BISMILLAH...
Tak lupa pujian teragung kepada Rabb semesta
alam, Allah SWT.
Ada hawa berbeda
begitu terasa di malam ini, tgl 19 Juli 2012. Apakah karena malam ini akan ada
rapat.? Gak juga.. ini terkait
Ramadhan tahun ini. Satu masalah yang sudah menjadi tradisi di negeri ini,
yaitu masalah penentuan tanggal 1 Ramadhan yang selalu saja ada perbedaan
antara ormas islam satu dengan ormas islam satunya, atau duanya, dst.
Di asrama
Al-Mahfudz, sejak sore bahkan dari paginya, sudah tersiar kabar bahwa Ulil akan
mengadakan shalat tarawih malam ini sebagai bentuk fasilitas yang diberikan
kepada jama’ah. Memang ada salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia yang
telah menetapkan bahwa tanggal 1 Ramadhan jatuh pada tgl 20 Juli 2012 esok
hari. Sementara Ulil dan manusia-manusia yang bernaung di bawah kubahnya yang
kuning (_menurutku sih bukan kuning
tapi emas) mengikuti ulil amri atau pemerintah. Meskipun ada sepasang kepala
yang juga melaksanakan puasa besok. Ribut-ribut, bingung, galau, tergambar di
wajah-wajah “polos” anak-anak di Al-Mahfudz, pasalnya pemerintah juga belum
memberikan berita atas ketetapan mereka mengenai 1 Ramadhan.
Pukul 5-an sore,
perut yang dangdutan sedari pagi tadi akhirnya berhasil memaksaku untuk keluar
membeli sesuatu yang bisa dijadikan sedekah agar dangdutannya berhenti. Menu
magelangan menjadi pilihan, dan tempat tujuan adalah warung burjo ‘Kabita’ yang mangkal tak jauh
dari lokasi kampus. Dikarenakan rutinitas baruku setiap hari yang harus
berurusan dengan print-mengeprint,
banyaknya orderan surat membuatku belum beranjak dari kamar sejak pagi ini.
Kebetulan di hari ini mayoritas penduduk Al-Mahfudz ada keperluan keluar. Ada
yang belanja, yang cari baju, kemana gitu..,
dan aku sendiri ada kencan dengan salah satu anggota “SARPRAS TMUA” yang selalu
membuatku ikut sibuk dengan pekerjaannya, kali ini harus ke daerah Kauman untuk
mengambil mukena yang beberapa hari lalu ditinggal di salah satu warung bordir.
Mengenang beberapa
hari yang lalu saat mengantarkan mukena, banyak kejadian lucu yang membuatku
tersenyum sendiri ketika mengetik ini. Tiba di kawasan warung bordir wilayah Keraton ini, bisa
dilihat dan dirasakan aura kebordiran di samping kanan dan kiri jalan.
“pelan-pelan mbak, pelan-pelan”, makhluk bernama Vivi Isniawati yang duduk di
jok belakang motor yang sedang kulajukan memberikan instruksi ini
berulang-ulang. “Haduh yang mana ya... “, hmmm tak kirain ke sana itu langsung
ada tempat yang dituju, ternyata mesti ada
proses galau dulu. Sudah mentok sampai pertigaan alun-alun, “mbak-mbak balik
mbak.., ke tempat yang dulu aja deh..”, dulu katanya sarung Ulil juga di bordir
di salah satu warung bordir di pinggir jalan ini. Dengan agak kesusahan,
dikarenakan muatan yang agak over (kasihan motor mba’ Erni,.. kalau bisa
ngomong, mungkin katanya “ya Allah... bocah loro iki jiaaannn, rak kiro-kiro”).
Memang, meskipun saya proporsional dan vivi agak nyempluk (wekaweka _piss,,
vi’), jika ditambah 30 mukena langsungan model mukena ulil, akan sangat terasa
bobotnya,, dan akhirnya, menyabarang jalan, putar balik. Sampailah di warung
bordir yang dimaksud. Agak lama bernegosiasi, sampai akhirnya tercapai satu
kesepakatan. Dengan hati lega, kami keluarkan mukena-mukena yang tersekap di
dalam tasku, tas vivi, dan tas besarnya Riniwati. Ketika Vivi mengajukan satu
mukena untuk menginfokan posisi bordirnya nanti,, tuinggggg,,, ekspresi mukanya
seketika berubah, nampak-lah mendung-mendung galau, mendengar masnya bilang,
“bentar dulu mbak, kalo’ seperti ini kaya’nya
gak bisa, tak tanyakan dulu...”. Dan jawaban terakhir yang kami dengar
adalah ‘tidak bisa.!!’. Luluh lantak-lah hati viviwati mendengar penolakan dari
masnya. Aku hanya nyengir sesaat dan segera mengemas mukena-mukena yang sudah
terlanjur merasa bebas dari sekapan., yah mau gimana lagi.??
Belum berakhir
ya.,, Hmm.. Bingung.. “dimana ya.. yang bisa..” lanjut melajukan motor mbak
erni, tanpa arah dan tujuan yang jelas. Akhirnya kuhentikan motor di depan
sebuah warung bordir yang tidak biasa jika dibandingkan teman-temannya yang
lain. Kalau yang lain itu, dari luar kelihatan penuh dengan kain-kain, ada
pekerjanya yang lagi sibuk, dsb. Sementara di warung tersebut, kalo saya bilang
sih agak kurang meyakinkan.. (hehe..
maap ya mas bordir..), tapi apa salahnya dicoba.
Karna di luar
tidak ada orang, Vivi langsung melongok ke sebuah pintu, da.. te renggg...
hwaahh prlu diceritakan gak ya..
hehe, masnya lagi ma’emm.. yang, langsung deh.. tawar-menawar, negosiasi.. “ini
berapa hari bisa jadi mas.?”, Vivi tanya. “mmm.. 3 hari”, jawab masnya. Tibalah
saatnya Viviwati memperlihatkan logo Ulil yang akan disematkan di mukena. Masnya
tanpa basa-basi, “tolong di print ya.. sekalian nanti pas dengan ukurannya”. Pasalnya,
gambar itu di HP-nya Vivi.
Kita berdua
nyengir...
Muter-muter daerah
sekitar situ, hanya cari tempat nge-print, masyaallah... seperti mencari
jarum di tumpukan jerami, seperti mencari ikan lele di laut.. susaaaaaahhhh
buanget. Sudah muter ke alun-alun, sudah masuk ke Masjid Gedhe, sudah
muter-muter berkali-kali, gaaak
dapat-dapat. Tapi dikarenakan tekad kami yang sudah bulat seperti donat, dengan
pertolongan Allah akhirnya kami temukan satu tempat print-print-an. Selesailah kami nge-print, dan... wajah galau Vivi kembali menatap wajah polosku.. “mbak
bawa uang..? uang saya di tas..”. Ngeeeek... “Ya sudah kau tunggu dulu, tak
ambil, dompetku di tas..”
Hmmmmmm.. dengan
hati yang teramat-sangat lega, akhirnya kami selesaikan satu tugas hari itu.
Horreeee..
Hloh.?? Kog ceritanya
nyasar sampai kesitu ya..?
Ehhemmm, kembali
ke bahasan utama. Jadi,, begitulah ceritanya.. Haduh, wis gak esoh nutugne.
Begitulah...
Wassalam...
----- Perpus Pusat UII -----
23 Juli, 2012
Ba'da Dzuhur
0 komentar:
Posting Komentar