Bismillah
Segala
puji milik Allah subhanahu wa ta’ala..
Sodara-sodariku
yang budiman, kali ini saya ingin perkenalkan teman super spesial saya yang
bernama Lina Tatik alias Nong. Beliau akan menemani saya dalam episode ini.
Hamdalah. via; Muslimah.Or.Id
Waktu
itu ba’da isyak beberapa hari pasca gajian. Seperti biasa, agenda rutin habis
gajian adalah traktiran. Yeay....!. Entah waktu itu giliran saya yang jadi bos
ataukah si Nong. Yang jelas tempatnya adalah di gerai makanan paling banget
kesukaannya si Nong. Apalagi kalau bukan h*kben. Pesanan sudah siap, kami pun
segera menuju spot favorit. Yaitu di sebelah pinggir dekat kaca, madep ke-jalan.
Duduk kami sebelah2an agar kalau mau comot2an lebih gampang, dan tidak terlihat
oleh pengunjung lain yang ada di ruangan. Wkwkwk. Dan kami bisa sama2 melihat
lalu lalang suasana jalanan.
Baru
saja duduk, biasalah sudah sifat wanita yang katanya multi tasking, saya dan si Nong sembari meletakkan tas, lihat
handphone, menata hidangan di meja, belah duren #eh, sumpit. Sembari melakukan
itu semua, lidah kita orang tak putus2nya ngomyang
alias ngedumel alias misuh2 #astagfirullah, ndak sampe begitu juga keless. Permasalahannya yaitu adalah mengenai kerjaan kita masing-masing.
Si
Nong yang seorang tenaga medis #ciyeh. Lebih tepatnya dia seorang apoteker. Apoteker
bukan ya dia itu. Entahlah pokoknya berhubungan dengan obatan2. Tanya lah sama
beliau obat apa saja, kemungkinan besar dia akan tahu, sekaligus dengan
harganya. Tapi satu obat yang beliau tidak ketahui formula dan resepnya. Yaitu
obat penyembuh jomblo menahun biyar
lekas ketemu jodoh. Wkwkwk mbak e laperr.. #eh, baper! :D
Menunggu dengan mengisi. via: Lifestyle - Liputan6.com
Sembari
ngunyah, kami belum juga berganti topik obrolan. Masih ngomel2 sendiri ndak
jelas. Merasa sebel lah, dongkol lah, jengkel lah, uanyel lah, rasanya hidup
kita ini kog sempelah. Kalau si Nong
masalah lingkungan kerja, saya mengenai mas2 bersepeda hijau yang suka nge-kring2 saya tiap kali papasan. Sama2
pakai masker sih, tapi kadang saat
tak sengaja bertemu pandang, tatapan matanya yang tajam bak busur panah-nya
Arjuna serasa melesat menembus hati. Meng-amburadul-kan
perasaanku. Hwoalahhh!!! Jelas aja nge-kring2, lha kamu berhenti di tengah
jalan, bikin macet! Wkkwkkwk. Maaf, bukan itu sodara2. Itu adalah permasalahan
saya sekarang. #jiah,,,curhatt.!!
Fokus!.
Jadi di tengah keasik-an kita orang ngeluh masalah gawean, seakan2 kami rasanya
paling merana se-dunia karena mendapat pekerjaan yang kurang sesuai keinginan.
Seolah-olah, ‘kenapa harus saya ya Allah?’ atau dengan redaksi lain, ‘kenapa
saya yang harus di posisi ini ya Allah, salah hamba apa ya Allah, dapat
pekerjaan ndak pernah bener ya Allah’. Astaghfirullah hal’adzim banget deh
pokoknya. Nah di tengah suasana sedemikian rupa, di keramaian lalu-lalang jalan
di hadapan kami, tak sengaja mata kami menangkap se-sosok pria paruh baya
tengah menghentikan langkahnya karena macet ada mobil simpangan. Beliau seorang
pedagang rupanya. Di pundaknya memikul bermacam-macam pernik aksesoris dan
maninan anak2. Bambu pikulannya sampe mentiyung
karena mungkin keberatan beban.
Ini masih lebih enak, pakai gerobak. via: Solopos.com
Seketika
hati saya seperti kena deburan ombak, mak pyuk..
hati saya basah. Saya letakkan sumpit, memandangi onggokan nasi di depan saya
lalu mendongak ke bapaknya. Astaghfirullah... saya noleh ke si Nong. “hey,
lihatin bapaknya itu. Jam segini masih kerja. Keliling. Jalan kaki. Sementara
kita udah duduk2 disini, makan enak. Bayangpun....”
Satu
ayat kesayangan namun sering terlupakan kembali berdentang2 di kedalaman
sanubari. “maka nikmat Tuhan-mu yang manakah yang kamu dustakan?!”. Merasa diri
ini paling susah, paling ndak enak, paling melas sejagat.. tapi coba dipikir.
Masih susah-an mana sama bapaknya itu,, masih capek-an mana sama bapaknya itu,,
masih melas-an mana sama bapaknya itu?!. Kita yang kerja enak naik motor,
kerjaannya duduk nyaman di ruangan AC, gaji sudah pasti, jam kerja jelas,
lembur dibayar, kog masih merasa kuraaaang terus.
Si
bapaknya itu, dan bapak2 atau abang2 penjual semisal mereka, seperti; abang
tukang sol sepatu, tiap pagi jam 6-an sudah terdengar suara khas-nya menawarkan
jasa sol sepatu di sekitar kos saya. Bayangpun, berangkat jam berapa beliau
dari rumahnya. Kita baru bangun tidur mungkin, si abangnya sudah jalan,, jalan
kaki pula. Atau kalau di Klaten, kadang ada yang jual ambEn, itu lho tempat tidur kayu yang nantinya jadi tempat kita meletakkan
kasur buat tidur. Keliling jalan kaki sembari memikul ambEn itu, maasyaAllah... entah bapaknya itu rumahnya dimana,
sampai ke tempat saya jauhnya seberapa, ah,,,saya aja jalan kaki dari kamar ke
toilet kadang ngeluh capek. Subhanallah..
Penjual amben keliling. via: dluwang
Kembali
ke bapaknya yang jual aksesoris. Terpikir dalam benak saya waktu itu. Betapa
saya dan si Nong sudah lebih enak jauuuuuuuuuuuuuuuuuh dibandingkan si bapak
itu. Malam2, di saat kita-orang sudah berleha-leha, makan, santai. Si bapak itu
masih jalan memikul dagangannya. Siang2 kami duduk enak di ruangan, si bapak
itu panas2 jalan kaki. Penghasilan kami pun mungkin lebih2 banyak bila
dibanding dengan hasil jualan bapak itu. Terpikir, kira2 sudah laku belum itu
dagangan dari pagi bapaknya keliling. Di rumah mungkin anak istrinya menunggu
kepulangan si bapak. Apakah uang yang didapat hari ini cukup untuk makan besok.
Apalagi kalau anaknya sudah sekolah. Tentu kebutuhan sudah buanyak tak terkira.
Ahh,, betapa malunya tadi mengeluarkan keluhan2 tak
semestinya. Bukankah si bapak itu lebih berhak mengeluh mengenai pekerjaannya?
Bukankah bapak itu lebih berhak mengeluh mengenai capek nya? Bukankah bapak itu
lebih berhak mengeluh mengenai penghasilannya?
Saya
dan Nong langsung disentil Allah Ta’ala pada saat itu juga. Lihat lah, masih buanyak
orang di luaran sana yang mendambakan nikmat yang sama dengan kita. Betapa kita
jauuuuh lebih2 beruntung dari mereka. Bukankah syukur itu lebih utama. Mengeluh
itu gunanya apa?? Ngurangin beban enggak,,
nambahin dosa iya.!
Dalam setiap keadaan.!!! via: pempem22 - WordPress.com
Demikianlah
untuk episode kali ini. Barokallahu fiikum.
Alhamdulillahirabbil
‘alamiin.
------Jakarta, 06 Desember 2016------
0 komentar:
Posting Komentar