai satu kesepakatan. Dengan hati lega, kami keluarkan mukena-mukena yang tersekap di dalam tasku, tas vivi, dan tas besarnya Riniwati. Ketika Vivi mengajukan satu mukena untuk menginfokan posisi bordirnya nanti,, tuinggggg,,, ekspresi mukanya seketika berubah, nampak-lah mendung-mendung galau, mendengar masnya bilang, “bentar dulu mbak, kalo’ seperti ini kaya’nya gak bisa, tak tanyakan dulu...”. Dan jawaban terakhir yang kami dengar adalah ‘tidak bisa.!!’. Luluh lantak-lah hati viviwati mendengar penolakan dari masnya. Aku hanya nyengir sesaat dan segera mengemas mukena-mukena yang sudah terlanjur merasa bebas dari sekapan., yah mau gimana lagi.??

Belum berakhir ya.,, Hmm.. Bingung.. “dimana ya.. yang bisa..” lanjut melajukan motor mbak erni, tanpa arah dan tujuan yang jelas. Akhirnya kuhentikan motor di depan sebuah warung bordir yang tidak biasa jika dibandingkan teman-temannya yang lain. Kalau yang lain itu, dari luar kelihatan penuh dengan kain-kain, ada pekerjanya yang lagi sibuk, dsb. Sementara di warung tersebut, kalo saya bilang sih agak kurang meyakinkan.. (hehe.. maap ya mas bordir..), tapi apa salahnya dicoba.

Karna di luar tidak ada orang, Vivi langsung melongok ke sebuah pintu, da.. te renggg... hwaahh prlu diceritakan gak ya.. hehe, masnya lagi ma’emm.. yang, langsung deh.. tawar-menawar, negosiasi.. “ini berapa hari bisa jadi mas.?”, Vivi tanya. “mmm.. 3 hari”, jawab masnya. Tibalah saatnya Viviwati memperlihatkan logo Ulil yang akan disematkan di mukena. Masnya tanpa basa-basi, “tolong di print ya.. sekalian nanti pas dengan ukurannya”. Pasalnya, gambar itu di HP-nya Vivi.

Kita berdua nyengir...

Muter-muter daerah sekitar situ, hanya cari tempat nge-print, masyaallah... seperti mencari jarum di tumpukan jerami, seperti mencari ikan lele di laut.. susaaaaaahhhh buanget. Sudah muter ke alun-alun, sudah masuk ke Masjid Gedhe, sudah muter-muter berkali-kali, gaaak dapat-dapat. Tapi dikarenakan tekad kami yang sudah bulat seperti donat, dengan pertolongan Allah akhirnya kami temukan satu tempat print-print-an. Selesailah kami nge-print, dan... wajah galau Vivi kembali menatap wajah polosku.. “mbak bawa uang..? uang saya di tas..”. Ngeeeek... “Ya sudah kau tunggu dulu, tak ambil, dompetku di tas..”

Hmmmmmm.. dengan hati yang teramat-sangat lega, akhirnya kami selesaikan satu tugas hari itu. Horreeee..

Hloh.?? Kog ceritanya nyasar sampai kesitu ya..?

Ehhemmm, kembali ke bahasan utama. Jadi,, begitulah ceritanya.. Haduh, wis gak esoh nutugne.

Begitulah...
Wassalam...




----- Perpus Pusat UII -----
23 Juli, 2012
Ba'da Dzuhur

0 komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger